Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lee Yong-soo berusia 17 tahun ketika pulang ke Korea Selatan pada 1945 setelah bertahun-tahun dipaksa menjadi jugun ianfu atau wanita penghibur untuk pasukan Jepang semasa perang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ketika saya kembali, saya memiliki luka yang sangat dalam," kata Lee, seperti dilaporkan Reuters, 23 November 2018, sambil memegang foto hitam putih dirinya dalam pakaian tradisional Korea ketika di rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia masih ingat kain biru dan ungu gaun itu, tetapi kenangan lain dari tahun-tahun itu lebih traumatis.
Lee Yong-soo, 90 tahun, adalah salah satu korban selamat Jugun Ianfu yang dipaksa menjadi budak seks untuk pasukan Jepang selama perang.[REUTERS]
"Saya pikir saya akan mati," kata Lee tentang pelecehan dan penyiksaan yang dialaminya di rumah bordil di sebuah lapangan terbang di Taiwan yang digunakan oleh pilot kamikaze Jepang pada tahun-tahun terakhir Perang Dunia II.
Sekarang di usia 90 tahun, Lee mengatakan dia merasa permintaan maaf dari Jepang terhadap wanita penghibur semasa perang tidak begitu tulus.
Pemerintah Jepang mengatakan kasus ini telah selesai lewat perjanjian dan permintaan maaf sebelumnya, dan skandal ini terus mengancam hubungan antara kedua negara.
Beberapa sejarawan memperkirakan 30.000 hingga 200.000 perempuan Korea dipaksa menjadi budak seks selama pendudukan Jepang dari tahun 1910 hingga 1945, dalam beberapa kasus dengan dalih pekerjaan atau untuk melunasi utang kerabat.
Sekarang dengan hanya 27 orang yang terdaftar sebagai korban perbudakan seks dari Korea Selatan yang masih hidup, di mana mereka terpaksa menerima permintaan maaf resmi serta kompensasi hukum dari Jepang.
Berdasarkan perjanjian 1965, Jepang mencapai kesepakatan dengan Korea Selatan untuk menyediakan paket bantuan dan pinjaman senilai US$ 800 juta atau sekitar Rp 11,6 triliun untuk kompensasi masa perang.
Massa di Seoul menyambut baik keputusan pemerintah Korea Selatan pada 21 November 2018, untuk membubarkan yayasan yang bertugas menyelesaikan masalah Jugun Ianfu, korban perbudakan seks oleh pasukan Jepang selama perang. (Kyodo News)
Sebuah panel Korea Selatan akhir tahun lalu menyimpulkan kesepakatan 2015 yang terpisah antara Korea Selatan dan Jepang telah gagal memenuhi kebutuhan mantan jugun ianfu.
Atas kesimpulan tersebut, pemerintah Korea Selatan pekan ini menutup yayasan untuk mantan jugun ianfu yang dibuat berdasarkan kesepakatan 2015 dan berjanji untuk pendekatan yang lebih berorientasi pada korban. Namun langkah ini diklaim Jepang bisa merusak hubungan kedua negara.
"Sejak 1992, saya telah meminta Jepang untuk membuat permintaan maaf yang tulus, itulah yang saya inginkan," kata Lee."Saya telah melakukan ini selama 27 tahun, tidak peduli apakah hujan atau salju turun, cuaca dingin atau panas."
Jepang mengatakan Korea Selatan telah membebaskan semua klaim dalam perjanjian tahun 1965, dan bahwa berdasarkan kesepakatan 2015, Jepang setuju untuk menyediakan dana untuk membantu para wanita menyembuhkan luka psikologis.
Awal tahun ini, Jepang mengeluh setelah menteri luar negeri Korea Selatan mengangkat masalah ini dalam sebuah pidato di PBB.
Mantan Jugun Ianfu Korea Selatan menghadiri unjuk rasa anti-Jepang pada Maret 2017. Banyak warga Korea Selatan berpikir bahwa perjanjian 2015 dengan Jepang tidak cukup untuk para korban yang masih hidup.[REUTERS]
Pejabat Jepang telah menyatakan perubahan posisi pemerintah Korea Selatan dan upaya untuk meninjau kembali perjanjian yang telah diselesaikan bisa mengganggu hubungan dua negara. Namun Lee melihat ini sebagai sesuatu yang lebih sederhana daripada hubungan dua negara, yakni pelanggaran prinsip kemanusiaan.
Tonton video: Kitab Visual Ianfu: Sisi Gelap Sejarah Kita
"Orang-orang yang selamat dari kejahatan keji yang dilakukan orang-orang Jepang sedang sekarat hari demi hari, dan aku yakin Abe sedang menari bersenang-senang," kata Lee.
"Mereka (Jepang) harus meminta maaf, mengatakan yang sebenarnya, dan membayar kompensasi hukum," tambah mantan jugun ianfu asal Korea Selatan tersebut.