Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kanguru mengubah kiblat

Australia akan meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik dengan asia pasifik. kunjungan PM Paul Keating ke Indonesia sebagai salah satu upaya meningkatkan sikap Eropa sentris.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH Australia itu Eropa atau Asia? Pertanyaan itu ternyata selalu mengganggu Negeri Kanguru itu. Apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini ketika perang dingin berakhir dan ekonomi benua termuda itu dilanda resesi. Tak mengherankan kalau ia sedang berubah dan mulai meninggalkan keeropaannya dan makin merasa sebagai bagian dari Asia. Perubahan tersebut kelihatan nyata dalam masyarakat. Di Queensland, negara bagian yang berpenduduk 2,8 juta, ada sekitar 25 ribu orang belajar bahasa Jepang. Sedangkan di Melbourne, ibu kota negara bagian tersebut, terjadi perubahan besar di sebuah pabrik plastik milik Ford. Lenyap sudah manajemen yang membedakan atasan dengan bawahan secara kaku. Sebagai gantinya, buruh diikutsertakan dalam proses manajemen, ruangan kafetaria pabrik tak lagi menyediakan ruang khusus untuk manajer. Sekarang semua orang, baik karyawan maupun pimpinan, makan bersama di sebuah ruang besar. Proses itu terjadi ketika ekonomi dan masyarakat Australia sedang mengalami kemandekan. Sejak dua tahun terakhir ini ekonominya sedang sakit. Tahun 1989 defisit perdagangannya mencapai jumlah sedikit kurang dari US$ 17 milyar, padahal angka yang diproyeksikannya hanya sekitar US$ 4 milyar. Tahun ini angka pengangguran mencapai 10%, atau sekitar satu juta orang tak punya pekerjaan. Untuk mengatasi itu Australia terpaksa belajar dari Asia, terutama Jepang. Tragisnya lagi, dagang dengan luar negeri tak semudah tahun 1950-an dan 1960-an dulu ketika negeri itu menjadi pemasok mineral dan bahan wol. Dari keberhasilan negara-negara yang kebanyakan tak punya sumber-sumber alam, seperti Jepang, Jerman, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura bisa dibuktikan pemilikan mineral tak berarti apa-apa tanpa kepandaian untuk memproduksinya menjadi komoditi yang laku dijual di pasar dunia. Pukulan-pukulan itu telah menyebabkan Australia menanyakan kembali sikap Eropa sentris yang selama ini dianut. Sikap tersebut juga tercermin dalam politik. Desakan dalam masyarakat makin kuat saja untuk melepaskan diri dari naungan Kerajaan Inggris dan menyatakan dirinya sebagai republik. Kritik-kritik Perdana Menteri Paul Keating ke alamat Inggris dan cara ia memperlakukan Ratu Elizabeth II ketika berkunjung ke Australia pada minggu ketiga bulan Februari lalu mungkin merupakan isyarat dari keinginannya untuk melepaskan diri dari Inggris. Paul Keating berani memegang siku Ratu Elizabeth dan itu telah menyebabkan protes di kalangan masyarakat Inggris. Sikap istrinya, Annita, yang tak menekuk lututnya ketika bersalaman dengan sang ratu, juga telah mengundang protes dari kaum royalis di Inggris dan di Eropa sendiri. "Kekurangajaran" Australia makin diperlihatkan dalam pidato Keating yang menyerang sistem kerajaan Inggris dan mengetengahkan usul Australia menjadi republik. Dilihat dari keinginan Australia melepaskan identitas Inggrisnya seperti yang dilukiskan di atas bukan tak mungkin insiden "mencolek siku ratu Elizabeth" itu memang disengaja. Sikap meninggalkan keeropaan itu kelihatan juga dalam hubungan ekonomi luar negerinya. Australia sekarang telah menjadi bagian dari kawasan Asia Pasifik. Keating sendiri mengatakan, 72% dari ekspor dan 67% dari impor Australia dilakukan dengan negara-negara di kawasan ini. Investasi Negara Kanguru juga menunjukkan angka kenaikan di Asia Pasifik walaupun Amerika dan Eropa masih menjadi ladang utama para penanam modal Australia. Menurut statistik, 10% dari kegiatan buruh Australia ada hubungannya dengan pertalian ekonomi dengan Jepang. Bersamaan dengan itu pandangan yang berasal dari dasawarsa 1950-an dan 1960-an yang melihat Asia sebagai gudang kemiskinan, warung seks, dan tempat menyingkir apabila menderita tekanan psikologis sudah lama tak ada lagi. Sejalan dengan lenyapnya sikap stereotip itu makin lenyap pula perasaan lebih kaya dan lebih hebat dalam diri Sang Kanguru. Proses itu bahkan telah dimulai sejak pertengahan 1970-an. Peraturan imigrasi yang sangat membatasi jumlah imigran Asia dan orang kulit berwarna lainnya sudah dihapuskan pada tahun 1976. Walaupun demikian, persepsi ini tetap ada. Sama seperti sikap Asia umumnya yang menganggap Australia sebagai negeri rasis yang sampai sekarang belum terkikis habis. Dalam bidang politik, sikap menjadi bagian dari Asia dicerminkan antara lain oleh keterlibatannya secara aktif dalam mencari jalan keluar kemelut politik dan militer di Kamboja. Australia turut secara aktif mendamaikan pihakpihak yang bertentangan di negeri itu. Australia juga mengirim personel yang bekerja untuk PBB di Kamboja. Perubahan sikap tersebut tercermin pula dalam corak masyarakatnya. Sekarang yang namanya orang Australia bukan hanya satu macam manusia dengan kulit putih, warna mata biru, dan rambut pirang. Ada ratusan ribu orang Australia yang bermata sipit, berkulit kuning, atau sawo matang. Mereka itulah bagian dari mozaik Australia baru: para imigran baru dari Hong Kong, Vietnam, dan Asia Tenggara. Benar, dua tahun silam, kuota imigrasi dari Asia mencapai jumlah 140 ribu, tahun 1990-1991 angka itu dipotong menjadi 110 ribu, dan dewasa ini diturunkan lagi sampai 50 ribu saja. Tapi pemerintah Australia berjanji angka kuota itu akan ditingkatkan lagi setelah ekonomi Australia bangkit lagi. Dilihat dari faktor-faktor di atas, kunjungan Keating ke Indonesia bukan hanya sekadar memperbaiki hubungan yang sering mendapat cobaan dalam beberapa tahun terakhir ini. Kedatangan perdana menteri baru Australia ke Jakarta juga bisa ditafsirkan sebagai bagian dari usaha negara itu untuk meninggalkan masa lalunya. Dengan demikian, era baru bisa dimulai: Australia yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Asia-Pasifik. ADN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus