Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lima keluarga pengungsi Gaza terpaksa berdiam sementara di sebuah peternakan ayam, ketika hampir dua juta warga mengungsi dari rumah akibat pengeboman Israel dan mencari perlindungan di kota perbatasan Rafah. Para pengungsi itu harus menempati kandang ayam yang terbuat dari beton. Di dalamnya, kandang baterai atau kandang ayam petelur diubah menjadi tempat tidur bertingkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel telah membombardir Gaza sejak Oktober 2023. Gempuran itu menewaskan setidaknya 27.840 orang dan membuat 67.317 lainnya luka-luka. Operasi militer yang dilancarkan Israel setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober lalu menewaskan sekitar 1.139 orang, belum termasuk sekitar 250 lain yang disandera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari 85 persen penduduk Gaza—sekitar 2,3 juta orang—terpaksa meninggalkan rumah. Ada sekitar satu juta orang yang berbondong-bondong ke Rafah, kota yang letaknya jauh di perbatasan Mesir. Kebanyakan dari mereka harus menghuni tenda-tenda yang sesak di lahan kosong maupun petak-petak di pantai.
Satu dari lima klan besar yang mengungsi ke sana adalah keluarga Hanoon. “Kami tinggal di tempat yang diperuntukkan bagi hewan,” kata Ummu Mahdi Hanoon sambil berdiri di antara kendang, dikutip dari Reuters. “Bayangkan seorang anak tidur di kandang ayam.”
Tinggal di peternakan ayam terasa seperti titik rendah di hidup mereka. Ummu mengeluhkan ‘rumah’ anyarnya yang sangat buruk. “Air merembes ke tubuh kami. Hawa dingin sangat parah bagi anak-anak, bagi orang tua, bagi mereka yang sakit,” kata dia. “Terkadang kami berharap pagi tidak datang.”
Putra Ummu, Mahdi, mengatakan mereka sebelumnya menghuni lingkungan Sheikh Radwan di Kota Gaza, sebuah daerah yang menjadi sasaran serangan militer Israel pada awal perang. Risiko kontak senjata dan penembakan memaksa mereka pindah ke Az-Zawayda di Kegubernuran Deir al-Balah.
“Kami mencari tempat lain, tetapi tidak dapat menemukannya karena jumlah kami banyak. Lalu seorang kenalan, teman sepupu saya, memberi tahu saya mengenai peternakan ayam dengan kadang di Rafah,” katanya.
Niat mengungsi di kandang ayam itu awanya hanya untuk beberapa hari. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka harus menerima kenyataan dan tinggal di sana lebih lama. “Awalnya kami kesulitan. Ada serangga. Kami punya anak,” ucapnya.
Keluarga pengungsi itu menjadikan kerangka kandang logam sebagai tempat tidur. Ada kalanya mereka memasak roti dengan kompor logam di lantai, itu pun ketika menemukan tepung. “Sulit untuk tinggal di tempat seperti ini, tempat yang dirancang untuk ayam dan burung,” kata Mahdi.
REUTERS