SEJARAH suka berulang di Polandia, terutama menyangkut pemimpin
Partai Komunis. Wladyslaw Gomulka menaiki tangga kekuasaan
ketika kaum butuh resah tahun 1956. Ia terguling waktu kerusuhan
kaum buruh terjadi lagi tahun 1970 yang tak bisa
dikendalikannya, hingga bangkit Edward Gierek. Dan Gierek pun
terjungkir akhirnya karena gerakan kaum buruh yang menuntut
perbaikan nasib.
Krisis perburuhan melanda Polandla dalam dua bulan terakhir ini,
setelah pemerintahan Gierek menaikkan harga daging. Pada mulanya
para pekerja galangan kapal Lenin di Gdansk mogok. Dari Gdansk,
di pantai Baltik, pemogokan itu menular ke mana-mana termasuk
pusat tambang batu bara Silesia, Katowice, yang membuat ekonomi
negeri itu lumpuh.
Dalam perkembangannya mereka bukan lagi mogok karena kenaikan
harga dan meminta tambahan upah, tapi menuntut pula kebebasan
berserikat dan hak mogok. Gierek mengulur dan menempuh jalan
musyawarah. Lech Walesa, pekerja listrik berusia 37, membuktikan
dirinya tangguh membela kepentingan buruh. Ia disegani dan
berwibawa. "Ketua yang terhormat," demikian ucap Mieczyslaw
Jagielski, yang mewakili pemerintah, terhadap Walesa dalam
perundingan.
Suatu Minggu petang, akhir Agustus, kedua pihak menandatangani
dokumen dalam suatu upacara di Gdansk. Banyak orang Polandia,
yang menyaksikan kejadian itu lewat teve, seolah bermimpi dan
bertanya apakah ini benar.
Tak pernah terpikir, ketika mereka mulai mogok 17 hari
sebelumnya, persetujuan begitu akan tercapai. Dokumen itu
mengakui hak mogok kaum buruh dan eksistensi serikat buruh yang
bebas dari ikatan Partai Komunis. Belum pernah itu diakui dalam
negeri lain yang masuk kubu Soviet.
Tapi Edward Gierek, 67 tahun, tak lama kemudian (5 September)
diberitakan menderita serangan jantung dan dirawat di rumah
sakit. Sebagian besar pekerja yang tadinya mogok -- sekitar
600.000 pada puncaknya -- baru saja mulai aktif kembali. Dan
Sejm (parlemen) baru hendak membicarakan persetujuan tentang
perburuhan itu.
Kondisi Gierek persis seperti Gomulka yang juga jatuh sakit 10
tahun lalu. Ketika berita itu tersiar, banyak orang segera
menduga bahwa kekuasaan Gierek berakhir. Memang tanpa membuang
waktu lagi, komite sentral partai mengangkat Stanislaw Kania
sebagai sekretaris pertama, menggantikan Gierek.
Kania, bekas kepala polisi, belum begitu dikenal di luar
Polandia. Pidato pertamanya sebagai pemimpin Polandia
disampaikannya dalam sidang komite sentral partai. Orang lain
membacakannya untuk siaran televisi, suatu pertanda ia buat
sementara, belum mau menonjolkan diri. Memang ia, seperti
dinyatakannya, ingin "kearifan kolektif" berlangsung dalam
pimpinan negara.
Partai Komunis pimpinan Kania mengakui kesalahan di zaman Gierek
yang sempat terpisah dari kelas pekerja. Perundingan dengan
pihak buruh baru-baru ini dianggapnya suatu usaha memperbaiki
kesalahan tadi.
Dengan tersingkirnya Gierek, pimpinan partai tampaknya dapat
kebebasan dalam merumuskan kebijaksanaan baru dan mengadakan
perubahan seperlunya. "Tugas terpenting ialah memulihkan
kercayaan rakyat pada partai," kata Kama.
Tak kurang pentingnya ialah pimpinan baru itu ingin meyakinkan
tetangga, Uni Soviet, bahwa Partai Komunis Polandia sanggup
mengatasi keadaan. Hari-hari terakhir ini selalu ada
kekhawatiran dunia akan kemungkinan barisan tank Soviet memasuki
Warsawa. Praha melalaminya dalam tahun 1968, ketika partai di
Cekoslovakia tak mampu menekan gerakan kebebasan.
Harian Pravda, suara partai di Moskow, telah menuduh bahwa
"unsur antisosialis" menghasut kaum buruh Polandia. "Unsur
anti-sosialis" itu, tulis Pravda, berhubungan dengan
"pusat-pusat subversi Barat" untuk "mengalihkan Polandia" dari
haluan komunis.
Tuduhan Moskow seperti itu tak mengherankan lagi. Gerakan buruh
Polandia itu memang menunjukkan suatu erosi, kemunduran sistem
komunis. Sesudah Gdansk, berbagai kalangan profesi -- seperti
penulis, guru, dosen dan artis -- menyuarakan pula tuntutan
kebebasan, yang oleh Moskow dianggap suatu "penyakit Polandia"
yang dikhawatirkannya akan menular ke negara Eropa Timur
lainnya.
Tapi Polandia (berpenduduk 35 juta) memang sakit, yaitu
ekonominya. Utangnya mencapai US$ 20 milyar. Di mata bankir,
negara itu hampir bangkrut. Pencicilan utang tahun lalu
(sebagian besar ke negara Barat) harus dilakukannya sebanyak
lebih 90% dari hasil ekspornya (bandingkan dengan Indonesia, di
bawah 20%). Pemogokan buruhnya ditaksir merugikan ekspornya
sebanyak US$ 500 juta. Sedang tambahan upah (sekitar 10%)
ditaksir akan mencapai US$ 3,3 milyar -- jika pemerintah
sesungguhnya mengabulkan tuntutan buruh. Banyak duit akan
beredar, sedang barang konsumen dan pangan tak cukup tersedia
untuk menyedotnya.
Wakil PM Jagielski, yang tadinya berunding di Gdansk, memimpin
delegasi Warsawa ke Moskow pekan lalu guna menjelaskan kesulitan
Polandia. Walaupun menyetujui penggantian Gierek oleh Kania,
Kremlin belum terdengar buktinya akan membantu meringankan beban
ekonomi Polandia. Sedang pemerintah Amerika Serikat sudah
menjanjikan bantuan gandumnya dalam jumlah besar. Bahkan
Presiden Carter menghimbau negara Barat lainnya supaya ikut
membantu Polandia.
Tapi Kania di Barat belum dikenal seperti Giereks, yang suka
membaca harian Prancis Le Monde. Adalah Gierek yang menggalakkan
perdagangan Polandia dengan Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini