Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jaringan Aktivis dan Sukarelawan Bantu Warga Myanmar Mengungsi ke India

Jaringan rahasia aktivis dan sukarelawan membantu ratusan polisi Myanmar yang membelot dari junta militer menyeberang ke negara bagian India.

26 Maret 2021 | 06.00 WIB

Warga negara Myanmar, termasuk mereka yang mengaku sebagai polisi dan petugas pemadam kebakaran, dan baru-baru ini melarikan diri ke India, memberikan salam tiga jari di lokasi yang dirahasiakan di negara bagian Mizoram di timur laut India, dekat perbatasan India-Myanmar, 15 Maret 2021. [REUTERS / Rupak De Chowdhuri / File Foto]
Perbesar
Warga negara Myanmar, termasuk mereka yang mengaku sebagai polisi dan petugas pemadam kebakaran, dan baru-baru ini melarikan diri ke India, memberikan salam tiga jari di lokasi yang dirahasiakan di negara bagian Mizoram di timur laut India, dekat perbatasan India-Myanmar, 15 Maret 2021. [REUTERS / Rupak De Chowdhuri / File Foto]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan rahasia aktivis dan sukarelawan membantu ratusan polisi Myanmar yang membelot dari junta militer menyeberang ke negara bagian India.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelarian mereka, yang menggunakan mobil, sepeda motor dan berjalan kaki melalui medan hutan lebat, sering dipandu oleh kelompok yang dipimpin oleh sukarelawan di kedua sisi perbatasan, menurut laporan dari setidaknya 10 orang yang terlibat dalam jaringan longgar atau pernah menggunakan itu untuk melintasi perbatasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Begitu sampai di India, aktivis dan penduduk lokal menyediakan makanan dan tempat berlindung di rumah yang aman, kata orang-orang itu, dikutip dari Reuters, 25 Maret 2021.

Beberapa personel polisi mengatakan mereka melarikan diri dari Myanmar karena mereka takut akan penganiayaan setelah menolak mematuhi perintah junta militer untuk menembak pengunjuk rasa.

Lebih dari 1.000 orang yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar telah menyeberang ke negara bagian Mizoram di India sejak akhir Februari, menurut anggota parlemen India K. Vanlalvena, Reuters melaporkan. Jumlah itu termasuk sekitar 280 polisi Myanmar dan lebih dari dua lusin personel pemadam kebakaran, menurut seorang pejabat senior polisi di Mizoram.

Alat yang digunakan oleh anggota jaringan pemandu itu sederhana, yakni aplikasi pesan media sosial, kartu SIM ponsel dari kedua negara, mobil jeep dan pengetahuan tentang rute penyelundupan di sepanjang Sungai Tiau, sungai kecil yang mengalir di antara pegunungan berpenduduk jarang yang memisahkan India dan Myanmar.

Beberapa personel polisi mengatakan kepada Reuters mereka takut dipenjara jika ketahuan melarikan diri oleh otoritas Myanmar.

"Ini masalah hidup dan mati," kata seorang aktivis berusia 29 tahun bernama Puia, yang telah membantu orang-orang yang datang dari Myanmar di kota Champhai di Mizoram timur, tujuh jam berkendara dari ibu kota negara bagian Aizawl. Dia meminta namanya disamarkan.

Masuknya pengungsi dari Myanmar bisa menjadi tantangan diplomatik bagi India, yang memiliki hubungan dekat dengan Tatmadaw, militer Myanmar.

Kedatangan dari Myanmar juga telah menimbulkan beberapa ketidaksepakatan antara pemerintah federal India, yang ingin menahan mereka, dan administrasi negara bagian Mizoram yang ingin memberikan bantuan sejalan dengan sentimen lokal. Suku-suku di Mizoram memiliki hubungan dekat dengan komunitas Chin Myanmar, yang dominan di daerah yang berbatasan dengan negara bagian India.

Kementerian luar negeri India dan pemerintah negara bagian Mizoram tidak menanggapi permintaan komentar.

Kementerian luar negeri India sebelumnya telah menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kudeta militer, dengan mengatakan demokrasi dan supremasi hukum harus ditegakkan. Pemerintah India telah mengeluarkan arahan kepada empat negara bagian yang berbagi perbatasan dengan Myanmar, termasuk Mizoram, untuk memperketat keamanan, menurut tiga pejabat India.

Kepala Menteri negara bagian Mizoram Zoramthanga mendesak Perdana Menteri India Narendra Modi untuk memberikan suaka kepada "pengungsi politik" dari Myanmar.

"Situasi di negara tetangga Myanmar adalah bencana kemanusiaan dengan proporsi yang sangat besar, yang tidak dapat diabaikan oleh India," tulis Zoramthanga dalam surat 18 Maret kepada Modi.

Kesaksian penyelundup pengungsi Myanmar

Garis perbatasan sepanjang 510 km antara Mizoram dan Myanmar telah lama dilalui tanpa penjagaan ketat, dengan arus orang dan barang yang konstan dimungkinkan oleh rezim perjalanan bebas visa di wilayah perbatasan.

Seorang pria yang mengelola bagian penting jaringan di kota perbatasan India di Mizoram timur adalah seorang guru berusia 60 tahun yang berasal dari Myanmar, yang berbicara bahasa Burma dan beberapa dialek lokal.

Guru tersebut mengatakan dia telah meninggalkan Myanmar setelah penindasan tahun 1988 terhadap protes pro-demokrasi oleh junta militer. Sebanyak 3.000 orang diperkirakan tewas dalam bentrokan tersebut.

Pria bertubuh kurus dengan rambut keriting pendek itu mengatakan permohonan bantuan dari orang-orang di seberang perbatasan dimulai sekitar 26 Februari, ketika pasukan keamanan Myanmar meningkatkan tindakan keras mereka terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi. Dia mengatakan menerima sekitar setengah lusin atau lebih permintaan bantuan setiap hari, beberapa melalui panggilan telepon dan beberapa melalui Facebook.

"Saya membantu mereka semampu saya," katanya sambil menyentuh layar ponselnya. "Kadang-kadang saya takut," tambah guru itu, mengatakan bahwa dia khawatir keterlibatannya dalam jaringan dapat membahayakan pekerjaannya di sekolah negeri.

Pada 11 Maret, pada hari Reuters mewawancarainya, dia mengatakan telah membantu memandu sekitar 80 orang ke Mizoram baru-baru ini. Tiga aktivis lokal lainnya berbicara kepada Reuters lebih dari seminggu kemudian memastikan angka itu, dan mengatakan mereka yakin angka itu sekarang kemungkinan dua kali lipat.

Guru tersebut mengatakan bahwa banyak orang yang datang dari seberang perbatasan diarahkan kepadanya oleh sebuah kelompok komunitas di negara bagian Chin Myanmar. Guru tersebut mengatakan salah satu kerabatnya yang menikah dan tinggal di negara bagian Chin adalah anggota kelompok.

Seorang guru sekolah berusia 51 tahun, yang membantu para pengungsi Myanmar melintasi perbatasan, difoto selama wawancara di lokasi yang dirahasiakan di negara bagian Mizoram timur laut India, dekat perbatasan India-Myanmar, 13 Maret 2021. Gambar diambil 13 Maret 2021.[REUTERS / Rupak De Chowdhuri]

Dua polisi yang baru-baru ini menyeberang ke India mengatakan mereka juga dipandu oleh kelompok yang dipimpin oleh sukarelawan di Myanmar. Keduanya menceritakan perjalanan yang melewati kota-kota di barat laut Myanmar.

Salah satu dari mereka, seorang polisi Myanmar bernama Peng, yang melarikan diri dari negaranya pada awal Maret, mengatakan dia telah mendekati "orang-orang muda" di negara bagian Chin untuk membantu pelariannya.
Dia menunjukkan kartu anggota polisi dan KTP Myanmar untuk mengkonfirmasi identitasnya kepada Reuters.

Empat personel polisi lainnya yang memasuki India pada awal Maret mengatakan mereka juga menerima bantuan dari kelompok komunitas yang berbasis di Myanmar untuk perjalanan mereka. Mereka melakukan perjalanan melalui wilayah Sagaing Myanmar dan negara bagian Chin sebelum menyeberang ke India. Kesaksian mereka dimuat dalam pernyataan bersama dalam dokumen rahasia polisi India yang ditinjau oleh Reuters.

Polisi lain yang diajak bicara Reuters, bernama Ngun, menggambarkan penyeberangan serupa. Reuters melihat kartu identitas nasionalnya, yang mengkonfirmasi namanya. Pria itu mengatakan bahwa dia tidak membawa kartu identitas polisi.

Biaya perjalanan melalui Myanmar ke perbatasan adalah antara US$ 29 (Rp 418 ribu) dan US$ 143 (Rp 2 juta), tergantung pada jarak yang ditempuh, menurut polisi bernama Peng dan Ngun. Biaya tersebut sebagian besar untuk membayar transportasi, seperti menyewa kendaraan atau menggunakan taksi bersama, kata mereka.

Ngun, polisi itu, mengatakan dia memasuki India pada awal Maret di dekat desa terpencil Mizoram yang bertengger di lereng gunung curam yang dikelilingi oleh hutan lebat, sekitar satu jam perjalanan ke Sungai Tiau.

Seorang warga negara Myanmar yang mengatakan dia adalah seorang polisi dan baru-baru ini melarikan diri ke India menunjukkan lencana di lokasi yang dirahasiakan di negara bagian Mizoram di timur laut India, dekat perbatasan India-Myanmar, 15 Maret 2021. [REUTERS / Rupak De Chowdhuri / File Foto]

Sejak 25 Februari, lebih dari dua lusin polisi, termasuk empat yang mengenakan seragam, telah dijemput dari sungai oleh tokoh masyarakat di desa, menurut seorang guru sekolah berusia 51 tahun yang tinggal di sana dan berbicara tanpa menyebut nama. Desa itu terletak sekitar 200 kilometer dari ibu kota Mizoram.

Anggota jaringan di Mizoram menerima kabar dari pihak Myanmar tentang kapan dan di mana pelarian itu berencana untuk menyeberang, menurut guru dan juga Puia, aktivis tersebut.
Kemudian, tokoh masyarakat setempat di sisi India mengirimkan kendaraan di sepanjang rute penyelundupan yang berkelok-kelok di sekitar pos paramiliter, menurut guru tersebut. Banyak dari mereka yang melarikan diri dari Myanmar beristirahat di desa sebelum menuju lebih dalam ke Mizoram.

"Karena mereka mirip kita," kata guru tentang kedatangan di Myanmar, "mereka bisa bepergian tanpa ada yang menyadarinya."

Pada 12 Maret, sekitar 116 orang dari Myanmar menyeberang ke Mizoram timur, menurut pejabat senior polisi negara bagian, mengambil keuntungan dari perbatasan yang tidak dipagari.

Di desa terdekat pada tanggal 15 Maret, sekelompok sekitar selusin orang yang baru datang dari Myanmar sedang bersantai di ruang tamu di rumah seorang pemimpin komunitas. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mereka adalah polisi dan petugas pemadam kebakaran.

Mengenakan seragam sepak bola Manchester United berwarna merah, seorang pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai petugas pemadam kebakaran menggambarkan perjalanan yang sulit dengan sepeda motor dan berjalan kaki ke India dari negara bagian Chin di Myanmar. Pria yang menyebut namanya Khaw itu mengatakan dia dan rekan-rekan pelarian bersembunyi di hutan karena takut ditangkap oleh pasukan keamanan Myanmar. Mereka tidak tidur selama berhari-hari.

Dia mengatakan dia terus-menerus mengkhawatirkan istri dan empat anak yang dia tinggalkan. Tapi selama tindakan keras militer berlangsung di Myanmar, dia menegaskan tidak akan kembali.

Lebih dari 280 orang tewas di Myanmar di tengah gelombang protes yang menuntut kembalinya pemerintah sipil pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, menurut angka dari kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP). Kelompok itu mengatakan ribuan orang di Myanmar telah ditahan sejak militer melancarkan kudeta pada 1 Februari.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus