Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SENIN dan Selasa pekan lalu, permasalahan dalam negeri Afganistan seolah diboyong ke Hotel Borobudur, Jakarta. Sekitar 20 tokoh dari negeri itu duduk bersama, didampingi puluhan wakil dari Nahdlatul Ulama, membicarakan masalah perdamaian di negeri yang kini masih dilanda konflik berdarah itu.
Tutup kepala mereka yang hadir di Ruang Sumba tersebut menyiratkan tingkat keberagaman yang tinggi di negeri itu. Sebagian mengenakan peci tinggi, seperti Presiden Hamid Karzai. Sebagian lagi mengenakan sorban, topi khas Afganistan, juga peci haji. Ada pula yang tanpa tutup kepala dan mengenakan jas.
Sepertinya semua faksi terwakili. Mantan Presiden Afganistan yang saat ini menjadi Ketua High Peace Council (Dewan Tinggi Perdamaian) Afganistan Burhanuddin Rabbani pun hadir. Juga ada Menteri Penasihat Presiden Urusan Kesukuan Wahedullah Sabawoon; anggota parlemen dari Partai Wahdat Islami, yang juga wakil masyarakat Syiah, Mohammad Mohaqiq; orang majelis ulama, Maulawi Qiyamuddin Kashaf; Wakil Ketua Senat Mohammad Alam Ezedyar; tokoh suku di Kandahar, Muhammad Sadiq Aziz; dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan di antara delegasi juga ada enam orang Taliban moderat.
Afganistan memang nyaris tak sepi dari peperangan. Dari perjuangan melawan pendudukan Uni Soviet hingga konflik bersenjata dengan Taliban, yang baru jatuh setelah ada campur tangan pasukan asing. Kini Taliban pun masih terus menggerogoti keamanan. Dampak dari kekerasan, pembangunan tak berjalan dengan baik. Padahal, misalnya, ”Tingkat buta huruf tinggi, sekitar 80 persen,” kata Fazal Ghani Kakar dari Noor Educational and Capacity Development Organization, Afganistan.
Menurut Mohammad Mohaqiq, dia dan rekan-rekannya bersedia datang karena ingin rintih ketertindasan rakyat Afganistan terdengar di seluruh dunia. ”Supaya masyarakat Indonesia lebih kenal penderitaan rakyat Afganistan,” kata Mohaqiq. ”Dan kami dapat belajar dari Indonesia.”
Meski mereka telah terbang jauh dari kampung halaman, ketegangan sepertinya tak seluruhnya luruh. Sebagian anggota delegasi nyaris bungkam selama acara berlangsung. Bahkan banyak yang tak terlibat dengan obrolan-obrolan santai atau bercanda pada saat jeda. Senyum dan tawa pun terasa mahal.
Pada hari kedua, ketika kesimpulan mulai dibicarakan, Mohammad Mohaqiq keluar dari ruangan. ”Ada yang walkout,” kata seorang anggota panitia. Menurut As’ad Said Ali, Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mohaqiq sakit. Tapi ia membenarkan adanya masalah kecil karena Mohaqiq menganggap usulnya tak diterima, seperti soal memasukkan masalah hak asasi manusia, hak perempuan, dan demokrasi. ”Padahal pendapatnya sebenarnya sudah tercantum,” ujar As’ad.
Acara yang rencananya selesai selepas zuhur ini pun akhirnya molor. Baru menjelang pukul 5 sore, kesepakatan untuk deklarasi bersama tercapai. Salah satu kesepakatan adalah mengakhiri semua bentuk konflik dan perselisihan yang terjadi di seluruh wilayah di Afganistan. Pernyataan umum dan ideal, mungkin terlalu ideal dibandingkan dengan kondisi Afganistan saat ini. ”Suatu hari perang akan berakhir, dan kami sampai pada perdamaian,” kata Wahedullah Sabawoon.
Nahdlatul Ulama, fasilitator dialog yang diberi tajuk ”Forum Konsultasi untuk Perdamaian di Afganistan” ini, memang telah bekerja keras. Organisasi massa Islam terbesar ini perlu waktu sekitar tiga bulan untuk mempersiapkannya. Kontak-kontak dimulai dengan orang Kedutaan Besar Indonesia di Kabul. Kemudian seseorang diutus ke sana. Sama seperti Indonesia, Afganistan memiliki begitu banyak suku. Faksi-faksi politik pun beragam. Akhirnya nama-nama diputuskan, dan undangan dilayangkan.
”Kami surprised,” kata As’ad melihat sambutan dari Afganistan. Apalagi cukup banyak elemen masyarakat yang terwakili. ”Afganistan harus dibantu, disemangati,” katanya.
Purwani Diyah Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo