Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, mengungkap alasan Rusia memberikan suaka bagi Presiden Suriah Bashar al Assad dan keluarganya semata karena didasarkan pada nilai kemanusian. Assad meninggalkan Damaskus setelah kelompok pemberontak merebut Ibu Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di negara saya, secara politik dan kemanusiaan, itu adalah keputusan yang sangat baik dan benar," kata Tolchenov saat menggelar konferensi pers di kediamannya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tolchenov menyerahkan kondisi politik yang bersejarah itu kepada rakyat Suriah. Sebab bagaimana pun juga Suriah tetap dianggap mitra bagi Rusia.
Dilansir dari Al Arabiya, Bashar al Assad, yang memimpin Suriah dengan tangan besi selama hampir 25 tahun, menerima tawaran suaka Rusia pada Minggu, 8 Desember 2024. Langkah tersebut dia lalukan setelah kelompok anti-pemerintahannya berhasil merebut ibu kota Damaskus.
Pengambilalihan itu terjadi setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota-kota penting di seluruh Suriah dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua pekan.
Setelah rezim Assad jatuh, sebagian besar pejabat pemerintah Suriah, anggota dinas rahasia, dan penjaga penjara bersembunyi. Beberapa dari mereka mencoba melarikan diri ke negara-negara tetangga atau Eropa Barat dengan harapan dapat menghindari penuntutan hukum.
Rusia mengatakan tetap berhubungan dengan semua faksi oposisi Suriah meskipun tidak berperan dalam negosiasi. Penggunaan kata "oposisi" secara resmi oleh Rusia untuk menggambarkan kelompok-kelompok yang kini menguasai Damaskus menandai sebuah pergeseran. Sebelumnya pada Minggu lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dengan tegas menyebut kelompok-kelompok tersebut sebagai "teroris" dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera.
Rusia telah menjadi sekutu penting rezim al-Assad setelah memasuki konflik pada tahun 2015. Mulai dari memberikan perlindungan diplomatik di PBB hingga mengerahkan kekuatan udaranya yang luas untuk mempertahankan rezim. Para analis secara luas memuji Rusia karena telah mempertahankan kekuasaan al-Assad.
Melalui dukungan tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin memperluas pangkalan angkatan laut Rusia di Tartous, yang pertama kali didirikan saat pakta Suriah dengan Uni Soviet pada 1971, serta pangkalan udara terdekat di Hmeimim yang telah beroperasi sejak 2015.
Kedua pangkalan yang terletak di provinsi Latakia di pantai Mediterania Suriah ini ambisi internasional Rusia, yang berfungsi sebagai landasan peluncuran operasi untuk mendukung rezim Suriah dan juga tempat pementasan bagi Moskow untuk memproyeksikan pengaruhnya di wilayah Mediterania dan Afrika.
"Kedua pangkalan itu penting bagi Rusia," kata Mark Galeotti, kepala Mayak Intelligence, sebuah perusahaan riset dan konsultasi yang berbasis di Inggris yang berkonsentrasi pada Rusia, dan penulis beberapa buku tentang Putin dan Rusia.
Terlepas dari komitmen Moskow terhadap operasinya di Ukraina, kekhawatirannya di Libya, Sudan, dan di seluruh Afrika Tengah sebagian besar bergantung pada pangkalannya di Latakia.
"Turki tidak mengizinkan kapal perang untuk transit melalui Bosphorus," lanjut Galeotti, "yang berarti bahwa, tanpa pangkalan Rusia di Tartous, satu-satunya cara untuk memproyeksikan kekuatan angkatan laut ke Mediterania adalah melalui Baltik, yang hampir tidak ideal," katanya.
"Demikian pula, tanpa pangkalan udara di Hmeimim, memberikan dukungan udara untuk operasi di Afrika juga akan bergantung pada niat baik Turki, yang merupakan sesuatu yang tidak mungkin cocok dengan Kremlin," katanya.
Untuk saat ini, setidaknya, integritas kedua pangkalan dan personelnya tampaknya telah dijamin, kata seorang sumber di Kremlin kepada kantor berita Rusia, Interfax. Sumber Kremlin itu tidak memberikan indikasi berapa lama jaminan keamanan itu akan berlangsung. Beberapa blogger perang Rusia, yang banyak di antaranya dianggap dekat dengan militer, memperingatkan bahwa situasi di sekitar pangkalan itu masih tegang.
Pilihan editor: Hadapi Krisis Tenaga Kerja, Jepang Harapkan Bantuan Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini