Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGDAD - Sekitar 24 juta warga Irak akan memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang digelar pada hari ini. Ini merupakan pemilu pertama Irak sejak mengalahkan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) pada Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga Irak akan memilih perdana menteri dan anggota parlemen yang baru agar terbentuk pemerintahan inklusif, sehingga dapat menangkal skandal korupsi yang meluas dan mengakhiri kekerasan sektarian yang menewaskan banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perdana Menteri Haider al-Abadi akan menghadapi dua penantang, yaitu bekas Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mantan Menteri Transportasi Hadi al-Ameri. Hampir 7.000 kandidat dari partai yang berbeda akan berebut mengisi 329 kursi di parlemen Irak.
"Kami menginginkan keamanan. Di sini terjadi pembunuhan, pencurian, dan penculikan. Kami tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Dalam 15 tahun terakhir, orang-orang telah dihancurkan," kata seorang buruh di Bagdad, Khalid Radi, kepada Reuters, kemarin.
Para pemilih diprediksi bakal memenuhi tempat pemungutan suara yang dibuka mulai pukul 07.00 hingga 18.00 waktu setempat, meski ISIS mengancam akan menyerang lokasi-lokasi tersebut.
Kemarin, pasukan keamanan telah memilih karena akan bertugas untuk mengamankan jalannya pemilu nasional. Sekitar 1 juta tentara, polisi, dan personel keamanan di seluruh Irak berpartisipasi dalam pemungutan suara yang ditutup pada pukul 18.00 waktu setempat.
"Saya memberikan suara untuk masa depan keluarga saya. Jadi, orang baik akan mengisi posisi yang tepat," ujar Khaled, yang berprofesi sebagai polisi.
Sejumlah antisipasi di bidang keamanan telah dipersiapkan. Di antaranya, bandara dan penyeberangan di perbatasan akan ditutup selama 24 jam selama pelaksanaan pemilu.
Selama 15 tahun terakhir, setelah jatuhnya diktator Saddam Hussein, tiga kelompok etnis dan agama utama di Irak-mayoritas Arab Syiah, minoritas Arab Sunni dan Kurdi-terus berselisih, sehingga menimbulkan korban jiwa.
Siapa pun yang memenangi pemilihan pada 12 Mei akan menghadapi tantangan membangun kembali Irak setelah empat tahun berperang melawan ISIS, mendorong ekonomi yang lesu, menyeimbangkan kepentingan para pendukung asing, serta mempertahankan persatuan rapuh negara itu dalam menghadapi ketegangan sektarian dan separatis.
"Tentu saja ada persaingan antara tiga kandidat utama untuk jabatan perdana menteri. Tapi hal itu tidak akan berdampak pada sistem yang dikontrol oleh kelompok tertentu," kata analis yang berbasis di Yordania, Adel Mahmud. REUTERS | AP | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo