Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbalut seragam sekolah batik merah muda dan celana pendek putih, mayat bocah itu mengambang di Sungai Argoguruh, TegiÂneneng, Kabupaten Pesawaran. Sabtu sore dua pekan lalu, jasad Agung Budi Wibowo, 11 tahun, itu terdampar di pinggir sungai berbatu dengan wajah mengenaskan. Pipi dan bibirnya terluka, seperti bekas sayatan benda tajam.
Sungai dengan air kecokelatan itu berjarak sekitar 40 kilometer dari Sekolah Dasar Kartika II, Bandar Lampung, tempat Agung menghilang Kamis dua pekan lalu. Sungai itu berjarak sekitar 15 kilometer dari kebun sawit dan kandang sapi milik orang tuanya, Bajuri A.Z., 55 tahun.
Di tengah teman dan keluarganya, Agung dikenal sebagai jago berenang. Maklum, dia sudah mengikuti les berenang sejak berumur lima tahun. Tempatnya biasa berlatih adalah kolam renang di Hotel Marcopolo, tak jauh dari rumahnya. Karena itu, teman dan kerabat tak percaya bila Agung meninggal karena hanyut terseret air sungai. Mereka menduga dia diculik, dibunuh, lalu dibuang ke sungai.
Bajuri sendiri baru mencari-cari anaknya setelah bocah kelas VI sekolah dasar itu tak kunjung pulang hingga sore hari. Biasanya, dari sekolah, Agung dijemput sopir keluarga, lalu pulang ke rumah yang merangkap kantor ibunya di Jalan Pangeran Diponegoro, Gulak Galik, Bandar Lampung. Ibu kandung Agung, Nanik ÂMaryani, 45 tahun, berprofesi sebagai notaris.
Keluarga mulai mencari informasi keberadaan Agung dari teman-teman sekolahnya. Beberapa anak buah Nanik juga menghubungi dan mengunjungi rumah teman-teman Agung. Tapi hasilnya nihil. "Kami semua ikut mencari," kata Mursid, 49 tahun, salah seorang karyawan di kantor milik Nanik.
Hingga magrib hari itu, tak ada titik terang. Keluarga lantas melaporkan hilangnya Agung ke Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung. Esok harinya, polisi membentuk tim buru sergap untuk mencari Agung.
Keluarga juga sempat mengira Agung diculik penjahat yang ingin meminta uang tebusan. Namun, hingga mayat Agung ditemukan dua hari kemudian, tak ada penculik yang menghubungi keluarga. "Uang tunai dalam jumlah banyak sudah disiapkan keluarga," ujar anggota keluarga Agung yang menolak disebut namanya.
Di Bandar Lampung, Bajuri dikenal sebagai orang kaya, "raja sawit". Ia memiliki ratusan hektare kebun sawit. Kebunnya tersebar di tiga kabupaten, yakni di Bekri (Kabupaten Lampung Tengah), Kotabumi (Lampung Utara), serta Pagardewa dan Menggala (Tulang Bawang). Di Bekri, Bajuri juga punya usaha penggemukan ratusan ekor sapi. Di samping punya usaha agrobisnis dan peternakan, Bajuri mengelola ratusan unit truk ekspedisi. Di rumah tinggalnya biasa terparkir mobil Toyota Land Cruiser, Fortuner, Kijang Innova, dan Daihatsu Terios.
Adapun Nanik Maryani, notaris kondang di Bandar Lampung, merupakan istri kedua Bajuri. Mereka memiliki sepasang anak, perempuan dan laki-laki. Agung anak bungsu.
Sebelumnya, Bajuri menikah dengan Iis dan bercerai 16 tahun lalu. Dari Iis, Bajuri memiliki dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Anak sulungnya, perempuan, bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Anak kedua, juga perempuan, menjadi manajer sebuah perusahaan swasta di Bandar Lampung. Adapun anak ketiganya, Adi Triyandi, anggota Polresta Bandar Lampung.
Kamis, 3 Oktober 2013. Bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi di sekolah milik Yayasan Kartika Jaya, Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, Lampung. Agung beserta dua sahabatnya tidak langsung pulang. Mereka mengunjungi tempat jualan mainan anak-anak di seberang sekolah. Lapak milik Suhandi itu terletak persis di persilangan Jalan Piere Tendean dan Jalan Ade Irma Suryani.
Agung dan temannya biasa mengunjungi lapak tersebut. Hampir saban hari, sembari menunggu jemputan, mereka melihat-lihat barang dagangan Suhandi. Sambil melihat mainan, bocah-bocah itu biasanya mengunyah jajanan kegemaran mereka. Suhandi hafal makanan kesukaan Agung. Bocah itu paling sering makan sate bumbu kacang dan sosis bakar. Makanan itu dibeli dari para penjaja makanan di dekat lapak Suhandi.
Pada Kamis siang yang terik itu, sembari mengudap makanan dan minuman, Agung asyik bercakap-cakap dengan seorang temannya. Sedangkan temannya yang satu lagi berkeliling melihat barang dagangan. "Agung mengunyah sate ayam bumbu kacang dan minum teh botol," kata Suhandi.
Sekitar 10 menit kemudian, Agung pamit menuju Jalan Ade Irma Suryani, ke depan Gedung Dakwah Muhammadiyah. Jaraknya dengan lapak Suhandi sekitar 20 meter. Di tempat itu, sopir keluarga biasanya menunggu untuk menjemput Agung. "Dia bilang, 'Pak, tolong bawakan mainan skateboard tangan, ya. Saya ambil besok'," ujar Suhandi menirukan pesan Agung.
Menurut Suhandi, sekitar lima menit kemudian, Agung kembali ke lapaknya. Di tempat itu masih ada seorang teman Agung yang memegang buku Tuntunan Shalat Lengkap tulisan Muhammad Riva'i. Tiba-tiba Agung membayarkan buku seharga Rp 8.000 itu. "Anak itu memang ingin buku tersebut, tapi tidak punya uang," kata Suhandi. Setelah membayar, Agung beranjak ke gerbang sekolah. Saat itu, dengan suara lumayan keras, dia berkata, "Nanti, ya, saya ketemu kakak dulu…."
Sekitar sepuluh menit setelah Agung pergi, Agus Susanto, 49 tahun, sopir yang bertugas menjemput Agung, datang ke lapak Suhandi. Setengah jam berlalu, yang ditunggu tak muncul. Agus lalu berkeliling mencari Agung. Di depan pintu gerbang sekolah, kepada Sugiyanto, petugas keamanan, dia bertanya perihal keberadaan Agung. "Saya jawab Agung sudah keluar satu jam lalu," kata Sugiyanto kepada Tempo. Di sekolah itu, ia menjadi kepala petugas keamanan kompleks perguruan Kartika II.
Pekan lalu, dua kali Tempo mendatangi rumah Bajuri. Ia menolak diwawancarai. "Nanti saja," ujarnya. Adapun Adi Triyandi, kakak Agung, tak bisa ditemui. Polisi yang juga masuk tim pencari Agung ini tak berada di kantornya, Polresta Bandar Lampung, kala didatangi pekan lalu.
Kepada Tempo, sejumlah orang tua murid yang pada Kamis dua pekan lalu menunggui anaknya di halte dekat gerbang sekolah bercerita, mereka melihat seorang pria berbadan tegap merangkul bahu Agung. Pria itu mengenakan kemeja lengan panjang putih dan celana bahan hitam. Agung dan pria itu lalu berjalan menuju Jalan Letnan Jenderal R. Supratman di belakang kompleks sekolah. "Sepertinya mereka sudah saling kenal dengan baik," ujar seorang ibu yang menolak disebut namanya.
Beberapa orang yang dekat dengan keluarga Bajuri menuturkan, Agung tak pernah bersedia dijemput orang yang tak dikenalnya. Dia hanya mau dijemput kerabat atau sopir yang bertugas mengantarnya. Karena itu, mereka menduga Agus diculik dan penculikan tersebut dilakukan orang yang dikenalnya. "Mungkin ada dendam karena masalah keluarga," kata sumber Tempo.
Sejauh ini, polisi baru meminta keterangan dari lima saksi. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung Komisaris Dery Agung Wijaya, belasan penyidik dikerahkan untuk mengetahui kronologi peristiwa itu dan identitas penjemput korban. Adapun Bajuri belum diperiksa lantaran emosinya masih labil.
Polisi juga masih menunggu hasil visum dan otopsi dari Rumah Sakit Abdul Muluk dan Tim Forensik Kepolisian Daerah Lampung. "Belum ada tersangka, semua masih gelap," ujar Dery perihal kasus yang kini menjadi pembicaraan ramai warga Lampung ini.
Yuliawati, Nurochman Arrazie (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo