DI saat-saat terakhir ia harus berangkat ke Malaysia guna menghadiri sidang Negara-negara Persemakmuran, PM Rajiv Gandhi membatalkan keberangkatannya, Selasa pekan lalu. Ada yang lebih penting bagi dia. Putra Indira Gandhi, yang naik ke pucuk pemerintahan pada 31 Oktober 1984, menggantikan ibunya yang tewas ditembak, terpilih karena dianggap bersih. Tapi, belakangan ini pihak oposisi keras mengritik pemerintahannya korupsi, menerima uang sogok dari Perusahaan Bofors, pabrik senjata di Swedia. Perusahaan itu, konon, menyuap seorang pejabat senior Pemerintah India, guna menyelamatkan transaksi pembelian senjata seharga IJS$ 1,3 milyar. Hal itu bisa menjatuhkan Partai Kongres, yang sudah menguasai kursi pemerintahan selama 39 tahun dari 42 tahun India merdeka, dalam pemilihan umum yang direncanakan awal tahun depan. Tapi, pihak oposisi terheran-heran ketika pekan lalu Gandhi mengumumkan pemilu dimajukan menjadi 22-24 November. Di kertas, Gandhi sulit menang. Yakni bila partai oposisi -- antara lain Partai Persatuan Front Nasional, dua partai komunis, dan partai Hindu Bharatiya Janata -- sepakat mencalonkan seorang kandidat saja. Apalagi bila media massa gencar memberitakan soal sogok itu. Tapi, bila Gandhi memajukan hari pemilu, bukannya tanpa maksud. 14 November adalah peringatan 100 tahun lahirnya Nehru. Dan lima hari kemudian adalah peringatan hari lahirnya Indira Gandhi. Sebagian besar dari 800 juta rakyat India yang tinggal di desa masih sangat emosional memperingati dua hari besar itu. Itu diharapkan Gandhi jadi "kartu As" baginya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini