BARU kali ini dalam sejarah Kongres Rakyat Nasional di RRC suara
tidak setuju ataupun blanko terdengar. Itu terjadi dalam
pemungutan suara untuk mengadakan perubahan konstitusi. Ada
suara blanko, misalnya, dalam pemungutan suara mengenai
dicabutnya hak menyuarakan pendapat melalui poster dinding. Dan
ketika UU Perkawinan yang baru diajukan, terdapat 4 suara yang
menolak.
Begitu pun Kongres itu akhirnya pekan lalu mencapai rekor,
melahirkan 2300 keputusan, sesudah 12 hari bersidang. Antara
lain mengenai pemungutan pajak pendapatan bagi perorangan dan
perusahaan patungan. Adalah pertama kalinya dalam sejarah RRC
bahwa warganegara yang berpenghasilan lebih dari 800 yuan (Rp
300.000) akan dikenai pajak yang berkisar 5 sampai 45%.
Sementara itu bagi perusahaan patungan, beban pajaknya
ditetapkan sebesar 33% dari keuntungan. Dan diputuskannya yang
tak kurang pentingnya, mengenai kewarganegaraan. Yaitu orang
Cina yang menjadi warganegara non-Cina tak boleh lagi sekaligus
mempunyai kewarganegaraan Cina. Ini berarti RRC resmi mengakhiri
kewarganegaraan rangkap orang Cina di perantauan selama ini.
Korban Pembersihan
Dari semua keputusan Kongres itu, pengunduran diri PM Hua
Guo-feng dan 7 wakil PM, termasuk Deng Xiao-ping, tentu saja
merupakan puncak acara sidangnya kali ini. Karena pergantian
tampuk pimpinan pemerintahan di suatu negara komunis jarang
berlangsung selancar itu. Apalagi Kongres juga mengesahkan
pemisahan kekuasaan partai dan pemerintahan. Dengan struktur
kekuasaan yang baru ini, partai hanya berfungsi menetapkan garis
besar kebijaksanaan, sementara pemerintah menjadi pelaksana yang
bebas dari campur tangan partai.
"Ini merupakan langkah ke depan dari suatu perubahan sistem
kepemimpinan negara," kata Ye Jianying, Ketua Kongres Rakyat
Nasional pada pidato penutupan sidang. Ye, marsekal yang berusia
82, tampaknya belum akan pensiun. Walaupun belum pikun, Ye
sebenarnya sudah uzur, berjalan dengan dipapah ke kursi
khususnya selama sidang.
Hasil kongres ini paling tidak menandakan semakin tergesernya
pengikut Mao yang setia. Apalagi pimpinan pemerintahan yang baru
pernah iadi korban Revolusi Kebudayaan. ZhaoZiyang, kini PM yang
menggantikan Hua, seorang korban pembersihan yang dilakukan
'komplotan 4' yang dipimpin janda Mao, Jiang Qing. Begitu pula
halnya dengan Yang Jingren, seorang dari 3 wakil PM yang baru
saja diangkat. (Dua wakil PM lainnya adalah Menlu Huang Hua dan
Deputi Kepala Staf Tentara Zhang Aiping yang disetujui Kongres).
Yang Jingren 65 tahun, tokoh Islam dari Provinsi Ningxia, Cina
Utara, memang bukan orang baru dalam partai. Ia telah memegang
berbagai jabatan baik di bidang sipil maupun militer. Sebelum
diganyang 'komplotan 4'-- karena dituduh 'penganut jalan
kapitalis' -- Yang adalah Sekretaris Pertama PKC di Provinsi
Hui. Dengan pengangkatan Yang, pertama kalinya seorang Islam,
Imam pula, mendapat posisi yang begitu tinggi dalam pemerintahan
Cina.
PM Zhao, 61 tahun, dikenal pragmatis. Sebagai korban Revolusi
Kebudayaan, Februari 1967, ia sempat harus berpawai di sepanjang
jalan di Canton sambil diteriaki massa. Ia dituduh 'belajar dari
kaum kapitalis' dan lebih 'mengutamakan produksi dari pada
politik'. Waktu itu ia jatuh bersama Deng Xiao-ping.
Berkat bantuan mendiang PM Zhou Enlai (Chou En-lai) beserta Ye
Jianying dan Li Xiannian, (bekas Wakil PM), ia bisa lebih cepat
muncul kembali dalam arena politik ketimbang Deng. Ia mendapat
tugas batu di Mongolia pada Mei 1971, sementara itu Deng kembali
menduduki jabatan di pemerintahan pada tahun 1973.
Lahir di Provinsi Henan tahun 1919 Zhao adalah anak seorang tuan
tanah. Pendidikannya kira-kira setaraf dengan SMA. Dari segi
pengalaman luar negeri, ia sama sekali tidak bisa dibandingkan
dengan mendiang Zhou Enlai, Dalam waktu belakangan ini ia baru 2
kali ke Eropa. Sebelum itu ia sama sekali tidak pernah keluar
dari Cina. "Saya kira itu bukan masalah, bagaimana pun ia pintar
dan lihai," komentar seorang diplomat Barat di Beijing.
Namun sukses Zhao dalam menerapkan gaya ekonomi kapitalis di
Provinsi Sichuan telah membawanya ke jenjang tertinggi di bidang
pemerintahan. Ia adalah orang pertama yang memperkenalkan sistem
bonus dan pembagian keuntungan di perusahaan negara. Hal itu
pulalah yang sempat membuat dia terdepak ketika Revolusi
Kebudayaan berkecamuk.
Sekarang peluang semakin terbuka buat Zhao untuk menerapkan gaya
ekonomi kapitalis, bukan hanya di Sichuan tapi buat seluruh
Cina. Dan sidang Kongres mengesahkan pengangkatannya sebagai PM
dengan suara bulat.
Tapi anaknya, Zhav Jin, terpaksa "tercampak" jauh dari
kesenangan hidup di Beijing. Karena sang ayah bakal jadi PM.
Zhao Jin -- perwira tentara yang berusia 31 mendadak dapat tugas
baru ke wilayah perbatasan Yunnan yang tawan.
Itu suatu contoh langkah yang agaknva membuat rakyat Cina
menghargai Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini