KETIKA usianya genap 70 tahun, empat tahun yang silam, Kim Il Sung mendapat "hadiah besar" dari rakyatnya. Sebuah monumen raksasa dengan nama Menara Juche. Di puncak menara, api abadi menyala. "Untuk menjadi suluh yang kekal bagi dunia," kata seorang pemandu wisata kepada para tamunya. Menara itu, tampaknya, sengaja dibangun Kim, agar kekuasaan dan namanya tetap abadi sepanjang masa. Mungkin untuk lebih menjamin kekekalan namanya, ia menunjuk putranya Kim Jong Il, 45, sebagai calon penggantinya. Sang "ahli waris" hasil didikan Jerman Timur ini mulai didudukkan di kursi politik pada tahun 1973 sebaai sekretaris partai bidang organisasi dan propaganda. Selama digembleng di sana, Kim Jong Il pernah menjadi korban percobaan pembunuhan. Tahun 1978, menurut koran Tong IL Ilho -- sebuah koran oposisi berbahasa Jepang di Tokyo -- Kim Jong Il ditubruk sebuah mobil yang dikendarai anggota militer yang setla kepada Li Yung Mok, bekas komisaris politik tertinggi tentara. Seorang dokter Jepang mendapat tawaran tinggi untuk menyembuhkan seorang penting di Pyongyang. Ciri-ciri sang pasien yang terluka di kepala, mirip benar dengan Kim Jung Il Sementara itu Li Yung Mok pun dipecat dari jabatannya. Sembilan tahun kemudian, Kim Jong Il diberi kedudukan sebagai "orang keempat" dalam Majelis Rakyat Tertinggi. Untuk langkah ini, sang bapak perlu berkeliling satu setengah bulan ke Eropa Timur, untuk meyakinkan diri bahwa sang anak dapat diterima Uni Soviet dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur serta Cina. Pada masa ini juga, Kim Jong Il mendapat anugerah gelar "pahlawan bangsa" dari ayahnya sendiri. Lencana bergambar kepala Kim Jong Il menghiasi dada para prajurit Kor-Ut yang berada di wilayah demiliterisasi Panmunjom. Akhirnya, pada Juli 1984, Komite Sentral Partai Komunis Kor-Ut menobatkan Kim Jong Il sebagai calon pengganti ayahnya. Penobatan sang ahli waris, yang disebut para pendukungnya sebagai tokoh yang gigih, loyal, berakhlak mulia, dan bijak bestari itu, "merupakan keputusan yang cemerlang," ujar Radio Pyongyang. Sementara itu, buat Kor-Sel, kepemimpinan Jong Il nanti merupakan semacam pertaruhan. Gaya Jong Il bisa meniru ayahnya yang sudah cukup dikenal oleh penguasa Kor-Sel, atau mungkin lebih radikal yang bisa membuat Seoul pusing kepala. Sikap sang "Putra Mahkota" tak begitu disukai kaum tua di kalangan militer Kor-Ut, lebih-lebih oleh Menteri Pertahanan Kor-Ut Jenderal O Jin Woo, 74. Perselisihan antara keduanya terlihat jelas, ketika hari Kemerdekaan Agustus lalu. Di sana Jenderal O dicaci maki di depan umum. Akibatnya aneh. Menteri pertahanan itu raib seolah ditelan bumi awal bulan ini. Konon, jenderal ini hilang dalam suatu kecelakaan mobil misterius. Diperkirakan hal ini ada hubungannya dengan perebutan kekuasaan menggantikan kedudukan Kim Il Sung, yang dewasa ini berkecamuk di Kor-Ut. Nasib serupa dialami juga oleh Jenderal Nam Il. Tubuh pendahulu Jenderal O itu jatuh dari lantai atas sebuah kantor, ketika Kim Il Sung bersitegang dengannya. Tak heran bila perasaan ketidakpuasan terhadap kekuasaan turun-temurun itu muncul, konon juga dalam tubuh partai buruh Kor-Ut. Namun, sejauh ini belum jelas seberapa kuat kelompok penentang penunjukan Jong Il sebagai pewaris ini. Kim Il Sung's Chosen (Koreanya Kim Il Sung) memang negara yang sangat tertutup. Sekadar contoh: semua pesawat radio dirancang sedemikian rupa, sehingga hanya mampu mendengar pemancar resmi milik pemerintah. Mungkin ini yang membuat desas-desus tentang suksesi kekuasaan begitu cepat menyebar, dan gampang dipercaya. Sebagai tetangga terdekat dan "musuh" terbesar, sesungguhnya, Korea Selatan lebih menyukai kehadiran Jong Il di puncak kekuasaan -- yang tidak bisa lain kecuali meniru gaya kepemimpinan ayahnya. Sekiranya muncul tokoh lain dengan gaya yang lebih radikal, Seoul bisa pusing menghadapinya. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini