Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kolonel fan dan sorga kapitalis

Letkol fan yuan-yen, 41, pilot mig 19 cina yang membelot ke taiwan dimanfaatkan untuk propaganda anti komunis. fan menceritakan pembatasan yang diterimanya selama di cina. (ln)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PILOT MIG-19 Cina yang bulan Juli lalu menyeberang ke Taiwan, barangkali sekarang merasa agak kikuk di negeri barunya itu. Mungkin ia merasa bahwa hidup di bawah pemerintah RRC sangat keras, tapi barangkali ia pun mendapatkan bahwa hidup sebagai seorang kapitalis juga tidak semudah seperti yang disangkanya semula. Letnan Kolonel Fan Yuan-yen, 41 tahun, berpendapat bahwa Taiwan dengan klub-klub malam yang mempesonakan dan rumah-rumah minum yang meriah serta wanita-wanitanya yang pandai berdandan, terlalu dekaden baginya. "Gadis-gadis penyanyi dan penari yang sering muncul di televisi memakai make up yang kelewat tebal dan pakaian yang kelewat minim," ujarnya baru-baru ini. "Mereka pun terlalu banyak menggoyang-goyang kibulnya," sambungnya lagi. Televisi menyebabkan pengaruh yang tak sehat terhadap para remaja Taiwan, sedangkan koran-koran kelewat banyak memuat berita tentang kejahatan. Itu pendapatnya lagi. Sebagai orang dengan pangkat tinggi pertama yang lari ke Taiwan dalam 10 tahun terakhir ini, pangkatnya dinaikkan jadi kolonel dalam Angkatan Udara Taiwan. Ia pun menerima hadiah emas murni seharga tak kurang dari 600.000 dolar Amerika. Ini sesuai dengan janji pemerintah Taiwan kepada para pelarian dari daratan Cina yang membawa kapal terbang, kapal laut atau informasi militer lain. Dan hadiah itu diberikan tanpa dipotong pajak. Terharu Hadiah yang semustinya membuat Kolonel Fan senang, sekarang malah jadi beban baginya. Ia tak punya kesempatan untuk menggunakan uangnya, karena toko-toko tempat ia belanja tak mau menerima pembayaran untuk barang-barang yang diambilnya. Mereka terlalu kagum dan terharu untuk menerima uang pembayaran seorang pahlawan nasional. Ia pun tak bisa memberikan uang itu kepada orang lain karena pemerintah tak mengijinkannya. Mula-mula Fan berpendapat bahwa selama Angkatan Udara Taiwan memberinya makanan, pakaian dan perumahan, ia tak memerlukan uang. Karenanya ia menawarkan untuk menyerahkannya kembali kepada pemerintah. Tapi para penguasa Taiwan takut kalau ini jadi propaganda kaum komunis. Jadi ini pun tak diperkenankan. Pemerintah pun menolak tawarannya akhir-akhir ini untuk menyumbangkan uang itu kepada para korban topan yang baru saja melanda Taiwam Alasannya sama. Sekarang, apa yang dikatakan dan diperbuatnya selalu diperhitungkan untuk maksud-maksud propaganda. Karenanya dcwasa ini Fan telah jadi seorang penghibur non-stop dalam rangka propaganda anti komunis yang dijalankan terusmenerus. Jadwal waktunya sangat penuh dengan acara membeli ceramah, tampil dalam rapat-rapat umum, dan wawancara. Ia tak punya waktu dan kesempatan untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang perwira Angkatan Udara. Dalam setiap ceramah, ia selalu mengecam sistem kemasarakatan di daratan Cina dan memuji segala aspek kehidupan di Taiwan - kecuali rok mini. Ia pun tak merasa pusing dengan kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di Taipeh. Ia sebenarnya bebas pergi ke mana pun ia suka. Namun apa yang dilakukamlya bukan spontanitas lagi. Ke mana pun ia pergi dua orang perwira hubungan masarakat selalu mendampinginya. Seorang mencatat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sedangkan yang lain lagi sibuk merekam jawabannya. Seringkali wawancara berakhir karena kekurangan pita rekaman. Layar TV Sejak sebulan terakhir ini Kolonel Fan tampil di layar televisi seminggu tiga kali. Ia memulai pertunjukan itu dengan suatu kulian mengenai daratan cina dan menkontraskannya dengan kemakmuran Taiwan. Ia pun menjawab pertanyaan-pertanyaan pirsawan yang dikirim lewat pos. Satu pertanyaan berbunyi: "Di daratan, dapatkah anda pergi ke mana saja anda mau?" Jawabnya: "Tidak, liburan untuk buruh pada prakteknya tak pernah ada. Libur hari nasional sekali setahun terlalu pendek bagi seseorang untuk pergi ke tempat yang jauh dari rumahnya." Selama 21 tahun dinas dalam Angkatan Udara, ia cuma pernah pergi dua kali menengok keluarganya di propinsi Szechuan. Kolonel Fan juga takut akan pembalasan yang boleh jadi ditimpakan kepada isteri dan ketiga anaknya yang tertinggal di propinsi Kiangsi. Ia sudah memollon keyada Mellteri Luar Negeri AS Cyrus Vance agar bisa membujuk Peking untuk mengijinkan keluarganya bergabung dengan dia. Sampai sekarang belum ada jawaban. Larinya Fan ke Taiwan merupakan dorongan moril yang kuat bagi pemerintah Taiwan yang sedang was-was dengan adanya keinginan pemerintah Carter untuk menormalisasikan hubungan dengan Peking. "Banyak orang Amerika yang datang ke sini, setelah mendengar penuturan Fan mengenai pelanggaran atas hak hak asasi manusia di daratan Cina, tak bernafsu lagi untuk mengadakan normalisasi dengan Peking," demikian kata seorang pejabat tinggi Taiwan. Sebagai seorang perwira menengah sebetulnya Fan punya hak buat diperlakukan lain. Nyatanya ia mengeluh tentang macam-macam pembatasan yang dikenakan kepadanya ketika masih berada di RRC. "Di sana tak ada kebebasan untuk bicara, kebebasan beragama dan kebebasan buat pindah dari satu tempat ke empat laim Malahan orang tak punya hak buat berdiam diri. Apalagi penguasa mengatakan ganyang Gerombolan tmpat Orang, kita tak punya pilihan lain selain melakukannya," demi kian ia berkisah. Penyeberangan yang dilakukan oleh Fan belum menjadi suatu kemenangan penuh buat Taiwan. Pemerintah Taiwan misalnya selalu mencap kaum komunis Cina sebagai agresor, yang setiap saat bisa menelan Taiwam Fan sebaliknya mengatakan bahwa kesiap-siagaan militer RRC: sepanjang pantai yang berseberangan dengan Taiwan betul-betul untuk mempertahankan diri. Walaupun ia selalu berpendirian positif terhadap segala hal yang ada di Taiwan, ia masih mengajukan pertanyaan yang sangat mengganggu dirinya mengenai materialisme dan hidup meneguk kenikmatan yang makin merajalela di negara pulau itu. "Kalau kita bicara terus terang, apabila perang pecah, apakah kalian rela mengorbankan kemakmuran kalian? Apakah kalian sanggup mengerahkan kekuatan kalian? "Inilah salah satu pertanyaan yang diajukannya secara serius dalam acara televisi baru-baru ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus