Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Karena Demokrasi Belum Matang

Pemerintah Myanmar mengesahkan undang-undang yang mengistimewakan legislator yang akan pensiun. Upaya saat-saat terakhir untuk mempertahankan pengaruh militer.

18 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota parlemen berseragam tentara itu berpidato dengan nada gusar. Di layar, gambar-gambar tank, senjata berat, dan patung tentara dalam pose heroik bergantian tayang, membantunya berargumentasi dalam perdebatan yang berlangsung pada pertengahan Juni tahun lalu.

Topik sidang hari itu adalah perubahan konstitusi, yang berlaku sejak 2008, untuk mengakomodasi keinginan mengurangi peran politik militer yang luar biasa besar di era baru Myanmar. Keinginan ini rupanya tak berlaku di kalangan militer. Suara keberatannya disampaikan wakil tentara di parlemen. "Myanmar masih dalam masa transisi demokrasi... stabilitas dan rekonsiliasi masih penting pada periode ini dan praktek demokrasi belum sepenuhnya matang," kata Brigjen Tin San Naing, anggota parlemen itu. "Saat ini bukan waktu yang tepat."

San Naing termasuk di antara 166 perwira yang ditunjuk militer untuk bertugas sebagai legislator. Menurut konstitusi, militer berhak atas seperempat dari jumlah total kursi di parlemen, sebuah jaminan kemudahan untuk menggugurkan upaya apa pun yang tak direstuinya, seperti reformasi konstitusi, melalui veto.

Peran dan pengaruh itulah yang menjadi tantangan pemerintah baru. Tantangan ini bisa jadi bahkan makin berat, terutama setelah pemerintah yang dikuasai militer mensponsori percepatan pengesahan undang-undang yang menjamin keberadaan dan kesejahteraan para legislator yang dalam waktu dekat meninggalkan kursi masing-masing. Undang-undang ini diloloskan di masa "injury time", pekan-pekan menjelang sidang pertama parlemen baru awal bulan depan, tanpa berkonsultasi dengan partai pemenang pemilihan umum pada November tahun lalu.

Laporan The Wall Street Journal pekan lalu yang diunggah di beberapa situs Myanmar, termasuk Myanmar.com, menyebutkan di antara berbagai ketentuan dalam undang-undang ini adalah skema pensiun bagi legislator yang tak terpilih lagi. Sebagian besar dari mereka adalah anggota Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan atau USDP, yang terhubung dengan militer. Ini menambah "hadiah" keistimewaan dari pemerintah berupa kontrak-kontrak bisnis berisiko besar--yang memang selama ini tak pernah diharuskan memperoleh persetujuan parlemen.

Langkah yang disebut terakhir itu bukan yang pertama sejak pemilu usai diselenggarakan. Bulan lalu, menurut para petinggi Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD, partai pemenang pemilu yang dipimpin Aung San Suu Kyi, pemerintah Presiden Thein Sein mengalihkan lima pabrik manufaktur yang menganggur dari kementerian industri yang dipimpin sipil ke kementerian pertahanan yang dikendalikan militer.

Para pejabat pemerintah beralasan pemberian kontrak-kontrak itu diperlukan demi menjaga kelangsungan negara di masa peralihan, dari saat pemilu hingga dilantiknya anggota parlemen baru, juga pemilihan presiden pada 31 Maret. Deputi Menteri Keuangan Maung Maung Thein, misalnya, menegaskan bahwa "pertunjukan harus tetap berlangsung berapa pun ongkosnya" demi memastikan berhasilnya modernisasi ekonomi.

Di kalangan NLD justru timbul kekhawatiran. Para pejabat partai ini melihat pemerintah asal mengebut pengerjaan proyek-proyek tanpa pertimbangan yang mendalam. Menurut mereka, pemerintah baru yang bakal menanggung bebannya.

Yang lebih mengganggu NLD dan kalangan yang berharap Myanmar bisa sepenuhnya beralih ke pemerintah sipil adalah motif sesungguhnya dari semua langkah itu. Bagi mereka, terlihat bahwa militer bermaksud mempertahankan pengaruh, terutama dalam pengelolaan aset-aset negara.

Ditambah konstitusi yang belum bisa diperbarui, Myanmar jelas belum akan segera lepas sepenuhnya dari kendali militer. Seperti kata Brigjen Tin San Naing dalam sidang parlemen tahun lalu, saat ini waktunya belum tepat.

Purwanto Setiadi (The Australian, BBC, MarketWatch, Mizzima)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus