Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kasihan Rakyat Brunei

26 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baru 18 tahun usia Jill Lauren tatkala dia mendarat di Brunei, suatu hari pada 1990. Nona Lauren mengaku-dalam tulisan-tulisannya yang luas dipublikasikan-bahwa di Brunei dia hidup sebagai perempuan simpanan Pangeran Jefri Bolkiah. Adik Sultan Hassanal Bolkiah ini dikenal sebagai playboy; menurut Lauren, sang Pangeran bahkan memelihara sebuah harem yang menghimpun puluhan perempuan dari berbagai negara.

Selama 18 bulan Lauren, yang besar di Livingston, New Jersey, Amerika Serikat, bersaing dengan gundik-gundik lain untuk melayani Pangeran Jefri. Melalui tulisannya, Lauren membuka rahasia lama bahwa dirinya sempat pula dihadiahkan kepada Sultan.

Setelah meninggalkan Brunei, dan berhasil menempa tekad menghadapi hidup baru, dia memilih menjalani profesi sebagai penulis. Pada 2010, dia menerbitkan memoar Some Girls: My Life in a Harem. Buku yang juga mengisahkan pengalamannya selama di Brunei ini dipuji kritikus dan masuk daftar buku laris The New York Times Best Seller.

Lauren terpaksa mengingat lagi masa lalunya ketika, tiga pekan lalu, ia membaca berita bahwa Brunei memberlakukan hukum syariah. Hukum itu meliputi antara lain rajam untuk pelaku perzinaan, potong tangan untuk pencuri, serta cambuk untuk pelaku aborsi, tukang minum alkohol, dan homoseks. Perempuan yang kini bersuamikan Scott Shriner, pemain bas band Weezer, ini lalu berkomentar melalui sebuah kolom.

Berjudul "How the Sultan of Brunei Violated His Sharia Law with Me", kolom yang diterbitkan di situs berita dan opini The Daily Beast pada 6 Mei lalu itu cepat beredar di media sosial. Di dalamnya dia antara lain menulis: "Pada suatu malam, dalam keadaan mabuk, pada awal 1990-an, Sultan dan saya melakukan setidaknya dua pelanggaran (hukum syariah) itu seraya menatap lampu-lampu Kuala Lumpur dari sebuah penthouse suite."

Di tengah kesibukannya, melalui surat elektronik, Jumat dua pekan lalu Lauren menjawab beberapa pertanyaan Purwanto Setiadi dari Tempo.

Mengapa Anda menulis esai itu?

Saya menulisnya karena saya merasa tergerak untuk melakukannya. Saya amat terkejut dan sedih atas penerapan hukum syariah di Brunei dan saya merasa berkewajiban menceritakan pengalaman saya.

Bagaimana tanggapan pembaca, khususnya warga Brunei?

Saya menerima curahan dukungan dari orang-orang di seluruh dunia, khususnya para perempuan. E-mail yang datang dari Brunei biasanya terbatas karena orang takut menghubungi saya. Tapi mereka yang melakukannya selalu membesarkan hati saya karena keberanian dan kata-kata mereka yang menggembirakan. Saya merasa kasihan kepada rakyat Brunei, yang kebebasannya kian terkikis.

Apakah ada tanggapan juga dari pihak Sultan Brunei? Anda berharap ada reaksi dari mereka?

Keluarga Kerajaan tak pernah menanggapi saya dan saya tak membayangkan mereka akan mulai melakukannya sekarang.

Mengapa Anda meninggalkan Brunei? Berapa lama Anda tinggal di sana?

Saya meninggalkan Brunei karena hubungan saya dengan Pangeran Jefri telah mencapai kesimpulan logisnya. Saya tak pernah jadi tahanan di sana dan selalu diperlakukan dengan sangat baik. Saya di sana datang dan pergi selama 18 bulan.

Anda mengatakan perlu waktu lama untuk bisa kembali menjadi diri sendiri. Bagaimana ceritanya?

Perlu waktu lama untuk belajar mencintai dan memaafkan diri saya sendiri untuk kesalahan-kesalahan yang saya lakukan. Perlu dukungan dan pertemanan dengan banyak orang yang menyenangkan dalam hidup saya. Saya sangat bahagia sekarang, dengan pekerjaan saya, keluarga saya, dan komunitas saya.

Ada yang mengatakan sebaiknya berikan kesempatan kepada Sultan untuk membuktikan bahwa dia kini orang yang berbeda. Tanggapan Anda?

Sultan mungkin saja sudah berbeda sekarang; saya tak tahu. Tapi bahkan jika dia kini menaati hukum syariah dengan cara yang dulu tak dia lakukan, hukum itu tetap saja buruk, melanggar hak asasi paling dasar dari rakyatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus