Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM suatu masyarakat feodalistis dan paternalistis, apa saja yang dianggap sebagai dilakukan oleh seorang pemimpin dianggap sebagai isyarat penting. Tampaknya di Cina, negeri yang secara formal masih komunis, warisan budaya lama belum mati. Maka muncullah berbagai tafsiran tentang perjalanan si orang kuat, Deng Xiaoping ke zone ekonomi bebas Shenzhen dan Zhuhai dua pekan lalu, dan Shanghai pekan lalu. Konon itulah perjalanan yang akan sangat berpengaruh pada jalan dan hari depan reformasi ekonomi dan perkembangan politik RRC. Deng, yang jabatan resminya adalah Ketua Komisi Militer, memang masih diakui sebagai sesepuh yang pengaruhnya msih kuat. Dialah orang yang menetukan. Buktinya, tepat pada hari raya Imlek 4 Februari lalu koran-koran Cina muncul dengan foto-foto mencolok di halaman muka tentang kegiatan Deng. Seperti yang sudah terjadi, sejak meninggalnya Ketua Partai Hu Yaobang, kemudian peristiwa Tiananmen 4 Juni 1989 yang mengakibatkan tersisihnya Sekjen Partai Zhao Ziyang yang demokrat, faksi reformis terdesak ke belakang dan golongan konservatiflah yang tampaknya yang menyalami para perwira yang berhasil membubarkan demonstrasi pro demokrasi. Maka, munculnya Deng berbicara tentang pentingnya reformasi menimbulkan spekulasi, reformisme dan kaum reformis sedang dalam proses untuk kembali berperan. Di Zhuhai, Deng menilai dibentuknya wilayah-wilayah ekonomi bebas. Bagaimanapun berubahnya situasi internasional, katanya, Cina harus berpegang pada prinsip mempertahankan stabilitas sebagai sebuah karya besar. Untuk itu, ujar Deng lebih lanjut, Cina mesti membangun ekonomi yang kuat. Lalu, ia memuji pembentukan wilayah ekonomi bebas sebagai langkah yang ebnar. "Pada masa depan kita harus meneruskan pembangunan ekonomi sebagai pemikiran utama yang membimbing langkah kita," kata Deng. Karena itu, katanya lagi penting dicari gagasan-gagasan baru untuk memperkembangkan reformasi. Dan kuncinya, tak lain adalah "pembebasan pemikiran ". Tak salah lagi, ditengah eksperimen Cina menjalankan sistem ekonomi kapitalis sosialistis, Deng cenderung menganjurkan kapitalisme. Karena dia jugalah yang menggelindingkan reformasi ekonomi Cina beberapa lama setelah Mao meninggal dan Deng menggantikannya sebagaia sekjen partai. Bila Deng pun seolah berpihak pada garis keras sesudah peristiwa Tiananmen, mungkin ini hanya taktik: mundur selangkah untuk maju seterusnya. Yang lebih meyakinkan para pengamat akan berperan kembalinya kelompok reformis di Cina, ucapan-ucapan Deng klop dengan pernyataan-pernyataan sejumlah tokoh moderat belakangan ini. Yang paling mencolok adalah ucapan sekjen Partai Komunis Jiang Zemin tentang pentingnya pembebasan pemikiran. Dan pada suatu konperensi mengenai kerja propaganda, Kepala Propaganda Partai Li Ruihuan mengatakan perlunya menciptakan iklim demi tumbuhnya demokrasi, persatuan, dan stabilitas. Mungkinkah menumbuhkan demokrasi, sementara itu juga mempertahankan stabilitas, adalah soal lain. Alhasil, kalau dugaan itu benar, perjalanan ke selatan Deng tampaknya untuk memperkuat moral sayap moderat dalam Partai untuk menghadapi kongres partai Komunis Cina ke-14, akhir tahun ini. Inilah yang menyebabkan munculnya kabar bahwa Zhao Ziyang sudah direhabilitasi, tapi berita ini segera dibantah Beijing. Ada analisa lain, memang, selain yang berkaitan dengan kongres partai. Deng, yang dewasa ini berusia 87 tahun, tak lain dari "orang kecil dalam ketergesaan yang besar". Ia sadar bahwa hari-hari yang tersisa baginya tak banyak lagi, karena itulah ia ingin segalanya terlaksana selagi ia hidup. Bahkan, konon ia bermaksud mengunjungi Hong Kong pada 1 Juli 1997 nanti, ketika pulau-pulau itu diserahkan kembali oleh Inggris. Deng, kata sebuah sumber, ingin dialah yang meresmikan Hong Kong sebagai Wilayah Administrasi Khusus Republik rakyat Cina. Juga ada yang mengatakan bahwa Deng berniat berkunjung ke Taiwan untuk merundingkan proses unifikasi dengan kuomintang. Tapi, untuk yang terakhir ini, tampaknya hanya kabar angin. Masalahnya kini, kembalinya para reformis berperan di pentas politik negeri berpenduduk lebih dari satu milyar itu bukan sesuatu yang mudah. Sayap konservatif tak akan membiarkan itu dan ada kemungkinan mereka memukul balik. tapi, bila pembangunan ekonomi hendak diteruskan, masuknya modal asing jadi penting. Dan pada masa negara-negara sosialis runtuh, investasi itu tak dapat diharapkan datang dari Brat. Itulah sebabnya Perdana Menteri Li Peng dua pekan lalu mengadakan perjlanan diplomasi ke negara-negara Barat. Adakah hal ini bisa menambah kekuatan pihak reformis di Cina untuk kembali pegang peran, mungkin baru bisa dilihat dalam Kongres Partai ke-14 nanti. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo