MAKIN nyata di Soviet, suara Partai bukan lagi segalanya. Andrei Sakharov, tokoh pembangkang Soviet -- yang pencalonannya ditolak, menjelang pemilu bulan lalu -- pekan lalu, berhasil merebut kursi parlemen dalam pemilu tambahan bagi kaum akademisi. Dalam pemilu yang memperebutkan 12 kursi itu? dia mengantungi 806 suara dari 1.101 suara, Minggu pekan lalu. Itu juga berarti bahwa kaum akademisi "konservatif" tersisih. Dari 12 wakil, cuma satu ilmuwan yang berhaluan "konservatif", yakni Georgi Arbatov, direktur Lembaga Studi Amerika-Kanada, pendukung Mendiang Leonid Brezhnev. Kemenangan Sakharov tampaknya ada kaitannya dengan makin populernya nama Boris Yeltsin, tokoh radikal dari Moskow, dalam pemilu Soviet yang bersejarah kini. Akibat kampanye Yeltsin, pihak konservatif di AIPS merasa makin dibenci rakyat. Karena itu, lantas mereka memberi kesempatan kepada Sakharov untuk mengikuti nominasi ulang dalam Pemilu tambahan bagi akademisi. Nama Sakharov bagi Soviet, tentunya, kini bukan lagi semenakutkan di masa lalu. Dulu, setiap gerak tokoh pejuang hak asasi ini berarti aib baru bagi penguasa Soviet di mata dunia. Apalagi sejak 1975, ketika dia menerima Hadiah Nobel untuk perdamaian. Hingga ia diasingkan ke Gorky, kota industri yang tertutup bagi orang asing, sejak 1980. Demikian takutnya Leonid Brezhnev, pemimpin Soviet saat itu, bila Sakharov bebas dan menyebabkan bocornya banyak rahasia militer Soviet. Apalagi kalau dia kabur ke luar negeri. Maklum, dia adalah Bapak Bom Hidrogen Soviet, yang berhasil menyejajarkan kualitas pertahanan Soviet dengan negara-negara industri Barat. Perubahan baginya dimulai di suatu pagi, di bulan Desember 1986, ketika telepon di rumahnya berdering. Sang penelepon ternyata Mikhail Gorbachev, yang memberitahukan bahwa hari itu Sakharov boleh pulang ke Moskow. Tak hanya pulang, ia pun diizinkan bekerja lagi di Akademi Ilmu Pengetahuan Soviet. Seolah membalas budi, Sakharov tak berminat hidup di luar Soviet, seperti misalnya novelis Sozhelnitsyn. Sebaliknya, dia malah berjanji akan membantu segala program pembaruan Gorbachev. Sekalipun dia pernah menyatakan kekhawatirannya, Jangan-jangan glasnost dan perestroika sekadar muslihat politik Gorbachev untuk menarik simpati rakyat Soviet dan dunia. Kalau dulu dia menggunakan koran-koran asing sebagai corong untuk menggebrak penguasa, kini tampaknya Sakharov akan menggunakan koran asing untuk mempromosikan Gorbachev. Prg
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini