Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kamerad Li Peng Mangkat

CINA

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Li Peng, yang dijuluki “Penjagal dari Beijing”, wafat di Beijing pada usia 90 tahun karena sakit yang tak diungkapkan, Senin, 22 Juli lalu. Dia salah satu politikus paling berpengaruh dalam dua dasawarsa pertama proses “reformasi dan keterbukaan” yang dimulai Deng Xiaoping pada 1978.

Putra seorang martir revolusi itu bergabung dengan perjuangan kaum komunis di Yan’an, Shaanxi, pada 1941, dan kemudian menjadi anggota Partai Komunis Cina. Selama perang saudara, Li bertempur di garis depan. Dia lalu dikirim ke Uni Soviet untuk belajar pada 1948. Sekembali ke Cina pada 1955, Li terlibat dalam Revolusi Kebudayaan yang dipimpin Mao Zedong.

Kariernya di pemerintahan berangkat dari posisi wakil menteri hingga ia menjadi menteri, wakil perdana menteri, lalu perdana menteri pada 1988. Dia terpilih kembali sebagai perdana menteri lima tahun kemudian. “Kematian Li adalah kehilangan besar bagi partai dan negara,” tulis kantor berita pemerintah Cina, Xinhua.

Nama Li Peng mendunia karena perannya dalam tragedi Tiananmen—pembubaran demonstrasi mahasiswa pro-demokrasi dengan kekerasan oleh tentara Cina di Lapangan Tiananmen pada 4 Juni 1989. Ratusan, bahkan mungkin ribuan orang, diperkirakan tewas dalam peristiwa itu.

Willy Lam, analis politik Cina, menilai Li telah memberikan laporan yang keliru dan berbahaya kepada Presiden Deng Xiaoping bahwa mahasiswa berupaya menggulingkan partai. “Dia berperan mempengaruhi Deng dalam keputusan fatal penggunaan tentara untuk menghancurkan gerakan prodemokrasi,” kata Lam seperti dilansir Voice of America. Li pula yang mengumumkan darurat militer dan memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat membubarkan unjuk rasa mahasiswa secara paksa.

Hingga kini, tragedi Tiananmen menjadi topik tabu di Negeri Panda. “Dia memang tukang jagal dalam pembantaian 4 Juni. Begitulah seharusnya dia diingat dunia, sejarah, dan mudah-mudahan, suatu hari, di buku pelajaran Cina,” tutur Wu’er Kaixi, aktivis dalam demonstrasi itu.

 


 

INGGRIS

Janji Brexit Boris Johnson

BORIS Johnson menghadapi tugas berat setelah terpilih sebagai perdana menteri menggantikan Theresa May, Rabu, 24 Juli lalu. Johnson harus bisa mewujudkan hasil referendum Brexit dan membawa negaranya keluar dari Uni Eropa paling lambat 31 Oktober mendatang.

Dalam pidatonya setelah memenangi pemilihan Ketua Partai Konservatif, sehari sebelumnya, pria 55 tahun ini berjanji mewujudkan Brexit, menyatukan Inggris, dan mengalahkan pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn. “Kita akan memberikan energi baru pada negara ini,” katanya seperti dikutip Euronews.

Johnson mengatakan Uni Eropa harus membuka kembali perjanjian penarikan Inggris yang diajukan May pada November 2018. Bekas Wali Kota London ini menyatakan siap berunding ulang dengan Uni Eropa, dengan atau tanpa kesepakatan.

May sebelumnya gagal membawa Inggris keluar dari Uni Eropa setelah sederet opsi kesepakatan yang disodorkannya ditolak Parlemen. Resistansi itu di antaranya justru berasal dari partainya. Atas kegagalannya itu, May mengundurkan diri setelah tiga tahun menjabat.

 


 

HONG KONG

Unjuk Rasa Prodemokrasi Diserang Triad

KEMUNCULAN triad yang merecoki unjuk rasa prodemokrasi damai di Hong Kong menyulut kekesalan masyarakat. Kemarahan publik berkobar sejak Ahad, 21 Juli lalu, setelah sekelompok pria ber­kaus putih serta bersenjata tong­kat dan pentungan menyerang para demonstran.

Penyerangan di stasiun dan di dalam kereta api di Yuen Long, barat laut Hong Kong, itu menyebabkan sedikitnya 45 orang terluka. Kebanyakan korban mengalami memar. Polisi menuai banyak kecaman karena dinilai terlalu lamban merespons kekerasan itu.

Masih belum terungkap kelompok triad mana yang melancarkan serangan dan apa motifnya. Tapi para pengunjuk rasa, yang rutin turun ke jalan memprotes rencana revisi undang-undang ekstradisi sejak beberapa pekan lalu, tidak tinggal diam. “Saya akan kembali turun ke jalan,” ucap aktivis Max Chung, yang meminta izin kepolisian untuk menggelar aksi protes di Yuen Long.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus