Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kejatuhan seorang putra mahkota

Sekjen pkc hu yaobang tersingkir dari jabatannya, dianggap mencoba memperkuat fraksinya sendiri, membiarkan aksi-aksi mahasiswa, terlalu liberal barat. vonis pencopotan hu dijatuhkan sendiri oleh deng.(ln)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJATUHAN Hu Yaobang dari singgasana Sekjen PKC (Partai Komunis Cina) disambut rakyat Cina dengan seribu tanda tanya. Apa sebenarnya yang terjadi? Suasana di alun-alun Tienanmen tampak biasa biasa saja, tapi di tempat lain orang berebut membeli koran. Bagi mereka agaknya tidak penting siapa menggantikan siapa, asalkan kebijaksanaan ekonomi "liberal" tidak berubah. Di pihak lain, mahasiswa rupanya tidak senang kalau merekalah yang dituding sebagai biang keladi kejatuhan Hu. "Sebagian dari kami merasa yakin bahwa di atas sana sedang terjadi adu kekuatan yang amat seru," kata seorang mahasiswa yang dikutip Reuters. Adu kekuatan itu memang terjadi, tapi bukan antara kelompok garis keras dan golongan pembaru, melainkan antara supremo Deng Xiaoping dan (bekas) Sekjen Hu Yaobang. Koresponden TEMPO Seichi Okawa yang memonitor peristiwa itu dari Beijing melaporkan bahwa dalam sidang Politbiro PKC Jumat pekan silam Deng dan Hu terlibat perang mulut yang mendebarkan. Dalam kesempatan itu, Deng membeberkan tiga kesalahan besar yang dilakukan Hu, yakni: mencoba memperkuat faksinya sendiri, membiarkan aksi-aksi mahasiswa hingga salah-salah Deng bisa tersingkir dan lebih gawat lagi Hu selalu memuji-muji dunia Barat. Lebih gawat dari itu, Hu dituduh sering mengadakan peninjauan ke daerah-daerah tanpa persetujuan partai, di samping itu ia acap kali mencanangkan pikiran pribadi sebagai keputusan PKC. Mendengar tuduhan Deng, Hu tak bisa menahan amarahnya. Ditegaskannya bahwa aksi-aksi mahasiswa tak lain menyuarakan kehendak lapisan bawah yang benar-benar menginginkan reformasi politik. Dalam kaitannya dengan itu, seharusnya menurut Hu para pejabat tua mengundurkan diri saja agar penahapan modernisasi bisa dipercepat. Deng segera memotong pleidoi Hu dengan tuduhan bahwa ia menampilkan gagasan liberal borjuis. Detik-detik menegangkan itu mencapai klimaksnya ketika Deng Xiaoping memaksa Hu mengundurkan diri saja. Semua peserta rapat waktu itu berdiam diri, termasuk Chen Yun, Ketua Komite Disiplin PKC. Rupanya, Hu tidak melihat jalan lain. "Kalau begitu, saya mundur saja," katanya mematuhi perintah Deng. Wakil PM Wan Li, yang mau mengikuti jejak Hu, justru dicegah oleh Deng. Permohonannya untuk mengundurkan diri ditolak, padahal ia mengaku salah karena mendukung sebagian pernyataan Fang Lizhi, yang oleh PKC dianggap sangat radikal. Fang Lizhi belum lama ini dipecat dari jabatannya sebagai Wakil Rektor Universitas Sains & Teknologi Hefei, tak lain karena ia dianggap telah bertindak sebagai otak demonstrasi mahasiswa. Demontrasi yang berlangsung satu bulan sejak November lalu akhirnya berubah jadi kemelut politik yang mencapai titik dramatis pada kejatuhan Hu Yaobang. Sekjen PKC ini kabarnya telah lama dipupuk oleh "orang kuat" Deng Xiaoping untuk menggantikannya sebagai penjaga gawang ideologi. Cerita kegawatan "putra mahkota" Hu itu dimulai oleh desas-desus yang beredar di Beijing, tak lain karena selama tiga minggu terakhir ia "raib" dan namanya tak disebut-sebut media massa. Menteri Luar Negeri Wu Xueqian, yang memberi keterangan kepada surat kabar kiri Hong Kong, Wen Hui Bao, mengatakan bahwa Hu sedang sakit dan para dokter menganjurkannya "beristirahat". Hu juga membatalkan audiensinya dengan Ketua Partai Demokrasi Liberal Jepang Noboru Takeshita, yang berkunjung ke Beijing pekan lalu. Sejak pekan lalu desas-desus tentang kemungkinan terjadinya perubahan dalam susunan pimpinan tertinggi partai makin santer, ketika diberitakan bahwa di Beijing sedang berlangsung "pertemuan tingkat tertinggi partai", yang antara lain "mendiskusikan hal-hal yang dewasa ini sedang terjadi". Segalanya menjadi jelas setelah ada konfirmasi pertemuan puncak itu memang terjadi. Juga ada pernyataan yang pada pokoknya mengatakan bahwa diskusi mendadak itu membahas demonstrasi mahasiswa dan akibat-akibatnya. Mengenai Hu dikatakan, semua peserta konperensi telah memberikan "kritik antarkamerad" terhadap "Kawan Hu". Di samping kritik, Hu mendapat pujian atas berbagai suksesnya selama ini. Ada beberapa misteri yang bisa diungkapkan dengan jatuhnya Hu. Kelompok pembaru Deng Xiaoping, dengan fraksi modernisnya di dalam pimpinan partai, ternyata tidak sekuat seperti yang disangka orang. Pada suatu langkah dan tingkat tertentu, ternyata pula, Deng harus mengalah. Tapi, kali ini, kekalahan itu begitu besar terbukti dengan jatuhnya Hu Yaobang yang telah lama diproyeksikan akan jadi penggantinya. Rahasia di balik demonstrasi mahasiswa itu sendiri juga bisa dipecahkan. Sehari sebelum Hu dicopot, Deng sendiri -- yang selama ini tak mengeluarkan komentar -- mulai bersuara. Ia menyerang "beberapa oknum" golongan intelektual yang dituduhnya menjadi penggerak dan penghasut protes mahasiswa. Sebelum itu, Rektor Institut Teknologi Guan Weiyuan dan wakilnya, Fang Lizhi, dicopot dari jabatan mereka. Keduanya dituduh lalai dalam menjalankan tugas, dengan membiarkan tumbuhnya "paham kapitalisme dan liberal Barat" di kalangan mahasiswa. Kejatuhan Hu menunjukkan bahwa ia paling tidak tahu rencana gerakan mahasiswa. Bahkan ada yang mengatakan, dialah yang mengotaki. Tapi, melihat riwayat hidupnya, karier Hu tidak dapat dipisahkan dari karier Deng Xiaoping. Kedua orang itu telah bekerja sama sejak 40 tahun lalu. Hu adalah orang kepercayaan Deng, dan dialah yang mewujudkan rencana-rencana orang kuat itu. Jadi, sebenarnya Hu tak akan bisa mengerjakan apa yang telah dilakukannya tanpa diketahui -- atau paling tidak tanpa restu -- Deng sendiri. Bahwa Hu berada di balik demonstrasi protes mahasiswa bukan pula mustahil. Walau tak pernah mengecap pendidikan formal, Hu seorang reformis yang liberal. Kariernya sejak "masa Yan'an" (1930-an) dipenuhi dengan kontaknya dengan pemuda dan mahasiswa. Bahkan sejak RRC berdiri, ia berkecimpung dalam Liga Pemuda Cina sebagai ketuanya. Liberalismenya kelihatan ketika ia diserahi pembenahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Cina pada 1975, ketika Deng ditugasi melakukan kerja rutin Zhou Enlai, dan Almarhum masih sakit-sakitan. Ia membebaskan para sarjana dan ahli lembaga riset itu dari rapat-rapat dan indoktrinasi politik, yang sebelumnya menyita waktu mereka. Ia pun menaikkan gaji dan taraf hidup para ilmuwan. Akibat tindakannya itu, namanya populer di kalangan orang-orang ilmiah. Waktu Deng dipecat untuk kedua kalinya, Hu mengalami nasib yang sama. Penyebab kejatuhan Hu merupakan sesuatu yang cukup mengejutkan. Itu merupakan pukulan bagi fraksi modernis Deng, yang ingin memacu Cina menjadi negara modern menjelang awal abad depan. Ada dua perkiraan mengenai nasib buruk yang menimpanya itu. Seperti dikatakan di atas, Hu adalah sekutu Deng terdekat. Apa pun yang ia perbuat, pasti atas anggukan Deng. Tapi mengapa Hu harus dicopot? Ada dua perkiraan yang mencoba menerangkan hal itu. Pertama, gerakan mahasiswa memang direstui Hu Yaobang, yang pada gilirannya juga mendapat lampu hijau dari Deng sendiri. Tapi, melihat kariernya yang selalu bersikap liberal, boleh jadi, dalam menjalankan instruksi Deng, Hu telah bertindak terlalu "jauh", sampai melewati "garis" yang telah ditentukan. Teori kedua mengatakan bahwa Hu telah mengambil langkah radikal, tanpa diketahui Deng. Kalau memang direstui "si orang kuat", mana mungkin ia dipecat. Satu hal sudah pasti, tindakan Hu menunjukkan bahwa "perjuangan antara dua garis" yang selalu membayangi sejarah PKC ternyata tak pernah hilang. Sampai tahun 1978, pertentangan itu berkisar pada konflik kiri-kanan, khususnya antara Mao yang biasanya dianggap radikal dan para birokrat partai. Pertentangan itu bisa disebut cekcok di kalangan para modernis sendiri, khususnya antara fraksi Deng dan fraksi Chen Yun/Peng Zhen. Pada dasarnya, kedua pihak menginginkan modernisasi dan liberalisasi di Cina. Tetapi, menurut Chen dan Peng, program itu mesti dijalankan dan bertahap. Sebaliknya, Deng dan kawan-kawan, yang tak sabar atas blokade kaum konservatif ingin menginjak gas modernisasi sedalam mungkin. Akibatnya di luar dugaan, "putra mahkota Hu" terpaksa jadi korban. A. Dahana, Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus