Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah lebih dari satu dekade berperang dengan dalih menumpas teroris, Amerika Serikat memandang ancaman teror tak lagi berasal dari Pakistan atau Afganistan. Yang paling gawat kini justru datang dari milisi yang tersebar di wilayah Afrika Utara. "Afrika salah satu tempat berkumpulnya kelompok teroris. Kami akanterus memburu mereka," ujar Presiden Barack Obama dalam jumpa pers Selasa pekan lalu.
Pemerintah Obama gusar karena kelompok-kelompok itu gencar menebar teror di Benua Hitam. Sabtu dua pekan lalu, pasukan Amerika menyerbu Nofliene, Tripoli, Libya, mencokok Nazih Abdul-Hamed al-Ruqai. Pria yang memiliki nama alias Abu Anas al-Libi itu baru sampai di halaman rumahnya pada pukul 06.30 waktu setempat ketika tiba-tiba sepuluh pria berhamburan dari tiga mobil untuk mengepungnya.
Para penyergap itu bersenjata lengkap dan sebagian mengenakan penutup wajah. Mereka memecahkan kaca mobil Al-Libi dan menariknya keluar. Pasukan misterius yang belakangan diketahui sebagai pasukan khusus Angkatan Darat Amerika, Delta Force, itu membawanya tanpa perlawanan.
Dalam waktu hampir bersamaan, terpisah jarak lebih dari 4.800 kilometer, pasukan khusus Marinir Amerika, Navy SEALs, menyerang perumahan di Baraawe, kota pelabuhan di tenggara Lower Shebelle, Somalia. Mereka memburu Mohamed Abdikadir Mohamed alias Ikrima, salah satu komandan paling berbahaya di kelompok teror Somalia, Al-Shabaab. Setelah tembak-menembak selama satu jam, Navy SEALs mundur tanpa hasil. Ikrima kabur tanpa luka sedikit pun. Ia diduga dekat dengan Saleh Ali Nabhan, orang kedua di Al-Shabaab dan tokoh Al-Qaidah Afrika Timur.
Menurut dokumen Badan Intelijen Nasional Kenya, Ikrima terkait dengan perempuan warga Inggris, Samantha Lewthwaite alias White Widow, 29 tahun. Buron Interpol ini diduga menjadi salah satu otak serangan Al-Shabaab ke Westgate Mall, Nairobi, 21 September lalu, yang menewaskan setidaknya 72 orang.
Sasaran operasi simultan Departemen Pertahanan Amerika itu sama, yakni orang-orang yang dianggap terlibat dalam pengeboman Kedutaan Amerika di Dar es Salaam, Tanzania, dan Nairobi, Kenya, pada 7 Agustus 1998, yang menewaskan 223 orang dan melukai lebih dari 4.000 orang. Al-Libi diduga menjadi otak pengeboman ini.
Dua pengeboman itu membuat Al-Qaidah dan dua tokoh pentingnya, Usamah bin Ladin dan Ayman al-Zawahiri, menjadi perhatian publik Amerika untuk pertama kalinya. Biro Penyelidik Federal (FBI) memasukkan mereka dan Al-Libi ke daftar orang paling dicari. Bahkan FBI memberikan iming-iming US$ 5 juta bagi siapa saja yang bisa menangkap Al-Libi.
Al-Libi lahir di Libya, lulus dari Universitas Tripoli, dan menghabiskan sebagian waktunya di Sudan ketika Usamah berada di sana pada awal 1990. Setelah Usamah keluar dari Sudan, ia muncul di Inggris pada 1995 dan mendapatkan suaka. Ia sempat ditangkap Scotland Yard pada 1999, tapi dibebaskan karena kurang bukti. Setelah itu, ia kabur dari Inggris. Al-Libi diduga pulang ke Tripoli pada 2010.
Istri Al-Libi, Umm Abdul Rahman, mengatakan suaminya pernah menjadi anggota Al-Qaidah dan pengawal pribadi Usamah, tapi keluar pada 1996. "Dia tidak ambil bagian dalam pengeboman mana pun di dunia."
Perdana Menteri Interim Libya Ali Zeidan mengatakan penangkapan Al-Libi merupakan penculikan. Ia minta Al-Libi dikembalikan.
Penyerbuan pasukan khusus ke Libya dan Somalia merupakan aksi terbuka pertamaAmerika Serikat di Afrika. Matthew M. Aid, dalam buku Intel Wars: The Secret History of the Fight Against Terror (2012), menyebutkan Israel-lah yang memperingatkan Amerikaihwal bahaya dari benua itu.
Pada 2005, Meir Dagan, Kepala Dinas Intelijen Israel, Mossad, memperingatkan anggota Kongres AS soal gelombang kepulangan kelompok jihad dari Irak. Setelah tiba di negara asalnya, baik di Timur Tengah maupun Afrika, mereka tetap berhubungan dengan kolega jihadnya. Dagan khawatir mereka tak dapat dikontrol karena negara asal mereka tak memiliki kemampuan untuk itu, sehingga mereka bisa mengancam stabilitas kawasan tersebut, dan ujung-ujungnya mengancam Israel.
Prediksi Dagan tak meleset. Pada 2007, Dinas Intelijen Amerika (CIA) memperkirakan Al-Qaidah telah bermetamorfosis ke luar Pakistan—negeri yang menjadi surga persembunyian Al-Qaidah setelah Amerika menyerbu Afganistan pasca-tragedi 11 September yang menewaskan lebih dari 3.000 orang. Usamah juga bersembunyi di Pakistan sebelum tewas dalam penyergapan oleh pasukan Navy SEALs di Abbotabad pada 2 Mei 2011.
Tahun-tahun invasi Amerika di Irak juga menandai kelahiran atau menguatnya sejumlahmilisi dan organisasi teror di Afrika, seperti Boko Haram di Nigeria, Al-Shabaab di Somalia, Al-Qaidah di Wilayah Islam Magribi (AQIM) di Aljazair dan Mali, Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP) di Yaman, serta Al-Qaidah di Afrika Timur (AQEA) di Kenya. Al-Shabaab bermerger dengan Al-Qaidah pada Februari 2012. Boko Haram berhubungan baik dengan AQIM.
Berita penyanderaan, penyerangan, dan pengeboman terus mengalir dari benua itu. Sasarannya meluas hingga mancanegara. Pada Juli 2010, Al-Shabaab meledakkan bom di sebuah kafe di Kampala, Uganda, yang menewaskan 79 orang yang sedang menonton siaran sepak bola Piala Dunia. Yang paling gres adalah serangan kelompok Al-Shabaab ke Westgate Mall.
Sebelum penyerangan Westgate Mall, banyak analis terorisme percaya hanya Al-Qaidah yang bisa menyerang di luar basisnya. Al-Shabaab mendobrak mitos itu. Pakar kontraterorisme dari lembaga pemikir RAND, Seth Jones, mengatakan serangan itu terencana baik. Al-Shabaab mengumpulkan data intelijen, mengawasi, dan mengintai target dengan cermat.
Amerika pernah berurusan dengan kelompok milisi Somalia yang dipimpin Mohamed Farrah Aidid pada 1993. Pada 3-4 Oktober tahun itu, tentara Amerika terlibat baku tembak dengan milisi Aidid, yang menewaskan 18 prajurit Amerika. Dua helikopter Black Hawk milik Amerika ditembak jatuh, yang kemudian dikenal dengan Black HawkDown. Tahun berikutnya, Amerika menarik pasukannya, yang menyebabkan Somalia jatuhke tangan milisi.
Amerika kembali berurusan dengan Somalia setelah kelompok milisi, termasuk Al-Shabaab, merebut Mogadishu. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkanresolusi pembentukan Pasukan Perdamaian Uni Afrika untuk Somalia pada 2007. Meski tak mengirim pasukan, Amerika mengucurkan dana sekitar US$ 550 juta dan melatih tentara negara Afrika yang ke Somalia.
Pada 23 Juni 2011, Amerika mengirimkan pesawat tanpa awak (drone), yang menembak dua anggota Al-Shabaab hingga cedera. Ini menjadi serangan drone pertama Amerika di Somalia. Soal operasi drone ini, Direktur CIA saat itu, Leon Panetta, mengatakan kepada anggota Senat Amerika bahwa intelijen memiliki bukti Al-Shabaab sedang mencari sasaran di luar basisnya.
Dewan Keamanan PBB, yang menyebut Afrika sebagai "Busur Ketidakstabilan", menyatakan terorisme tak bisa dikalahkan hanya oleh kekuatan militer, penegakan hukum, dan operasi intelijen. Harus ada upaya pencegahan agar ketidakstabilan itu tak meluas ke seluruh benua. "Terorisme mengancam perdamaian, keamanan, dan pembangunan di Afrika," kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam debat soal keamanan di Afrika beberapa waktu lalu.
Penyergapan ke Libya dan Somalia tampaknya bukan aksi terakhir Amerika di Benua Hitam. Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Nusa Dua, Bali, Ahad dua pekan lalu, mengatakan operasi itu untuk menunjukkan Amerika tak akan berhenti meminta pertanggungjawaban siapa pun yang melakukan teror. "Mereka bisa lari, tapi tak bisa bersembunyi."
Abdul Manan (The Washington Post, The New York Times, CNN, CS Monitor, Long War Journal)
Lengkung Ketidakstabilan Afrika
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan milisi dan kelompok teror membentuk "Busur Ketidakstabilan" di Afrika. Inilah mereka.
Tunisia
Ansar al-Syariah
Aljazair
Al-Qaidah dan milisi
Libya
Al-Qaidah di Wilayah Islam Magribi (AQIM)
Mauritania
AQIM dan milisi
Mali
AQIM
Nigeria
Boko Haram
Yaman
Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP)
Somalia
Al-Shabaab
Kenya
Al-Qaidah di Afrika Timur (AQEA) dan milisi
Tanzania
Al-Qaidah dan milisi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo