Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI pada Kamis, 10 Oktober 2019, mengadakan focus group discussion (FGD) mengenai penanganan kasus pengantin pesanan (mail-order bride) yang marak terjadi di Cina. Berbagai pemangku kepentingan hadir dalam pertemuan itu, antara lain Wakil Duta Besar RI di Beijing, Direktur Wasdakim Imigrasi, Ditjen Dukcapil dan Bareskrim Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Momentum FGD ini sangat tepat guna meningkatkan pemahaman seluruh pemangku kepentingan, sekaligus berharap tidak ada lagi korban korban pengantin pesanan berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang Januari 2019 hingga Oktober 2019, KBRI Beijing telah menyelesaikan 36 kasus pengantin pesanan dan memulangkan ke-36 korban ke Indonesia. Kasus tersebut terbongkar hasil kerja keras berbagai Kementerian/Lembaga di Indonesia serta dari Pemerintah Cina.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, sedang membahas kasus pengantin pesanan. Sumber: dokumen Kemenlu
"Tantangan utama saat ini adalah bagaimana kita semua dapat memperkuat upaya pencegahan di dalam negeri termasuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak tergiur janji - janji keuntungan ekonomi yang biasa diberikan pada agen pernikahan" ujar Listyowati, Wakil Duta Besar RI di Beijing, Cina.
Pengantin pesanan biasa terjadi antara perempuan WNI dengan laki laki asal Cina. Fenomena ini sebenarnya sudah terjadi puluhan tahun, terutama di daerah Kalimantan Barat. Namun mengingat desakan demografi di Cina, dimana jumlah laki laki jauh lebih besar dibanding perempuan, maka pernikahan antar negara ini telah dimanfaatkan oleh agen - agen pernikahan tidak bertanggung jawab.
Agen - agen pernikahan itu mengeruk keuntungan pribadi melalui janji janji uang dan kehidupan mewah di Cina kepada calon pengantin perempuan Indonesia.