Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Tunisia Kais Saied pada Kamis, 6 April 2023, menekankan negaranya bukan untuk dijual atau ‘not for sale’. Segala keputusan yang diambil oleh negara, harus berdasarkan keinginan rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saied menuduh ada sejumlah fraksi internal di Tunisia yang berupaya menjual Tunisia ke kepentingan asing. Ucapan Saied itu, disampaikannya disela-sela peringatan kematian mantan Presiden Tunisia Habib Bourguiba (1956-1987).
Saied juga menuduh ada sejumlah pihak-pihak, yang tidak dia sebutkan secara gamblang, yang menyerahkan diri ke kekuasaan asing karena rasa memiliki pada negara sudah hilang. Saied mengklaim pihak-pihak tersebut mengalami delusi konstitusional dan berebut kekuasaan, persis seperti yang pernah disampaikan mendiang mantan Presiden Bourguiba.
Dalam kesempatan itu, Saied juga meluruskan sejumlah rumor soal kondisi kesehatannya dan membantah klaim kalau dia meninggal – hidup kembali atau melakukan perjalanan ke Italia. Saied memastikan dia dan pemerintahannya tidak takut, bahkan bersedia mati demi Tunisia. Dia hanya prihatin soal delusi konstitusional dan klaim-klaim kalau jabatan Presiden Tunisia, lowong.
Sejak 23 Maret 2023, Saied tak muncul ke muka publik sehingga menimbulkan desas-desus soal kesehatannya. Kubu oposisi National Salvation Front menuntut agar Pemerintah Tunisia dibubarkan karena Presiden Saied absen sejak 23 Maret 2023.
Tunisia mengalami krisis politik yang parah sejak 25 Juli 2021. Ketika Saied mulai menerapkan sejumlah kebijakan diantaranya membubarkan pemerintah, parlemen dan dewan peradilan. Bukan hanya itu, Saied juga menerbitkan sejumlah dekrit presiden
Sejumlah pihak di Tunisia menganggap tindakan ini adalah kudeta terhadap konstitusi, namun pihak lainnya menilai ini sebagai sebuah koreksi dari revolusi pada 2011, yang menggulingkan mantan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali (1987-2011).
Saied pun menyatakan dia tidak setuju dengan proposal IMF yang menganjurkan agar dilakukan pemangkasan subsidi. Tunisia saat ini sedang menghadapi tekanan menjelang dikuncinya kesepakatan final untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan
Presiden Saied menolak pemaksaan lebih jauh karena bisa mengarah pada kemiskinan yang lebih lanjut. Sedangkan IMF menuntut adanya jaminan kalau paket reformasi bakal dijalankan sebelum uang pinjaman tahap pertama sebesar USD 1.9 miliar (Rp 28 triliun) dikucurkan. Diantara paket reformasi itu adalah pengurangan sistem subsidi, reformasi di kantor – kantor pemerintahan dan mengendalikan pembayaran gaji.
Sumber: middleeastmonitor.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.