Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Menilai Dr. Mahathir Mohamad

2 November 2003 | 00.00 WIB

Menilai Dr. Mahathir Mohamad
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Dr. Chandra Muzaffar Sarjana ilmu politik dan profesor serta mantan direktur di Pusat Dialog Peradaban di Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Kini bagian dari LSM internasional, International Movement for a Just World (JUST).

PENILAIAN adil dan berimbang terhadap seorang pemimpin hebat seperti Dr. Mahathir Mohamad hanya bisa dilancarkan sesudah beberapa tahun, atau malah dasawarsa, sesudah dia keluar dari gelanggang politik. Hasil kebijakan dan program pemimpin berwawasan tidak bisa dilihat secara jangka pendek. Tapi kami akan berusaha mengikuti prestasi Dr. Mahathir sebagai perdana menteri dan pemimpin negara selama 22 tahun, juga akan menyoroti tantangan yang masih ada pada saat pensiunnya.

Mahathir berhasil menjalankan tugasnya di politik internasional. Dari mengecam ketidakadilan sistem global, kebijakan Tel Aviv dan Washington dalam Palestina, mendorong dunia untuk membela warga Bosnia-Herzegovina yang diusir dan dibantai teroris Serbia, hingga mendorong masyarakat internasional untuk mencabut embargo pada Irak. Terakhir, secara total dia melawan Perang Irak 2003 dan menentang habis-habisan penaklukan negara tersebut.

Dr. Mahathir adalah juga pelopor kerja sama Selatan-Selatan. Konsep G15 yang mengelompokkan beberapa negara di belahan selatan adalah gagasannya. Lewat inisiatifnya yang lain, ASEAN diperluas untuk memasukkan semua negara di Asia Tenggara. Sekarang ASEAN terdiri atas 550 juta penduduk, pengelompokan yang mempunyai potensi luar biasa.

Selain itu, Mahathir juga berhasil memperkenalkan konsep Kaukus Ekonomi Asia Timur (EAEC). Tujuannya menggabungkan kekuatan ASEAN dengan negara seperti Cina, Jepang, dan Korea, yang akan menghasilkan EAEC, yang mempunyai kekuasaan ekonomi yang kuat, stabil, dan dapat mengimbangi Amerika Serikat dan Uni Eropa. Walaupun beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, meragukan gagasan di tahap pertama, kebanyakan negara di Timur Jauh sekarang lebih reseptif pada inisiatifnya selepas krisis keuangan Asia pada 1998.

Takut pada elite yang menguasai dunia unipolar ini (elite Washington), mayoritas pemimpin dunia, termasuk yang penduduknya lebih besar daripada Malaysia, memilih diam di gelanggang politik internasional, meskipun ada ketidakadilan. Tapi Mahathir termasuk di antara pemimpin dunia yang berani menentang ini.

Di dunia yang unipolar ini, Dr. Mahathir juga berhasil membela sedapat mungkin kemerdekaan dan kedaulatan Malaysia. Pendekatannya mengatasi krisis keuangan 1998 sangat dihargai oleh profesional dan aktivis dari negara di sebelah selatan. Dia secara terbuka meragukan sistem keuangan internasional yang dikuasai oleh spekulator mata uang dan bank sentral.

Memelihara stabilitas politik negara dengan kebijakan berdasar usaha menangkap aspirasi orang, serta menyeimbangkan tuntutan-tuntutan yang bertentangan di masyarakat multirasial ini juga prestasi utama sang pemimpin.

Kemajuan kilat kelas menengah dan pekerja serta mobilitas sosial adalah bukti nyata kemajuan ekonomi yang tercapai selama kepemimpinan Mahathir. Sebagian toleransi rasial yang dimengerti pada dua dasawarsa terakhir ialah juga karena kebijakan Mahathir dalam menolak ekstremisme agama di satu pihak, dan cauvinisme rasial di pihak yang lain. Sekaligus, dia juga berusaha memperkuat pikiran Islam yang lebih toleran, akomodatif, dan progresif—yang mengakui tugas wanita dan menyetujui status anggota nonmuslim.

Meskipun banyak keberhasilan di bawah pimpinan Mahathir, Malaysia masih menghadapi berbagai tantangan di beberapa bidang. Ketamakan segelintir elite kaya lebih nyata—sifat tamak lebih bebas melenggang. Hubungan istimewa beberapa tokoh bisnis dan pemimpin politik sudah menodai etika perusahaan. Korupsi, sebagai diterima oleh para pemimpin, termasuk Mahathir sendiri, masih perlu diberantas. Pertanggungjawaban umum (public accountability) belum dijadikan intisari dan dasar menguasai sistem negara.

Dengan begitu, lembaga negara yang secara teoretis mandiri terus tinggal di bawah kontrol eksekutif, eksekutif yang dominan dan sudah melemahkan lembaga lain. Itu sebabnya mengapa sistem pengadilan yang mandiri dan bertanggung jawab terus tinggal impian. Komisi Pemilihan, Agen Kontra- Korupsi dan Komisi Hak-Hak Manusiawi (Suhakam) juga punya tantangan sama untuk menegakkan kemerdekaan dan otonominya.

Sebenarnya, kebudayaan politik Malaysia, secara keseluruhan, terjebak dalam neo-feudality. Praktek neo-feodal tak pernah merasa nyaman menghadapi kritik. Dalam budaya ini, hak asasi manusia, terutama menyuarakan pendapat, membantah arus utama pandangan, jarang dianjurkan. Selain itu, masyarakat kami masih menghadapi persoalan polarisasi ras. Interaksi di antara ras, baik di universitas maupun di lembaga lain, masih minimal. Prasangka dan kecurigaan di antara ras terus mempengaruhi pemandangan mayoritas masyarakat Malaysia.

Kenyataannya, tantangan ini adalah sebagian agenda Dr. Mahathir yang belum selesai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus