Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Angin kencang dan hujan lebat menyapu wilayah Jalur Gaza pada Kamis pagi, 6 Februari 2025. Badai musim dingin itu menggenangi tenda-tenda para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal. Dahsyatnya badai sampai mengoyak tenda plastik warga Gaza, yang mereka sebut rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski kondisi hidup di Gaza serba memprihatinkan, warga Gaza berkeras menolak rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang ingin menyita wilayah Gaza dan merelokasi warga ke tempat lain. Rencana Trump itu, disebut warga Gaza hanya akan membuat mereka semakin bertekad untuk bertahan di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Walaupun kami mengalami banyak tragedi di sini, walau kami harus menghadapi badai – kami akan tetap bertahan meski harus hidup tanpa atap,” kata Qassem Abu Hassoun, warga di selatan Jalur Gaza.
Keluarga Hassoun sudah kembali ke daerah asal mereka tak lama setelah gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari 2025, setelah berbulan-bulan tinggal di tenda penampungan. Keluarga Hassoun mengatakan mereka tak punya rencana untuk angkat kaki lagi.
“Orang-orang mempertahankan tanah tumpah darahnya. Orang-orang bertahan meski negara mereka tinggal pasir,” kata Hassoun.
Setelah mendengar rencana Trump, banyak warga Gaza tak bisa tidur. Mereka menghancurkan tenda-tenda darurat dari plastik dan kain yang dijadikan satu (sebagai bentuk kemarahan). Pada keesokan paginya, mereka mendengarkan pengumuman dari Israel Katz, Menteri Pertahanan Israel, yang memerintahkan tentara Israel agar mengizinkan warga Gaza yang ingin keluar secara sukarela dari wilayah terkepung itu.
Rencana Trump untuk relokasi warga Gaza mendapat kecaman dari negara-negara di dunia. Salah satunya Malaysia.
Kementerian Luar Negeri Malaysia pada Kamis, 6 Februari 2025, menilai proposal relokasi terhadap warga Palestina sebagai tindakan pembersihan etnis dan melanggar hukum internasional. Komentar itu disampaikan untuk membalas usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang ingin mengambil alih Gaza.
“Malaysia menentang segala bentuk proposal yang bisa mengarah pada relokasi atau gerakan memindahkan warga Palestina dari Tanah Air mereka. Tidakan tidak berperikemanusiaan itu adalah pembersihan etnis dan melanggar hukum internasional serta sejumlah resolusi PBB,” demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Malaysia.
Kementerian Luar Negeri Malaysia mendukung solusi dua negara sebagai jalan untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas. Malaysia yang sebagian besar warganya beragama Islam, sangat mendukung warga Palestina dan menyuarakan solusi dua negara atas konflik Israel Palestina. Malaysia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: 3 Nelayan Natuna di Penjara di Malaysia, Keluarga Waswas karena Hilang Kontak
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini