Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Kemlu Tanggapi Soal Penempatan Pasukan Perdamaian RI di Perbatasan Rusia Ukraina

Kemlu merespons isi penempatan pasukan penjaga perdamaian di perbatasan Rusia dan Ukraina.

26 Maret 2025 | 19.30 WIB

Pasukan penjaga perdamaian dari Indonesia melakukan patroli jalan kaki dan kendaraan setiap hari. Saat ini, Indonesia menyediakan 2.715 personel berseragam untuk Pasukan Penjaga Perdamaian PBB, menjadikannya kontributor keenam terbesar secara global. (Sumber: Pusat Informasi PBB (UNIC))
Perbesar
Pasukan penjaga perdamaian dari Indonesia melakukan patroli jalan kaki dan kendaraan setiap hari. Saat ini, Indonesia menyediakan 2.715 personel berseragam untuk Pasukan Penjaga Perdamaian PBB, menjadikannya kontributor keenam terbesar secara global. (Sumber: Pusat Informasi PBB (UNIC))

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rolliansyah Soemirat alias Roy angkat bicara soal kabar mengenai keinginan Rusia untuk menerima pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus dari sejumlah negara, termasuk Indonesia, di perbatasan Rusia-Ukraina. Roy menegaskan bahwa Kemlu belum menerima permintaan pasukan perdamaian tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Kemlu belum menerima permintaan resmi dari pihak manapun yang menginginkan keberadaan pasukan perdamaian Indonesia di wilayah perbatasan Rusia-Ukraina," kata Roy dalam keterangan resminya, Rabu, 26 Maret 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Roy menekankan bahwa pemerintah Indonesia senantiasa mengikuti secara dekat upaya dan proses perundingan yang sedang berjalan di antara para pihak yang bertikai. 

Lebih lanjut, Roy menyatakan bahwa Indonesia mendukung segala upaya untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina melalui negosiasi dan diplomasi yang inklusif.

Berdasarkan informasi dari narasumber Tempo, Rusia menolak pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Uni Eropa untuk berjaga di wilayah perbatasan Rusia-Ukraina. Sebagai gantinya, Rusia menginginkan pasukan perdamaian PBB dari India, Brasil, Arab Saudi, dan Indonesia. 

Dalam laporan Reuters pada 23 Januari lalu, Rusia menolak gagasan negara-negara NATO untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina jika terjadi gencatan senjata dalam perang dengan Rusia. Rusia mengatakan bahwa tindakan seperti itu akan mengancam akan menyebabkan "eskalasi yang tidak terkendali".

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan bahwa gagasan itu sama sekali tidak dapat diterima oleh Rusia. Dalam jumpa pers, ia merujuk pada pernyataan terbaru oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius tentang kemungkinan negara mereka dapat menyumbangkan pasukan untuk pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

Pistorius mengatakan dalam sebuah wawancara surat kabar pada 18 Januari bahwa Jerman, sebagai mitra NATO terbesar di Eropa memiliki "peran untuk dimainkan" dan persoalan itu akan dibahas pada waktunya.

Pada tanggal 16 Januari, Starmer mengatakan bahwa Inggris telah membahas gagasan pasukan penjaga perdamaian dengan sekutu lainnya. "kami akan memainkan peran penuh kami," ujarnya. 

Rusia mengatakan bahwa mereka terbuka untuk berdialog dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang telah mengatakan bahwa ia bermaksud untuk segera mengakhiri perang.

 

Savero Aristia Wienanto

Bergabung dengan Tempo sejak 2023, alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menaruh minat dalam kajian hak asasi manusia, filsafat Barat, dan biologi evolusioner.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus