Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kemiskinan Mengancam Israel, Ekonomi Terpuruk Akibat Perang Gaza

Perang antara Israel Hamas menyebabkan pertumbuhan ekonomi Israel terjun bebas.

25 September 2024 | 18.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perang di Gaza selama hampir setahun telah menghantam ekonomi Israel. Kemiskinan kini mengancam masyarakat termasuk di wilayah yang jauh dari pertempuran melawan Hamas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Protes massa terhadap reformasi peradilan kontroversial Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah melemahkan ekonomi Israel sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober. Namun ekonomi Israel mendapat pukulan telak akibat dampak serangan terburuk dalam sejarah dan perang yang terjadi setelahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ekonomi Israel mungkin solid, tetapi sedang berjuang untuk bertahan dari perang yang telah berlangsung terlalu lama ini," kata ekonom Jacques Bendelac, yang memperingatkan kemungkinan resesi jika pertempuran terus berlanjut.

Setelah menyusut sebesar 21 persen pada kuartal keempat tahun 2023, pendapatan domestik bruto Israel bangkit kembali sebesar 14 persen dalam tiga bulan pertama tahun 2024, menurut data resmi. Namun pertumbuhan kemudian menjadi lamban pada kuartal kedua sebesar 0,7 persen.

Tiga lembaga pemeringkat utama telah menurunkan peringkat utang Israel. Fitch memperkirakan pada bulan Agustus bahwa perang Gaza yang sudah menjadi yang terpanjang, dapat berlangsung hingga tahun 2025.

"Ada risiko perang meluas ke wilayah lain," kata Fitch.

Fokus perang dalam beberapa hari terakhir telah bergeser ke Israel utara, dengan sekutu Hamas, Hizbullah, memerangi pasukan Israel di seberang perbatasan.

Peringkat kredit Israel tetap tinggi, tetapi pejabat tinggi tetap mengecam langkah lembaga tersebut.

 

Netanyahu bersikeras bahwa ekonomi stabil dan solid dan akan membaik saat perang berakhir. Dua pendorong utama pertumbuhan Israel adalah teknologi, yang relatif terisolasi dari perang, dan persenjataan, yang merupakan berkah perang.

"Namun, mesin ekonomi yang tersisa dari pariwisata, konstruksi, dan pertanian mati satu demi satu," kata Bendelac, profesor emeritus di Universitas Ibrani Yerusalem.

Israel berhenti mengeluarkan izin kerja untuk warga Palestina setelah serangan 7 Oktober, yang menciptakan kekurangan tenaga kerja. Menurut Kav LaOved, sebuah organisasi hak-hak buruh Israel, ini merugikan Israel. 

Sebelum perang, sekitar 100.000 izin tersebut meningkatkan tenaga kerja di sektor konstruksi, pertanian, dan industri, dengan puluhan ribu warga Palestina juga bekerja secara ilegal di dalam Israel. 

Kav LaOved mengatakan hanya 8.000 pekerja Palestina yang dikecualikan dari larangan masuk untuk bekerja di pabrik-pabrik yang dianggap penting. Di pusat ekonomi Tel Aviv, pekerjaan konstruksi terhenti, dengan gedung pencakar langit dan proyek transportasi yang setengah jadi.

Pariwisata juga anjlok sejak 7 Oktober, dengan perang yang mengusir wisatawan dan peziarah religius.

Dari Januari hingga Juli, Israel menyambut 500.000 wisatawan, seperempat dari jumlah untuk periode yang sama tahun sebelumnya, kata kementerian pariwisata.

"Selama dua dekade terakhir, Israel tumbuh dengan konsumsi kredit, dan dalam situasi krisis banyak keluarga tidak dapat lagi membayar pinjaman mereka," menurut Bendelac.

Dia melanjutkan, biaya hidup yang tinggi dikombinasikan dengan perlambatan ekonomi akan mengakibatkan naiknya angka kemiskinan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus