Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Predikat “perempuan pertama” rupanya masih melekat kuat dalam perjalanan karier Christine Lagarde. Perempuan 63 tahun kelahiran Paris itu baru saja disetujui menjadi calon kuat Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), jabatan yang makin mengukuhkan predikatnya tersebut.
Dewan Eropa, yang beranggotakan kepala negara dan kepala pemerintahan dari 28 negara Uni Eropa, mencalonkan Lagarde sebagai penerus Mario Draghi, yang akan mengakhiri delapan tahun masa jabatannya pada 31 Oktober mendatang. Pencalonan Lagarde pada 2 Juli lalu itu berjalan mulus dan ia akan resmi bertugas pada 1 November mendatang.
“Dewan Pelaksana ECB tidak keberatan terhadap kandidat yang diusulkan, Christine Lagarde, yang merupakan orang dengan reputasi dan pengalaman profesional dalam bidang moneter atau perbankan,” tulis Bank Sentral Eropa menanggapi pencalonan Lagarde pada Kamis, 25 Juli lalu.
Konfirmasi itu mengantarkan Lagarde sebagai perempuan pertama yang memimpin ECB. Pencalonan itu sekaligus mengharuskannya mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), posisi yang membuat dia menjadi perempuan pertama yang menduduki pucuk pimpinan IMF.
Banyak yang ragu akan pencalonan Lagarde di ECB. Saat memimpin IMF, ia juga sempat diragukan karena minim pengalaman di bidang ekonomi. Dia pun mengakuinya. “Saya mempelajari sedikit ekonomi, tapi saya bukan ekonom super,” katanya kepada The Guardian.
Lagarde sejatinya bukan pakar ekonomi ataupun praktisi perbankan. Lahir dari pasangan guru bahasa, dia mengawali kariernya sebagai pengacara di firma hukum Baker McKenzie di Paris pada 1981. Dia ahli hukum perburuhan, antimonopoli, merger, dan akuisisi. Kerja kerasnya selama 18 tahun mengerek kariernya hingga ia menjadi perempuan pertama yang memimpin perusahaan itu. Dari kantor pusatnya di Chicago, Amerika Serikat, dia membawa Baker McKenzie naik kelas sebagai firma hukum terbesar dunia.
Selama di sana, Lagarde menelurkan paradigma “dahulukan klien”, pendekatan jemput bola yang mengharuskan pengacara mengantisipasi klien ketimbang hanya bereaksi terhadap situasi darurat mereka. Hasilnya, firma itu panen klien dan laba perusahaan melejit. Di tangan Lagarde, Baker McKenzie menjelma menjadi firma hukum internasional bernilai US$ 1,4 miliar.
Lagarde mengakhiri kariernya sebagai pengacara antimonopoli setelah mendapat panggilan telepon tak terduga dari Paris pada 2005. Dominique de Villepin, saat itu Perdana Menteri Prancis di bawah Presiden Jacques Chirac, mengajaknya bergabung dalam kabinet sebagai Menteri Perdagangan.
Ketika Nicolas Sarkozy menggantikan Chirac pada 2007, Lagarde dipertahankan dalam kabinet. Dia menyelaraskan diri dengan rezim konservatif Sarkozy yang sedang naik daun. Lagarde didapuk sebagai Menteri Pertanian dan Perikanan, tapi beberapa bulan kemudian dipromosikan menjadi Menteri Keuangan. Dia perempuan pertama yang mengisi pos itu di antara negara-negara anggota G7.
Kebijakannya kadang kontroversial. Saat kenaikan harga bahan bakar membikin masyarakat Prancis resah, Lagarde menyarankan orang-orang naik sepeda. Kepada koleganya, ia dengan santai membicarakan pentingnya “pengetatan anggaran”—istilah menakutkan dari kebijakan yang pernah diambil Presiden François Mitterrand untuk memerangi tingginya inflasi, pengangguran, dan perlambatan ekonomi pada 1980-an.
Ia juga pernah memicu kontroversi saat mengusulkan revisi undang-undang perburuhan. Menurut dia, durasi kerja 35 jam per pekan di Prancis merupakan simbol kemalasan. Di negara dengan tradisi gerakan buruh yang kuat itu, pendapat tersebut langsung memantik kecaman. Pers segera menjulukinya “Nyonya Blunder” (Madame La Gaffe).
Lagarde juga pernah tersandung skandal Tapie. Bernard Tapie, politikus flamboyan, pengusaha, eks pemilik klub sepak bola Olympique Marseille, dan orang dekat Sarkozy, menggugat bank pemerintah Credit Lyonnais, yang dia tuding menilai rendah mayoritas sahamnya di Adidas saat ia menjual perusahaan pakaian olahraga itu pada 1993.
Sebagai Menteri Keuangan, Lagarde mengizinkan kasus itu diselesaikan melalui panel arbitrase. Pada 2008, panel memutuskan membayar Tapie dengan nilai fantastis: 404 juta euro atau hampir Rp 6,5 triliun. Namun, setahun kemudian, pengadilan membalik putusan itu dan memerintahkan Tapie mengembalikan sejumlah uang tersebut.
Pengadilan Republik, pengadilan khusus untuk para menteri, pada 2016 menyelidiki kemungkinan motif politik di balik keputusan Lagarde. Hasilnya, pengadilan menyatakan Lagarde bersalah karena lalai mengajukan permohonan banding atas putusan panel arbitrase tapi tanpa menjatuhkan sanksi pidana. Meski begitu, Lagarde yakin pada keputusannya. “Itu solusi terbaik pada saat itu,” ujar ibu dua anak ini.
Lagarde lolos dari skandal Tapie dan kariernya melejit selepas krisis keuangan global pada 2008. Krisis itu dipicu bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas terbesar keempat di Amerika Serikat, akibat dihantam kredit macet sektor properti. Kehancuran Lehman Brothers memicu guncangan terbesar di Wall Street, yang menyebabkan sistem perbankan global kolaps dan memantik krisis utang negara-negara Eropa. Dalam situasi itu, Lagarde memainkan peran penting dalam menengahi kesepakatan pemberian dana talangan di antara menteri keuangan negara anggota G7.
Moncer sebagai Menteri Keuangan, Lagarde dicalonkan dan terpilih sebagai Direktur Pelaksana IMF pada 2011. Dia mengambil alih kemudi IMF saat lembaga keuangan internasional itu diterpa krisis. Dominique Strauss-Kahn, pendahulunya, dicopot setelah dituduh melakukan perundungan seksual. “IMF dalam kekacauan,” tutur Douglas Rediker, yang saat itu mewakili Amerika di Dewan Eksekutif IMF. “Salah satu hal pertama yang dia (Lagarde) lakukan adalah mengembalikan reputasi, integritas, dan kepercayaan IMF.”
Semasa di IMF, Lagarde dikenal di kalangan pemangku kebijakan sebagai juru runding ulung. Perempuan yang ketika remaja pernah menjadi atlet nasional renang indah ini mengawasi program dana bantuan untuk Yunani, Portugal, dan Irlandia selama periode krisis utang negara yang memuncak pada 2011-2012.
Strauss-Kahn yang pertama kali berkomitmen bersama Uni Eropa untuk membantu Yunani dengan duit talangan sebesar 110 miliar euro pada 2010. Sebagai ganti, Athena harus menerapkan pengetatan anggaran, termasuk dengan memotong belanja negara sebesar 30 miliar euro dan menaikkan pajak. Pemberian bantuan berlanjut setelah Lagarde mengambil alih kendali IMF. Bersama Bank Sentral Eropa, Lagarde kembali menggelontorkan dana talangan untuk Yunani sebesar 130 miliar euro pada 2012.
Yunani menerima suntikan dana bantuan untuk ketiga kalinya tahun lalu. Dengan total utang mencapai 290 miliar euro ke IMF dan Uni Eropa, negeri para dewa itu urung bangkrut. “Yunani tak dapat melunasi utang secara mandiri. Eropa harus memberikan pengurangan utang yang signifikan,” ucap Lagarde ihwal kebijakannya yang acap ditentang kekuatan ekonomi terkuat di Eropa, Jerman.
Keuletan Lagarde diakui Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. “Sebagai bos IMF, dia orang yang tangguh dan tahu apa yang diinginkannya,” ujarnya. “Saat Anda datang kepadanya untuk mendapat pinjaman, (dia) sangat tangguh dalam memberikan persyaratan. Saya tak ingin menjadi negara Eropa yang perlu pergi ke ECB meminta bantuan.” Forbes menobatkan Lagarde sebagai perempuan paling berpengaruh ketiga setelah Kanselir Jerman Angela Merkel dan Perdana Menteri Inggris Theresa May pada 2018.
Lagarde memiliki sikap mandiri sejak berusia 17 tahun selepas ayahnya meninggal. Ibunya, yang menjanda pada usia 38 tahun, harus menghidupi sendiri Lagarde dan tiga adik lelakinya. Ibunya, kata Lagarde, “Memiliki karakter yang kuat. Saya banyak belajar dari dia.”
Semasa di Baker McKenzie, Lagarde juga menyemangati sesama kaum Hawa dengan pesan: “Jangan mencoba meniru para lelaki. Jadilah dirimu sendiri dan saling mendukung.”
MAHARDIKA SATRIA HADI (BUSINESS INSIDER, IRISH TIMES, QUARTZ)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo