Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jepang Tunda Target 'Womenomics" Selama 10 Tahun

Pemerintah Jepang memutuskan untuk menunda tengat waktu pencapaian target kebijakan Womenomics karena target yang dianggap tak realistis

30 Juni 2020 | 14.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang memutuskan untuk menunda tengat waktu pencapaian target kebijakan Womenomics. Sebelumnya, Jepang memasang target 30 persen pos kepemimpinan di Jepang sudah diisi oleh figur perempuan pada tahun 2020.

Deadline terbaru, target 30 persen diharapkan tercapai pada tahun 2030. Keputusan ini diambil setelah Pemerintah Jepang menimbang bahwa target 30 persen tidaklah realistis untuk dicapai tahun ini.

"Mencapai target itu dengan melihat situasi di tahun 2020 sangat tidak masuk akal kalau mau mencoba realistis," ujar salah seoarang sumber di Pemerintahan Jepang sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 30 Juni 2020.

Kebijakan Womenomics adalah ide Perdana Menteri Shinzo Abe untuk meningkatkan keterlibatan perempuan di Pemerintahan Jepang. Menurut Abe, perempuan juga bisa ikut berperan di bidang politik maupun perekonomian Jepang.

Selain itu, kebijakan Womenomics juga dibuat Abe untuk merespon ketimpangan jumlah perempuan dan pria di administrasinya. Dari total seluruh posisi pemimpin di Pemerintahan Jepang, hanya 15 persen yang diduduki oleh Perempuan. Dua di antaranya berada di Kabinet Abe yang beranggotakan 19 menteri. Sebagai tambahan, Jepang berada di peringkat 121 dari 153 negara untuk keseimbangan gender di pemerintahan.

Untuk memastikan target 30 persen bisa tercapai di tahun 2030, Abe akan membuat kebijakan keseteraan gender dengan periode lima tahun. Jika tidak ada halangan, kebijakan itu akan mulai berlaku tahun ini. Walau begitu, sejumlah aktivis perempuan masih meragukan komitmen Pemerintah Jepang.

"Saya rasa tidak ada komitmen yang cukup kuat dari Pemerintah Jepang. Penundaan ini adalah salah satu wujudnya," ujar pakar tenaga kerja dan ekonomi dari Universiat Tokyo, Machiko Osawa.

ISTMAN MP | REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus