MULANYA, berita itu simpang siur. Jumat pekan lalu, pukul 14.00, petugas di bandar udara Ben Gurion, Tel Aviv, menangkap pesan radio: sebuah pesawat Uni Soviet telah dibajak, dan tengah dalam perjalanan menuju Tel Aviv. Pesawat komersialkah yang dibajak? Tak seorang petugas di Ben Gurion tahu. Untunglah, hari itu pula, ketika matahari melorot ke barat, teka-teki tadi terpecahkan. Waktu itu, pesawat sudah jelas identitasnya, sebuah Ilyushin-76. Pesawat minta izin untuk mendarat. Kontan suasana tegang melingkupi bandar Ben Gurion, yang segera dinyatakan dalam keadaan darurat. Ratusan tentara, pemadam kebakaran, dan 80 ambulan disiagakan. Israel, negeri dengan sekitar 4,3 juta penduduk, memusatkan perhatian pada detik demi detik drama pembajakan itu. Dan kemudian diketahui, persoalannya tak demikianlah pelik dan berbahaya. Lima orang Soviet, salah seorang di antaranya wanita, menyatakan baru saja membajak bis sekolah yang mengangkut 30 siswa dan seorang guru di Ordzhonikidze, Kaukasus. Soviet Selatan. Mereka menuntut tebusan US$ 2 juta dari pemerintah Kremlin dan minta pesawat sebagai imbalan keselamatan para sandera. Pihak Gorbachev mengalah. Mereka, seperti permintaannya, diterbangkan ke Israel. Lalu menyerah di Tel Aviv. Kepada polisi, pata pembajak itu mengatakan, sengaja memilih Tel Aviv, lantaran mereka percaya bahwa yang baru saja menang dalam pemilihan umum di Israel baru-baru ini, sebuah "pemerintahan anti komunis." Dijelaskan oleh Eitan Golan, wakil komandan polisi Israel, "mereka tahu dari propaganda Kremlin bahwa Israel amat tak disukai oleh Soviet. Mereka juga tahu bahwa Israel dan Uni Soviet tak punya hubungan diplomatik. Karena itu, mereka berpikir, Israel tak akan memulangkan mereka." Dan, ternyata, harapan itu sia-sia. Dari Moskow, apa dan siapanya pembajakan makin jelas. Drama dimulai Kamis pekan lalu. Lima orang bersenjata pistol, senapan pemburu, dan granat tangan, dipimpin oleh Pavel Yakshiyants, menyerbu bis sekolah. Mereka mengancam akan memenggal kepala seorang bocah, bila dalam 10 menit, tuntutannya tak dipenuhi. Seorang pejabat kantor berita Soviet mengatakan bahwa mereka narapidana perkara pencurian dan perampokan yang "selayaknya di Israel tak menghukum mereka. Malah, kata Menteri Luar Negeri Simon Perez, pihaknya bersedia mengembalikan para pembajak. Dengan syarat, memang: mereka tak dihukum mati oleh Soviet. Soviet setuju. Maka Sabtu malam, pekan alu, pesawat Soviet bertolak dari bandar Ben Gurion membawa para pembajak. Di tengah ramainya kasus visa Arafat yang merugikan citra Israel, tampaknya, pembajakan ini sedikit menguntungkan Israel, setidaknya dalam hubungannya dengan Soviet Harian Israel Haaretz menulis di halaman muka, "Pembajakan pesawat Soviet adalah kado dari surga untuk terbukanya saluran diplomatik Yerusalem dan Moskow."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini