Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Reynhard Sinaga berkeliaran mencari mangsa di kawasan Gay Village.
Diduga membius korban dengan narkotik terlarang gamma-hydroxybutyric acid (GHB).
Kurang bergaul dengan mahasiswa asal Indonesia di Inggris.
TANPA aksesori bendera pelangi simbol komunitas gay dan lampu warna-warni, penampilan Gay Village sebenarnya biasa saja. Kebanyakan bangunannya adalah rumah susun dan rumah toko. Fasadnya didominasi bata merah dan jendela besar. Desain seperti itu pemandangan umum di kota-kota Inggris, apalagi kota sebesar Manchester.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada siang hari, kawasan di pusat Kota Manchester itu sepi dan kebanyakan kafenya tutup. “Dulu ada plang yang menandakan kawasan tersebut adalah Gay Village. Tapi, terakhir kali saya lihat, sudah tidak ada lagi,” ujar seorang mahasiswa Manchester University kepada Istman Musaharun Pramadiba dari Tempo, Kamis, 9 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kawasan itu baru terasa seperti kampung gay setelah matahari terbenam. Begitu malam tiba, kafe-kafe akan menyalakan lampu warna-warni mereka. Pengunjung mulai berbondong-bondong memenuhi kawasan tersebut, meski tidak semuanya berasal dari komunitas gay.
Pada Kamis malam, 1 Juni 2017, Reynhard Sinaga berkeliaran mencari mangsa di kawasan itu. Ia lalu bertemu dengan seorang pemuda 18 tahun di klub malam Factory, tak jauh dari apartemennya di Montana House. Warga negara Indonesia berusia 36 tahun itu lalu mengajak pemuda tersebut ke apartemennya.
Biasanya mahasiswa doktoral di Leeds University itu membius korbannya dengan gamma-hydroxybutyric acid, lalu memerkosanya. Entah Reynhard lupa menggunakannya entah memang cairan ekstasi itu berpengaruh sedikit, sang korban tersadar pada pagi hari dalam keadaan tertelungkup dengan jins dan celana bokser turun di lututnya. Pemuda itu menyadari bahwa Reynhard telah memerkosanya. Ia menyerang Reynhard dan memukulnya berkali-kali hingga babak-belur.
Pemuda itu menelepon 999 dan ambulans langsung datang ke apartemen tempat Reynhard bermukim selama lima tahun di Inggris tersebut. Reynhard pun dibawa ke rumah sakit.
Pada mulanya polisi menahan sang pemuda. Namun para detektif dari kepolisian Manchester Raya segera menyadari telah menahan orang yang salah. Ketika menanyai Reynhard di rumah sakit, mereka melihat pria itu bersikap aneh. Reynhard enggan menyerahkan telepon selulernya dan berkali-kali memberikan password yang salah.
Setelah membuka iPhone Reynhard, detektif menemukan video-video yang menunjukkan bagaimana Reynhard memerkosa sejumlah pemuda yang tampak tengah tertidur. Ponsel lain juga berisi rekaman serupa dengan pemuda yang berbeda. Polisi menemukan total 3,29 terabita rekaman, yang setara dengan 250 cakram DVD, yang menggambarkan pemerkosaan oleh Reynhard. Satu kasus pemerkosaan berlangsung selama delapan jam.
Sejumlah bukti dugaan kejahatan oleh Reynhard Sinaga ditayangkan pada Senin, 6 Januari 2020. Tampak gambar dari kamera pengawas, botol minuman yang ada di apartemen Reynhard, dan matras yang diduga menjadi tempat pemerkosaan.
Setelah berbulan-bulan menganalisisnya, polisi mengidentifikasi 195 korban, yang semuanya tampak tak sadar ketika Reynhard menyerang mereka. Kepada The Guardian, Inspektur Zed Ali, polisi penyelidik senior, menyebutkan upaya itu “seperti mencoba menyatukan jutaan potongan puzzle tanpa papan jigsaw”. Kasus ini kemudian berkembang menjadi kasus pemerkosaan terbesar dalam sejarah Inggris.
Penyelidik tak menemukan narkotik yang diduga digunakan Reynhard untuk melumpuhkan korbannya. Ini mungkin karena polisi mewawancarai korban dua hari setelah kejadian sehingga jejak narkotiknya telah hilang. Namun jaksa berkeras para korban telah dibius dengan gamma-hydroxybutyric acid (GHB), mengingat efeknya yang sangat mirip.
Para ahli mengatakan kepada para juri bahwa mereka yakin korban-korban itu telah diberi narkotik, ada kemungkinan GHB atau yang punya efek serupa. Bahkan, kata mereka, dengan jumlah cuma 1 mililiter, GHB dapat membuat orang menjadi tak sadarkan diri.
Narkotik yang sering disebut sebagai ekstasi cair itu populer di kalangan penggemar pesta seks gay. Cairan terlarang ini memberi efek tenang dan membuat tidak sadar. Banyak korban hanya ingat bahwa Reynhard memberi mereka minuman, tapi kemudian lupa total hingga esok harinya.
Hanya satu korban, seorang pemuda 21 tahun yang diperkosa empat kali oleh Reynhard pada dinihari, 21 Mei 2017, yang mengaku ada yang aneh pada minuman yang diberikan. “Itu seperti air, tapi ada larutan di dalamnya, hampir seperti garam,” ujarnya melalui video di persidangan. “Saya bilang kepada dia, ‘Apa ini? Ini bukan air.’ Dan dia menjawab, ‘Itu air. kamu butuh minum air.’”
Pria heteroseksual itu mengaku tak ingat apa-apa sampai bangun pada pagi hari di apartemen Reynhard. Ia melihat ada kondom bekas di bawah rak dan bertanya apa yang terjadi. “Dia mengaku telah menolong saya karena saya pingsan di trotoar dekat Factory dan saya bilang, ‘Oke, terima kasih telah memberi saya tumpangan menginap.’ Itu masuk akal. Saya sangat mabuk saat itu,” katanya.
Hakim Suzanne Goddard, pemimpin sidang ini, menyebut Reynhard sebagai “seorang predator seksual berantai durjana yang telah memangsa pria muda”.
Dalam sebuah grup percakapan WhatsApp, Reynhard mengumbar pengakuan bahwa dia punya “racun rahasia” untuk membuat pria heteroseksual jatuh cinta kepadanya. Ia juga mengoleksi sejumlah cendera mata dari para korbannya: paspor, jam, kartu bank, surat izin mengemudi, dan potret dari profil Facebook korban.
Sebanyak 48 korban bersedia bersaksi di pengadilan Manchester, yang dimulai pada Mei 2018 dan berakhir pada Natal 2019. Media dilarang memberitakan untuk tidak memicu prasangka para juri.
Di persidangan, Reynhard mengatakan bahwa para pria itu mendekatinya di jalan dekat apartemennya dan mengajak berbuat cabul. Mereka bermain seks dengan berpura-pura tertidur. Reynhard menuduh mereka berbohong di pengadilan karena “bukan hal yang mudah untuk mengaku sebagai gay” dan sikap homofobia yang telah meluas.
Selama persidangan, Reynhard berulang-ulang mengatakan bahwa semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan apa yang ia lakukan adalah bagian dari fantasi seksual. Hakim Suzanne Goddard, pemimpin sidang ini, menyebut Reynhard sebagai “seorang predator seksual berantai durjana yang telah memangsa pria muda”.
Pada 6 Januari 2020, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Reynhard. Dia harus menjalani hukuman penjara minimal 30 tahun sebelum bisa dibebaskan dengan jaminan. Namun hakim Goddard menginginkan Reynhard menjalani hukuman sepenuhnya atau tanpa pernah dibebaskan. “Anda adalah orang yang sangat berbahaya, licik, dan menipu yang tidak akan pernah aman untuk dibebaskan,” katanya.
Yang paling terpukul atas kasus ini adalah para korban Reynhard. Mereka menggambarkan bagaimana karier dan hubungan pribadi mereka hancur setelah mengetahui diri mereka sebagai korban. Beberapa bahkan mengaku harus menyalurkannya ke alkohol karena tak mampu menyampaikan hal ini kepada keluarga atau sahabat mereka. Bahkan ada seorang korban yang nyaris ingin bunuh diri bila tidak memikirkan ibunya.
•••
REYNHARD Tambos Maruli Tua Sinaga lahir di Jambi, 19 Februari 1983. Orang tuanya bermukim di Depok, Jawa Barat. Ayahnya adalah pengusaha properti dan pemilik sebuah gedung pertemuan.
Reynhard adalah sarjana lulusan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada 2006 dan melanjutkan studi ke Inggris setahun kemudian. Ia meraih dua gelar master dari Manchester University pada 2009 dan 2011. Ketika ditangkap polisi pada 2017, ia sedang menempuh studi doktoral di bidang geografi manusia di Leeds University. Disertasi mengenai seksualitas di kalangan pria gay Asia Selatan di Manchester ditolak dosen pembimbingnya dan diminta diperbaiki.
Beberapa mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Leeds mengaku tak terlalu mengenal Reynhard karena ia tak pernah bergaul dengan pelajar Indonesia. “Bahkan dengan teman satu kampusnya yang dari Indonesia saja tidak akrab,” ujar seorang dari mereka kepada Syailendra Persada dari Tempo. Reynhard juga tak bergabung dengan grup percakapan mana pun, yang lazim diikuti mahasiswa Indonesia perantau di sana.
Seorang perempuan yang mengenal Reynhard dengan baik sampai 2013 mengatakan bahwa Reynhard menganggap dirinya seperti Peter Pan, tokoh imajiner ciptaan pengarang J.M. Barrie. Ia memang terlihat lebih muda dari usianya, narsistik, dan berlagak naif, tapi keji.
IWAN KURNIAWAN (THE GUARDIAN, BBC)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo