Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai asal Inggris British Airways terancam kena denda sebesar 183 juta poundsterling atau sekitar Rp 3,2 triliun setelah sejumlah data kartu kredit penumpang penerbangan itu diduga dicuri dalam sebuah kejahatan siber. Namun sejauh ini, dugaan pencurian data itu belum menimbulkan kerugian pada penumpang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Denda tersebut dikeluarkan oleh Kantor Komisioner Informasi Inggris (ICO) setelah terjadi kejahatan siber pencurian data pribadi dan finansial penumpang British Airways pada 21 Agustus 2018 hingga 5 September 2018 dari situs ba.com dan aplikasi telepon genggam maskapai tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun data-data yang dicuri diantaranya informasi kartu kredit seperti nomor kartu, tanggal kedaluwarsa kartu, serta kode keamanan tiga digit yang biasa disebut CVV.
British Airways juga menyatakan penumpang yang memesan penerbangan British Airways antara April hingga Juli 2018 berisiko menjadi korban dari pencurian data ini. Walhasil, maskapai ini pun menyarankan mereka yang terdampak pencurian data untuk mengontak bank dan penyedia jasa kartu kredit.
Dengan jumlah denda yang mencapai 1.5 persen dari keuntungan British Airways selama 2018, maka besarnya denda yang ditetapkan menimbulkan kekecewaan bagi pihak British Airways. Berdasarkan undang-undang perlindungan data yang ditetapkan di Inggris, denda yang diterima dapat meningkat sampai 488 juta poundsterling atau sekitar Rp 8,6 triliun.
"Kami terkejut dan kecewa dengan hasil temuan ICO ini. British Airways merespon tindak kriminal pencurian data pelanggan dengan cepat. Kami tidak menemukan bukti kegiatan penipuan pada akun yang terhubung pada pencurian tersebut," ujar Direktur Utama British Airways, Alex Cruz seperti dikutip dari Mirror, 8 Juli 2019.
Sebelumnya pada September 2018, Cruz mengatakan pihaknya menemukan adanya serangan virus jahat dan sangat canggih. Kejahatan siber atau cyber crime telah mencuri data pribadi dan informasi keuangan ratusan ribu konsumen British Airways yang memesan penerbangan dengan maskapai itu pada Agustus dan awal September 2018.
Willie Walsh, Direktur Utama pemilik British Airways International Airlines Group (IAG) mengatakan pihaknya akan mempertahankan posisi mereka dengan menempuh jalan banding.
British Airways bukanlah maskapai penerbangan pertama yang mengalami kebocoran data. Pada 2018, data 9,4 juta penumpang maskapai asal Hong Kong Cathay Pacific juga mengalami kebocoran. Ketika itu, pencuri data mengambil 430 nomor kartu kredit, namun hanya 27 kartu saja yang masih berlaku.
RISANDA ADHI PRATAMA | EVENING STANDARD | THE INDEPENDENT | FORBES