EROPA Barat dan Amerika Serikat sama-sama kian menggerutu terhadap Jepang Karena ekspornya laju sekali, Jepang menimbulkan defisit besar pada neraca perdagangan partnernya Defisit perdagangan Amerika dengan Jepang, misalnya, mencapai US$ 20 milyar tahun 1982. Defisit Prancis, kata pejabat di Paris pada Menlu Shintaro Abe, sudah "tak boleh lagi dibiarkan." Menlu Jepang itu pergi ke Eropa Barat pekan lalu. Selain Paris, juga Bonn, London dan Roma yang dikunjunginya mengisyarakatkan kemungkinan tindakan pembalasan proteksi. Jepang dianggap belum cukup luas membuka pasarannya bagi barang impor. Dengan 12 juta penganggur di Amerika, tentu saja, Jepang jadi kambing hitam. Hubungan kedua negara ini cenderung memburuk tahun ini, menurut Dubes AS Mike Mansfield di Tokyo, garagara ekspor Amerika ke Jepang masih terhalang-halang. Pada hal pemerintahan Yasuhiro Nakasone bulan lalu sudah mengurangi bea impor atas 330 jenis barang. Sesudah Menlu Abe ke Eropa Barat, menurut rencana, PM Yasuhiro Nakasone akan pergi ke Washington pekan de. Walaupun hal neraca perdagangan Amerika belum akan bisa segera diatasi, Presiden Ronald Reagan diduga tidak akan terlalu cemberut menyambut perdana menteri itu. Apalagi Tokyo pekan lalu mengumumkan keputusan kabinet Nakasone untuk menaikkan belanja pertahanan Jepang dengan 6,5% dalam anggaran 1983 mulai 1 April. Kenaikan ini memang ditunggu-tunggu Reagan sejak Nakasone terpilih sebagai perdana menteri, 26 November. Jelas Tokyo mengabulkan desakan Washington supaya Jepang turut menanggung sebagian terbesar biaya melindungi Jepang dari kemungkinan serangan atau pelanggaran oleh Uni Soviet. Tetapi itu berarti pengembangan kekuatan militer Jepang yang dikhawatirkan terutama oleh tetangganya di Asia. Misalnya, Menlu Mochtar Kusumaatmadja pekan lalu berkata: "Kalau untuk pertahanan nasional, itu hak Jepang. Yang kita persoalkan, kalau dia dapat tugas menjaga keamanan di kawasan Asia Tenggara. Kalau itu yang dimaksudkan, tidak usah. Itu hak kita." Singapura tampaknya sama sekali tidak khawatir. Berkata PM Lee Kuan Yew. "Jepang sebaiknya dapat melakukan sendiri pertahanannya dan meronda perairan sekitarnya, dengan demikian membebaskan angkatan laut dan udara Amerika untuk tanggung jawab lebih jauh." Kini Amerika menempatkan 46.000 orang personil dan beberapa unit Armada ke-7 di Jepang. Dalam suatu wawancara harian Asahi Shimbun pada awal tahun, PM Lee mengemukakan bahwa perimbangan kekuatan di Asia Tenggara seharusnya dipikul bersama oleh Amerika dan Jepang, Cina dan Uni Soviet. "Kalau Jepang tidak memperlakukan pertahanan dirinya secara lebih serius, perimbangan itu akan jatuh pada satu negara nonkomunis dan dua negara komunis -- suatu perimbangan yang tidak menguntungkan bagi nonkomunis." Betapa pun lampu hijau yang diberikan Singapura, sekurang-kurangnya dua negara ASEAN, Indonesia dan Filipina, cenderung menentang rencana pengembangan militer Jepang itu. Presiden Ferdinand Marcos, ketika berada di Washington tahun lewat, ditanya mengenai kemungkinan Jepang tampil sebagai suatu ancaman baru bagi negara-negara kecil di Asia Tenggara. Dia menjawab lantang: "Tentu saja! Setelah ia memperoleh kesanggupan mempertahankan diri, apa, menurut pendapat anda, yang akan dilakukannya?" PM Lee, yang juga pernah mengalami serbuan dan pendudukan bala tentara Jepang, merasa mengerti kekhawatiran Presiden Soeharto dan Presiden Marcos atas bahaya militerisme negeri Matahari Terbit itu. Tetapi, katanya, "masalahnya, dalam krisis yang akan datang bukanlah apakah Jepang akan mengulangi pendudukan bagi Kemakmuran Asia Timur Raya. Tetapi soalnya adalah apakah biaya mempertahankan kestabilan keamanan kawasan ini dapat ditanggung oleh Amerika sendiri." AMERIKA tampaknya merasa bahwa peningkatan belanja pertahanan Jenpang dengan 6,5% itu masih belum cukup. Harian Washington Post menulis, "Kenaikan terakhir ini hanyalah 4% dalam arti sebenarnya, dan anggaran pertahanan itu masih tetap di bawah 1% dari Produksi Nasional Kotor (GNP) Jepang." Sebenarnya Jepang sekarang merupakan kekuatan militer nomor 8 di dunia. Dan Amerika menghendaki supaya kekuatan Jepang mampu menjaga perairannya sendiri sampai sejauh 1.000 mil laut. Rencana pembinaan militer 5 tahun Jepang, yang disetujui kabinet Zenko Suzuki Juli lalu, menyediakan dana US$ 10,9 milyar. Pada akhir rencana 5 tahun itu, Jepang akan memiliki 178 kapal perang dengan tonase sejumlah 320.000 ton, dan 185 pesawat tempur termasuk 72 PC3 Orion. Angkatan udaranya akan mempunyai 138 pesawat tempur F-15, 58 pesawat tempur F-1, dan 35 pesawat jenis lainnya. Angkatan daratnya akan memiliki 1.314 tank, 418 pesawat udara dan sejumlah sistem persenjataan. Sekarang Jepang berkekuatan 13 divisi tentara, 50 kapal perusak dan sekitar 400 pesawat terbang dari berbagai jenis. Dengan Nakasone, yang dipandang oleh banyak orang sebagai "rajawali" dalam soal pertahanan, memegang tampuk pemerintahan Jepang, Amerika tampaknya dapat berharap kekuatan militer Jepang ditingkatkan lagi. Dan Nakasone diduga akan lebih meyakinkan Reagan, bila keduanya bertemu pekan depan, akan "aliansi" militer antara Tokyo dan Washington. Suatu kemajuan lagi dari zaman kabinet Zenko Suzuki, yang sempat terguncang tahun lalu karenanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini