Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perginya sang 'pendekar'

Sekjen partai pekerja (workers' party), joshua benyamin jeyaretnam, oleh pengadilan tinggi singapura divonis 1 bln penjara dan denda s$ 5.000. dituduh melakukan pemalsuan laporan keuangan partai. (ln)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JOSHUA Benyamin Jeyaretnam, 60, tak mampu lagi berkelit dari tuntutan hukum. Karena itu, ditemani sebuah Alkitab, bekas anggota parlemen kelahiran Sri Lanka ini harus melewatkan waktunya di balik terali penjara Queenston. Pekan silam, menutup persidangan perkara yang sudah berlangsung tiga tahun, pengadilan tinggi akhirnya menjatuhkan vonis satu bulan penjara ditambah denda S$ 5.000. Hakim Lai Kew Chai berpendapat, sebagai sekjen Partai Pekerja (Workers' Party), Jeya, dan Wong Hong Toy, Ketua Umum WP, terbukti melakukan pemalsuan laporan keuangan partai. Karena itu, ia menjatuhkan hukuman pada mereka berdua. Namun, buat Jeya, bukan hukuman sebulan penjara itu yang merisaukannya, melainkan denda S$ 5.000 itulah. Menurut konstitusi, seorang anggota parlemen akan kehilangan jabatannya apabila ia dihukum penjara lebih dari satu tahun atau kena denda lebih dari S$ 2.000. Dengan begitu, Jeya pun harus kehilangan keanggotaan parlemennya. Sungguh menyakitkan, memang. Apalagi tuduhan yang dikenakan kepadanya, antara lain, hanya menyangkut soal cek S$ 400. Selain itu, masih ada lagi sanksi yang akan mematikan karier politik yang telah dibinanya sepanjang 16 tahun ini. Jeya kehilangan hak untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilihan umum selama lima tahun -- kendati ia mendapat grasi atas hukumannya. Berarti pada pemilihan umum yang dijadwalkan paling lambat tahun 1989, Jeya terpaksa hanya akan duduk sebagai penonton. Nahas yang menimpa Jeya masih belum usai. Menteri Luar Negeri Supiah Dhanabalan, yang juga ketua parlemen, mengisyaratkan Jeya masih bisa diajukan ke hadapan Komisi Hak-Hak Istimewa dalam pemeriksaan lanjutan perkara penghinaan terhadap lembaga peradilan (TEMPO, September 1986). "Kendati ia tidak lagi menjadi anggota, parlemen masih mempunyai hak untuk memeriksanya," kata Dhanabalan. Belum jelas sanksi hukum apakah yang akan ditimpakan kepada Jeya sekiranya komisi yang beranggotakan delapan orang tadi dapat membuktikan tuduhan mereka dalam sidang yang belum ditentukan waktunya itu. Tidak bisa disangkal lagi kehadiran Jeya sangat menyemarakkan panggung politik Smgapura. Dengan gaya terkadang sedlklt angkuh, ia, yang menyebut dirinya "pendekar demokrasi", menyebabkan PM Lee Kuan Yew sering kali harus turun pada acara perdebatan di parlemen. Televisi dan media massa cetak menyebarluaskan pertarungan kedua orator itu ke seantero negeri. Kendati demikian, adalah berlebihan jika menganggap parlemen akan mandul tanpa kehadiran Jeya, tulis harian pro-pemerintah The Straits Times dalam tajuk rencananya. Sebagai tokoh oposisi, Jeya memang telah membuktikan kualitasnya. Jeyalah yang pertama kali merontokkan dominasi PAP (Partai Aksi Rakyat) di parlemen ketika ia merebut daerah pemilihan Anson pada Pemilu 1981 (54% suara). Dan prestasi itu diulangi pada Pemilu 1984 (56% suara). Padahal, mengutip para pengamat, tidak mudah berhadapan dengan PAP, partai penguasa. "Bagai melawan 'Tembok Cina'," kata mereka mengibaratkan. Sebagai partai penguasa, PAP punya banyak cara untuk memobilisasikan dan mengontrol kekuatannya. Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak mudah menggalang kekuatan oposisi di negeri yang pernah dilanda kerusuhan komunis pada 1950-1960-an itu. Sejak PAP mengambil alih kekuasaan melalui Pemilu 1959, tersirat keinginan mereka untuk meletakkan dasar bagi sistem satu partai -- dalam arti "satu partai politik yang dominan yang blsa mewakill semua kepentingan masyarakat". Dan keinginan tersebut sempat terwujud ketika satu-satunya oposan mewakili Barisan Sosialis walkout dari parlemen di tahun 1968. Karena itu, kehadiran 20 partai oposisi di negeri berpenduduk 2,5 juta jiwa itu sesungguhnya tidaklah bisa diharapkan lebih banyak dari "sekadar pelengkap". Lalu bagaimana dengan Jeya sendiri? Melalui pengacaranya, Subhas, ia telah bertekad, "Saya akan kembali." Namun, jalan menuju parlemen untuk sementara, atau bisa jadi selamanya, tertutup baginya. Usianya akan terlalu tua di saat ia boleh turun lagi ke gelanggang politlk. James R. Lapian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus