Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kabut di sekitar kim il sung

Presiden korea utara kim il sung diberitakan mati tertembak. meski belum jelas benar apakah kim masih hidup, isu kematiannya bisa jadi sengaja ditiupkan pihak yang tidak suka kepemimpinan kim. (ln)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BABAK I: Tiba-tiba saja desas-desus itu santer beredar. Awalnya Minggu pekan lalu. Konon, tentara Korea Selatan yang sedang bertugas di perbatasan mendengar pengeras suara tentara Kor-Ut di seberang sana, mengumumkan bahwa Presiden Kim Il Sung mati tertembak. Bendera setengah tiang, kabarnya, juga terlihat dikibarkan. Lagu duka pun terdengar pula. Isu itu pun berkembang, dilengkapi dengan bumbu bahwa Kim mati dalam sebuah tembak-menembak, ketika ia sedang naik kereta api. Desas-desus itu disiarkan radio dan televisi Jepang sejak pukul 11 siang, Senin pekan ini. Sebuah versi lain terdengar dari sumber dinas intel Jepang: Kim mati tertembak dalam sebuah kudeta yang dipimpin seorang stafnya bernama Jenderal O Kuk Ryol. Jenderal itu dikabarkan sudah kabur ke Cina. Seakan tak mau menghilangkan kesempatan, Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengumumkan dengan resmi berita kematian seterunya itu. Berdasarkan sejumlah info itulah Presiden Chun Doo Hwan memanggil para menteri kabinetnya pada hari libur itu. Dalam sidang istimewa itu Chun memerintahkan semua petugas keamanan untuk siaga. Babak II: Muncul bantahan. Sebuah laporan kantor berita gabungan Jepang-Cina Kyodo-Xin Hua menyatakan bahwa kedatangan Sekjen Komite Pusat Partai Revolusioner Rakyat Mongolia, Zhambyn Batmunkh, di Pyongyang, disambut langsung oleh Kim Il Sung, di bandar udara Pyongyang. Upacara penyambutan itu, yang dipimpin langsung oleh Presiden Kim dan berlangsung singkat, lengkap dengan pasukan kehormatan Kor-Ut, disiarkan juga oleh radio Pyongyang, yang dapat dipantau di Tokyo, Selasa pekan ini. Namun, pada jam yang sama, tentara Kor-Sel di perbatasan lagi-lagi mendengar suara pengeras suara yang memberitakan bahwa Presiden Kim Il Sung mati, dan Kor-Ut ada di bawah kekuasaan Menteri Pertahanan Jenderal O Jin Woo. Lagi-lagi muncul bantahan. "Yang disiarkan Kor-Sel adalah kabar bohong yang jahat," kata Kedubes Kor-Ut di Beijing. Keterangan ini dikuatkan pengamatan para pengusaha Jepang yang tinggal di Pyongyang. Mereka menyatakan keadaan di sana sama seperti hari-hari sebelumnya. Seorang koresponden Reuters, Moon Ihlwan, tak melihat kelainan kegiatan pada tentara Kor-Ut, yang bertugas di perbatasan. "Mereka bercanda seperti biasa, dan bendera raksasa Kor-Ut masih berkibar penuh," kata Moon. Hingga Selasa lalu belum ada kabar yang pasti bagaimana nasib pemimpin Kor-Ut itu. Kim Il Sung terakhir kali muncul ketika menyambut kunjungan delegasi Pemuda Komunis Bulgaria ke Pyongyang, 10 November lalu. Sebelumnya ia kelihatan di Moskow, untuk memenuhi panggilan Mikhail Gorbachev. Di sana, konon, hati Kim terluka karena didamprat Gorbachev, garagara "pemakaian bantuan Soviet yang tidak pada tempatnya". Yang lebih menyakitkan hati "Pemimpin Besar" Kor-Ut ini adalah tidak adanya dukungan Kremlin pada putra kandungnya yang dijadikan calon penggantinya, Kim Jong Il, 45. Padahal, sang "Putra Mahkota" Kor-Ut ini sudah dipersiapkan lama. Meski belum jelas benar apakah Kim masih hidup, isu kematiannya yang tersebar ini bisa jadi sengaja ditiupkan oleh plhak yang tak suka kepemimpinan Kim Il Sung. Maklum, Kim mengesankan seorang tirani tulen, dalam sebuah "Monarki Marxis Pertama di Dunia". Tak bisa ditemukan lagi seorang Kristen atau Budhis di sana. Bahkan para tukang ramal, dukun, dan ahli santet tak diberi hak hidup. Semua penduduknya menggunakan pakaian dari bahan dan warna yang sama, dengan gaya dan ukuran panjang rambut yang sudah ditetapkan negara. Para dubes negara asing yang baru tiba di Pyongyang, kabarnya, runyam. Mereka diwajibkan menjalani pemeriksaan darah sebelum bisa "mengantarkan penyakit menular". Sebagai ganti pastor dan pendeta yang lenyap bagai ditelan bumi, Kim menyodorkan agama baru -- hasil ciptaannya bernama Juche. Para pemeluk agama ini tak mengenal hidup sesudah mati, sebab "mereka justru sedang berada di surga dunia yang disinari matahari gemilang sang Pemimpin Besar Kebapakan". Siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Kim Il Sung. Dengan julukan khas sebagai "Jenderal mahatahu yang ampuh bagai baja, yang merebut 100 kemenangan dalam 100 pertempuran", Kim berusaha membangun kultus pribadi. Untuk itu, dibangunnya sebuah patung raksasa setinggi 79 kaki di depan museum di jantung Kota Pyongyang. Bahkan, petugas kantor pos berhati-hati menstempel prangko bergambar Kim. Hanya pinggirnya yang boleh terkena tinta. Surat kabar bergambar dirinya tak boleh dipakai alat pembungkus sembarangan. Potret itu harus digunting dan disimpan lebih dahulu sebelum digunakan. Karena postur tubuhnya yang gemuk pendek, foto resmi Kim sedang bersalaman dengan diplomat jangkung harus direvisi sebelum dipublikasikan. Haram hukumnya jika sang Pemimpin Besar tampak cebol. Kim Il Sung yang nama aslinya Kim Sung Ju dilahirkan di Chilgol Dong, dekat Pyongyang. Latar belakang pendidikannya tak banyak diketahui. Karier militernya dimulai ketika bergabung dengan "Batalyon 4" dan "Divisi Khusus 88" -- sebuah pasukan gabungan terdiri dari tentara Cina, Korea, dan Rusia -- waktu melawan tentara Jepang pada 1941-1945. Waktu itu, Kim, yang berpangkat kapten, memimpin kembalinya 200-an gerilya Korea ke tanah airnya dari pengasingannya di Uni Soviet. Sejak itulah dia dijuluki "Pemimpin Besar". Dia pernah berkunjung ke Indonesia pada zaman Bung Karno, dan menghadiahkan sepasang pakaian dari serat batu. Tatkala Republik Demokrasi Rakyat Korea berdiri, September 1948, Kim tampil sebagai perdana menteri. Dua tahun kemudian dikirimlah tentaranya menyeberangi garis lintang 38 derajat -- garis perbatasan Kor-Ut dan Kor-Sel. Perang Korea itu berlangsung tiga tahun dan memakan korban empat juta jiwa -- 54 ribu di antaranya tentara AS, sampai Kim akhirnya menarik kembali pasukannya. Didi Prambadi Laporan S. Okawa (Tokyo), Robin Siren (Moskow) & Yuli Ismartono (Soul)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus