Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengapa Politikus Sayap Kanan Belanda Geert Wilders Menang

Kemenangan politikus kanan Geert Wilders dalam pemilihan umum Belanda membuat parlemen khawatir. Kaum muslim merasa terancam.

31 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG perdana parlemen Belanda setelah pemilihan umum pada November 2023 berlangsung panas pada 13 Desember 2023. Partai untuk Kebebasan (PVV), partai politik pimpinan Geert Wilders, tokoh kontroversial anti-Islam, menang besar dengan mengumpulkan 37 dari 150 kursi parlemen dalam pemilihan umum. “Saya akan menjadi perdana menteri untuk semua orang Belanda, apa pun agama, ideologi, warna kulit, atau gender mereka,” kata Wilders dalam pidatonya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan politikus 60 tahun itu ditanggapi keras oleh anggota parlemen lain. “Belum pernah saya mendengar lawakan selucu ini. Wilders, yang hampir 20 tahun di dalam gedung ini, dan di luar, berusaha keras untuk mengucilkan satu kelompok besar di Belanda: kaum muslim Belanda,” ujar Stephan van Baarle, Ketua Fraksi Partai Multikultural (DENK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah legislator ragu Wilders bisa merangkul semua warga Belanda. Mereka juga mempertanyakan bagaimana Wilders akan melaksanakan program partainya yang banyak bertentangan dengan konstitusi dan hukum internasional. Keresahan kelompok tengah-kiri, yang kini berada di sisi oposisi, bertambah ketika Martin Bosma, tangan kanan Wilders, terpilih menjadi ketua parlemen pada 14 Desember 2023. Bosma dipandang sebagai ideolog kanan dan otak di balik istilah seperti kopvoddentaks, pajak untuk pemakai hijab.

Di luar dugaan, PVV menang besar dengan dukungan hampir 2,5 juta suara, kurang-lebih seperempat dari jumlah total pemilih Belanda, dalam pemilihan umum pada 22 November 2023. Ini adalah kemenangan pertama Wilders, yang sejak awal karier politiknya gencar mengumbar tema-tema kanan, seperti anti-Islam, antimigran, anti-Uni Eropa, dan menolak penanggulangan perubahan iklim.

Geert Wilders lahir di Venlo, Provinsi Limburg. Ayahnya Johannes Henricus Andreas Wilders dan ibunya Maria Anne Ording, yang lahir di Sukabumi dari keturunan Belanda, Indonesia, dan Yahudi. Wilders kecil sering diejek “karena warna rambutnya yang gelap dan raut muka Indo-nya,” tutur Marco Bosman, yang duduk di sekolah dasar yang sama dengan Wilders. “Dia dicemooh sebagai 'orang asing yang dekil',” kata Bosman dalam harian NRC.

Ketertarikan Wilders pada Israel bermula ketika dia pertama kali mengunjungi negara tersebut pada usia 18 tahun. Tidak lama kemudian dia tinggal di Kota Utrecht, di sebuah kawasan kelas menengah kulit putih yang rapi yang, menurut Bosman, pelan-pelan berubah karena kedatangan migran Turki dan Maroko yang “mengambil alih dan mengislamkan” lingkungannya.

Perjalanan politik Wilders bermula dari partai tengah-kanan VVD pada 1990. Delapan tahun kemudian Wilders menjadi anggota parlemen untuk VVD, tapi keluar dari partai tersebut pada 2004 karena menganggap agenda VVD tidak cukup konservatif. Pada 2006, Wilders mengikuti pemilihan umum untuk pertama kalinya melalui partai barunya, PVV.

Sejak 2004, Wilders terpaksa selalu dikawal ketat. Kritik pedasnya terhadap Islam dan kaum muslim memicu amarah sejumlah kelompok Islam radikal, terutama dari luar Belanda, seperti Pakistan. Alih-alih jera, Wilders tidak berhenti dengan platform anti-Islamnya. Pada 2008, dia merilis film pendek Fitna, yang menuduh Al-Quran telah memicu kekerasan. Film ini mengundang banyak kecaman baik di dalam maupun di luar Belanda, termasuk di Indonesia. Dia juga dinyatakan bersalah karena “penghinaan kelompok” oleh pengadilan di Den Haag setelah menyerukan pengurangan jumlah orang Maroko di negeri itu. Walaupun vonis ini bertahan sampai ke Mahkamah Agung, Wilders menyatakan “tidak peduli sama sekali dengan putusan ini”.

Muhsin Köktas, Ketua Penghubung Muslim dan Pemerintahan (CMO), menyayangkan dampak ungkapan kebencian Wilders selama dua dasawarsa ini. “Banyak hal yang ia serukan sekarang dianggap normal,” kata Köktas kepada Tempo di Amsterdam pada 13 Desember 2023. CMO beranggotakan 380 masjid di Belanda, lebih dari 80 persen dari semua masjid di Negeri Kincir Angin. Dari 17,6 juta penduduk Belanda, sekitar sejuta orang beragama Islam. Menurut Köktas, banyak warga muslim Belanda khawatir terhadap kemenangan Wilders.

Hal itu tidak aneh karena program kampanye pemilu PVV penuh hal seperti “Belanda bukan negara Islam: jangan ada sekolah Islam, Al-Quran, dan masjid”. PVV juga menyerukan pelarangan terhadap pendidikan Islam karena “mengancam kebebasan dan nilai-nilai kami”.

Pertemuan koalisi pertama setelah pemilu Belanda, di Den Haag, Belanda, 24 November 2023/REUTERS/Piroschka van de Wouw

Köktas menekankan bahwa Wilders tidak bisa melarang hal-hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Belanda, seperti kebebasan beragama. Namun, dia melanjutkan, ada hal-hal lain yang bisa dicapai kabinet di bawah Wilders. “Pelarangan pemakaian hijab dalam gedung pemerintahan, misalnya, bisa digolkan lewat berbagai peraturan,” ucap Köktas. “Hal-hal seperti ini bisa menghambat ibadah kaum muslim di Belanda.”

Wim Voermans, guru besar hukum konstitusi dan administratif Universiteit Leiden, memperingatkan bahwa paling tidak 20 butir dalam program pemilu PVV “bertentangan dengan konstitusi Belanda, perjanjian dan hukum Uni Eropa, serta perjanjian Eropa dan internasional”. Selain poin tentang pelarangan terhadap sekolah Islam, Al-Quran, dan masjid, ada butir tentang penahanan simpatisan jihad sebagai pencegahan. “Ini bertentangan dengan konstitusi, yang menekankan asas praduga tak bersalah dan hak atas proses yang adil di hadapan hakim yang independen dan tidak berpihak,” tutur Voermans kepada Tempo. Juga ada sejumlah poin lain, seperti pelarangan masuk peminta suaka dan pembatasan migrasi serta keluarnya Belanda dari perjanjian iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mengubah sesuatu dalam konstitusi, Voermans menambahkan, membutuhkan sedikitnya delapan tahun lewat proses yang rumit.

Menurut Chris Aalberts, penulis buku Achter de PVV: Waarom Burgers op Geert Wilders Stemmen, tentang mengapa orang memilih Wilders, mereka yang mencoblos PVV sangat beragam. “Mereka menganggap satu tema, migrasi misalnya, begitu penting sehingga rela mengabaikan poin-poin lain yang kurang mereka sukai,” kata dosen politik dan komunikasi di Erasmus Universiteit Rotterdam tersebut kepada Tempo.

Wilders dengan lihai menuding pencari suaka sebagai penyebab penting krisis perumahan yang sedang melanda Belanda. “Pertanyaan yang lebih logis adalah mengapa ada kekurangan tempat tinggal? Tapi memang lebih gampang menyalahkan pihak lain,” ujar Aalberts.

Sudah bertahun-tahun Wilders berbicara tentang “tsunami pencari suaka” yang harus dihentikan. Sesungguhnya, kata Aalberts, pencari suaka hanyalah bagian kecil dari jumlah migran yang masuk ke Belanda. Menurut statistik Kementerian Kehakiman Belanda, jumlah pencari suaka pada 2022 hanya 12 persen dari 403 ribu migran yang tiba di negeri itu. Kelompok terbesar adalah pekerja migran atau profesional, diikuti mahasiswa internasional.

Marije, anggota kepolisian Kota Purmerend, mengaku memilih PVV karena tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan dalam 10 tahun terakhir. “Saya memilih PVV bukan karena saya anti-imigrasi atau tidak suka kepada warga asing. Sama sekali tidak,” tutur Marije, yang menolak menyebut nama keluarganya, kepada Tempo.

Tempo telah mengajukan permohonan wawancara kepada Geert Wilders dan empat anggota parlemen PVV melalui surat elektronik dan panggilan telepon. Hingga tulisan ini terbit, permintaan tersebut tidak dijawab.

Untuk membentuk pemerintahan dan Wilders menjadi perdana menteri, PVV perlu membangun koalisi dengan sejumlah partai lain guna mencapai mayoritas di parlemen dengan sedikitnya 76 kursi. Namun upaya PVV bekerja sama dengan partai lain berjalan alot karena partai lain ragu akan komitmen Wilders terhadap konstitusi. “Berapa butir program pemilu yang akan dimasukkan Wilders ke lemari es? Dan bukankah orang memasukkan sesuatu ke lemari es untuk dikeluarkan lagi di kemudian hari?” kata Wim Voermans.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Arus Kanan Wilders"

Linawati Sidarto

Linawati Sidarto

Kontributor Tempo di Eropa

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus