Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FALLUJAH, setelah tiga pekan dibombardir pasukan Amerika, mendapat berkah. Kamis pekan lalu, seorang ”pahlawan” baru telah lahir, Jassem Mohammed Saleh. Bekas mayor jenderal dalam rezim Saddam Hussein ini dielu-elukan ribuan pemuda, yang bersorak-sorai sambil melambai-lambaikan bendera Irak. Dialah yang akan memimpin pasukan keamanan baru di Fallujah. Ia pun turun berkeliling kota kecil basis perlawanan kaum Sunni berkekuatan 1.500-2.000 gerilyawan itu.
Sementara itu, di pinggiran Fallujah, berbagai tank dan truk Batalion I, Resimen Mariner ke-5 Amerika, mundur meninggalkan basis-basis pertahanan terdepan mereka. Di banyak bekas pabrik dan gudang di kawasan industri yang dijadikan pangkalan selama pengepungan, mereka membongkar kawat berduri dan sarana pertahanan lainnya. Kini, kata seorang komandan tentara AS, tanggung jawab keamanan Fallujah ada di tangan ”Tentara Perlindungan Fallujah” pimpinan Saleh. Hanya sekitar 80 marinir yang akan tinggal dan ditempatkan di luar Fallujah, sementara sebagian lainnya akan ditarik mundur. Menurut Letnan Kolonel Byrne, Komandan Pasukan AS di Fallujah, marinir bersiap menarik diri dari perimeter sebelah utara kota perlawanan kaum Sunni itu.
Soal penarikan mundur pasukan AS itu sempat maju-mundur. Letkol Byrne tadinya memang sudah setuju menarik mundur pasukan Marinir AS, lima hari setelah dicapai kesepahaman dengan seterunya. Para serdadu ini akan mengosongkan area selatan Fallujah sehingga aparat keamanan Irak bisa memasuki kota dan mengambil alih kendali pengamanan. ”Rencananya, Tentara Perlindungan Fallujah (FPA) yang akan mengambil alih kota,” kata Byrne waktu itu. Sebagai gantinya, para Mujahidin disyaratkan menyerahkan seluruh senjata mereka.
Skenario semula, awal pekan ini Fallujah sudah di bawah kontrol FPA. ”Tapi mereka akan tetap berkoordinasi dengan marinir yang bertanggung jawab atas daerah itu,” Byrne mensyaratkan. Ternyata, tak lebih dari dua jam setelah pernyataan tersebut, Pentagon mengirim pesawat tempur AC-130 melibas kota ”bandel” penuh pejuang itu.
Titah dari Washington ini mensinyalkan adanya silang pendapat di kalangan pejabat tinggi Amerika. Para ”raja perang” di Pentagon sepertinya enggan meneken kontrak damai hanya karena malu dianggap tidak becus mengeliminasi kaum ”pemberontak” di Fallujah. ”Belum ada perjanjian apa pun yang disepakati,” kata Wakil Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz. Alih-alih mencari jalan tengah, Wolfowitz justru menegaskan sikap pemerintah Bush: mengisolasi penduduk sipil dan militer, sehingga korban dari pihak sipil bisa diminimalisasi ketika militer AS menyerang. Malah, Presiden George Walker Bush pun berfatwa, ”Komandan militer kami akan mengambil langkah apa pun yang diperlukan untuk mengamankan Fallujah.”
Organisasi Perlawanan Islam Irak pun menebar ejekan. Brigadir Jenderal Mark Kimmitt berdiri tegak, dengan telunjuk mengacung. Letnan Jenderal Ric Sanchez menatap tajam menantang. Donald Rumsfeld sibuk memberi keterangan pers. Tampang ketiga tokoh tentara pendudukan Amerika itu—masing-masing juru bicara militer, Komandan Pasukan Koalisi di Irak, dan Menteri Pertahanan—terpampang di lembar-lembar poster. Di bagian bawah poster, tertulis sebaris kalimat: ”Hadiah US$ 15 juta bagi siapa saja yang bisa membawa kepala ketiga orang ini!” Terkesan seperti ejekan, tapi siapa tahu ada benarnya.
Sejak Rabu pekan lalu, banyak poster jenis itu bertebaran di pelosok Fallujah. Ini bentuk kemarahan para pejuang karena sepanjang malam sebelumnya kota mereka dibombardir pasukan pendudukan Amerika. Padahal tiga hari sebelumnya sudah tercapai kesepakatan gencatan senjata, dan Amerika berjanji mundur dari sana. Amarah pun meluap, dan tiga sosok petinggi militer itu pun dijadikan sasaran pelampiasan.
Perbedaan sikap antara para petinggi sipil dan militer Amerika sepertinya makin runcing. Serdadu di lapangan tahu betul situasi seperti apa yang sedang mereka hadapi. Sementara itu, pejabat sipil Pentagon menganggap langkah itu tak lain permainan politik belaka. Saat perundingan gencatan senjata terjadi, pihak Kementerian Pertahanan justru sibuk mengepak 28 tank M-1 Abrams dari pangkalan AS di Jerman. Paket perang ini dikirim ke Bagdad sebagai amunisi tambahan untuk disiramkan ke kota kecil Fallujah dan sekitarnya.
Tetapi taktik itu dinilai licik oleh kelompok Mujahidin, yang bukan anak kemarin sore dalam peperangan—yang sebagiannya diduga berasal dari mantan anggota Garda Republik di era Saddam Hussein. Abdul Jabbar Kubaisi, petinggi Koalisi Nasional Irak, menuding pejabat militer dan sipil AS sedang menjalankan perang urat saraf. ”Kesepakatan damai hanya menguntungkan mereka, karena kekuatan kami melemah dan seluruh persenjataan akan dilucuti,” katanya. Lalu, militer AS dengan melenggang dapat menguasai Fallujah.
Namun, sebaliknya yang kini terjadi. Keamanan Fallujah kini dalam kendali Jassem Mohammed Saleh. Ia telah menjadi saksi pertempuran terburuk bagi pasukan Amerika sejak mereka memimpin invasi ke Irak, Maret 2003. ”Kami akan bekerja bersama untuk kepentingan Fallujah,” Saleh berseru kepada 400-an pemuda yang berebut menyentuhnya di Masjid Hadra al-Mohammadiyah. Mantan mayjen yang di masa Saddam bertugas di Mosul, Irak Utara, ini dilukiskan oleh warga kotanya sebagai sesepuh yang dihormati.
Kini, Saleh tinggal membuktikan kemampuannya mengamankan Fallujah. Kalau tidak, bisa-bisa Amerika datang lagi.
Rommy Fibri (Aljazeera, BBC, Reuters, TNR)
Fallujah dalam Kepungan
Fallujah, kota suci kaum Sunni itu, kian menuju titik didih pada pekan ini. Terletak sekitar 50 kilometer sebelah barat Bagdad, kota ini salah satu kawasan yang selalu membikin puyeng pemerintah pendudukan Amerika karena perlawanan warga kota ini yang tak kunjung padam. Alhasil, Amerika kian memusatkan konsentrasinya di sana. Pintu-pintu kota ditutup dan dikepung untuk melemahkan pertahanan milisi Irak. Berikut kondisi Fallujah sepanjang April 2004.
5 April:
6 April:
7 April:
9 April:
10 April:
11 April:
12 April:
19 April:
25 April:
26 April:
27 April:
Rabu, 28 April:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo