Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengenakan jas hitam pekat dengan dasi biru muda cerah. Berpidato di depan bangsa Amerika. Ia, Presiden George W. Bush, berbicara tentang pentingnya kemenangan AS dalam menyelesaikan masalah Irak.
“Strategi yang saya ungkapkan malam ini akan mengubah jejak AS di Irak, dan akan membantu keberhasilan kita dalam memerangi teror,” ucap Bush, yang paparannya disiarkan langsung saluran televisi pada jam tayang utama, Rabu malam waktu AS, atau Kamis pagi pekan lalu. Selama 20 menit, Bush berpidato dengan tenang dan meyakinkan.
Seperti yang sudah ditekankan Pak Presiden, AS tidak akan menerapkan strategi “keluar dengan terhormat” dari Irak kecuali sebagai pemenang. “Kemenangan ini tidak akan diwarnai dengan upacara penyerahan diri musuh. Tapi kemenangan di Irak akan membawa sesuatu yang baru di Timur Tengah, yaitu berfungsinya sistem demokrasi,” katanya, walau dia mengakui demokrasi di Irak tidak akan sempurna.
Untuk mencapainya, Bush memutuskan mengirimkan tambahan lebih dari 20 ribu tentara AS ke Irak, memperkuat sekitar 120 ribu personel yang sudah ada di sana. Sebagian besar dari pasukan itu akan ditempatkan di Bagdad, pusat terjadinya kekerasan antara Sunni dan Syiah. Sekitar 80 persen konflik sektarian terjadi di pusat kota, di sekitar Zona Hijau, area berpengamanan superketat, tempat tinggal para petinggi Irak, AS, dan orang asing lain.
Namun, operasi-operasi militer 2007 ini, menerapkan beberapa koreksi. Pertama, tentara AS “hanya” akan membantu tentara dan polisi Irak. Kedua, setelah penyisiran, tentara Irak dan AS akan tetap menjaga daerah-daerah yang sudah dibersihkan dari pelaku kekerasan, agar para anggota milisi Sunni maupun Syiah tidak kembali ke daerah semula. Ketiga, pemerintah Irak di bawah Perdana Menteri Nuri Kamal al-Maliki harus mewujudkan komitmen menyelesaikan masalah konflik sektarian di Irak. Menurut Bush, kerja keras pemerintah Irak ini sangat penting dalam strategi ini. “Karena bantuan kami bukan berlangsung selamanya,” ucap Bush, meskipun dia tidak menyebutkan batas waktu keberadaan tentara AS.
Contoh penerapan strategi baru Bush ini tampaknya sudah dipraktekkan, Selasa pekan silam. Lebih dari 1.000 pasukan gabungan AS dan Irak diperkuat dengan beberapa helikopter Apache dan pesawat tempur menumpas milisi di kawasan Haifa. Operasi yang dilakukan dari pagi hingga malam hari ini terjadi di tengah kota Bagdad, tidak jauh dari Zona Hijau. Pertempuran yang disebut sebagai yang terhebat sejak tentara AS masuk Bagdad tiga tahun silam itu, menurut pihak Irak, menewaskan sedikitnya 50 anggota milisi.
Lebih jauh, pasukan AS juga akan fokus pada pemusnahan kekuatan Al-Qaidah yang berpusat di Provinsi Anbar. Bush memerintahkan menambah 4.000 tentara di Anbar, yang akan bekerja sama dengan tentara Irak dan pasukan suku-suku setempat. “Tentara AS sudah memusnahkan tempat perlindungan Al-Qaidah di Afganistan, dan kami tidak akan membiarkan Irak menjadi sarang berikutnya,” demikian ucap Bush.
Selain Al-Qaidah, pemerintah Iran dan Suriah juga menjadi sasaran. AS akan menghentikan aliran bantuan dana dan senjata dari dua negara itu bagi milisi di Irak. Bahkan Bush bertekad menghancurkan jaringan mereka. Penambahkan kekuatan intelijen, kapal induk dan rudal-rudal Patriot akan memperkuat penguasaan tentara AS di medan pertempuran. “Kami akan bekerja sama dengan negara-negara sahabat di sana untuk mencegah agar Iran tidak berhasil membuat senjata nuklir dan mendominasi kawasan,” kata Bush.
Babak baru dimulai. Strategi baru Bush ini memang sudah lama dinantikan banyak pihak. Karena skenario selama 2006 “membersihkan, menahan dan membangun” komandan AS di Irak, Jenderal George W. Casey yang didukung sepenuhnya mantan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld dinilai gagal dan berujung pemberhentian dini Casey sebagai komandan di Irak.
Namun, tidak ada yang menjamin rencana yang diberi tema seperti moto mobil Ford itu, “way forward”, akan berhasil. “Tidak ada formula ajaib untuk Irak,” kata Bush. Untuk itu, dia membuka diri untuk sesegera mungkin melakukan penyesuaian demi mencapai kemenangan di Irak. “Karena kekalahan di Irak adalah kehancuran bagi AS,” katanya.
Memang, sudah diprediksi, bahwa Bush melansir versinya sendiri tanpa mengacuhkan usulan-usulan lain, termasuk dari Iraq Study Group (ISG), lembaga yang diberi mandat Kongres untuk merumuskan penyelesaian Irak. “Ini bukan sekadar berisiko, tapi seperti berjudi di atas perahu kecil,” kata Leon E. Panetta, anggota ISG. Komandan Pusat Komando yang menyelia misi Afganistan dan Irak, Jenderal John Abizaid, tidak setuju dengan penambahan pasukan. “Itu hanya akan menghasilkan efek sementara dan memperpanjang ketidakmampuan aparat Irak, menangani masalah dalam negeri,” katanya di depan Senat.
Tentara AS akan menghadapi perang lebih seru di Irak, Bush dihadang “perang” di dalam negeri. Anggota Kongres dari Partai Demokrat, bahkan beberapa dari Republik, menentangnya. Menurut jajak pendapat terbaru, kurang dari 20 persen yang mendukung penambahan pasukan di Irak. Maklum, korban tewas tentara AS sejak invasi sudah lebih dari 3.000 jiwa.
Meskipun dalam sistem pemerintahan AS keputusan Bush menerjunkan lebih banyak pasukan tidak terhalangi, Kongres yang kini dikuasai Demokrat akan menghadang soal pendanaan dan penggunaan uang pajak rakyat. Biaya perang Irak memang superjumbo. Lembaga independen National Priorities Project memperkirakan uang yang dihabiskan AS untuk Irak, termasuk untuk rekonstruksi, tapi tidak termasuk gaji tentara dan personel lainnya serta biaya medis mereka di masa mendatang, dari invasi hingga Maret 2007 mencapai US$ 378 miliar (lebih dari Rp 3.459 triliun) atau lebih dari empat kali total APBN Indonesia 2007.
Di luar AS, rencana penambahan pasukan AS di Irak ini juga menjadi kontroversi. Apalagi, Bush dengan terbuka “menantang” Iran dan Suriah, yang dicap membantu teroris dan milisi bersenjata. Ini bertentangan dengan saran ISG yang mengusulkan perbaikan hubungan diplomasi dengan keduanya, serta mengikutsertakan mereka dalam penyelesaian Irak. Banyak analis percaya, sikap keras Bush, yang tidak mengutamakan diplomasi dengan Iran dan Suriah, akan memperumit keadaan.
Sepertinya, Bush sendirian saja. Menurut The Economist, jika kebijakan Bush gagal, dia akan dikucilkan dan dipinggirkan, termasuk oleh partainya. Namun, jika Bush berhasil, dia akan dipuja oleh AS dan sekutunya. “Dari Afganistan ke Libanon hingga ke Teritori Palestina, jutaan rakyat biasa telah muak dengan kekerasan,” kata Bush. “Persoalan di Timur Tengah bukan sekadar konflik militer, tapi lebih merupakan pergumulan ideologi di masa ini.” Ya, AS akan menancapkan pengaruh lebih besar di Timur Tengah.
Bina Bektiati (New York Times, Economist, Guardian, NPP, situs White House)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo