Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dua-Duanya Dibekukan, Agar Tenang

Hasyim yahya yang dituduh membunuh pastor eric constable dan yusuf roni, pemeluk kristen eks islam yang dituduh menghina islam dideponir kejagung agar tidak timbul pertentangan agama.

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJADIANNYA berlangsung tiga tahun yang silam: Pastol Eric v Constable 64, ditemui tewas di komplek gereja Anglikan di Jalan AR Hakim Jakarta. Bersamanya tewas juga Sakimin, 55, pembantu rumah tangga gereja. Sebabnya asti: beberapa luka berat, akibat tusukan senjata tajam, yang merenggut nyawa kedua korban. Pembunuhan. Mula-mula diduga sebuah peristiwa perampokan biasa. Tapi Dewan Gereja Indonesia (DGI) membantah keras. Sebab tak ada harta benda gereja maupun milik pastol dari Australia itu yang digasak orang. Juga kabar tentang lenyapnya uang 500 dolar milik Constable - tak benar. Sebab waktu itu, pastor Anglikan tadi memang tak mengantongi uang sebanyak itu. Di luaran, jadinya tersebar dugaan-dugaan. Jangan-jangan motif peristiwa tersebut lebih dalam daripada dana sekedar perampokan Tapi, resminya polisi memastikan. Tak ada motif apapun selain kejahatan (kriminil) murni. Pelakunya. Hasyim Yahya, tak dapat menghindar dari cekalan tangan uang berwajib. Sebab luka-lukanya akibat perkelahian dengan anggota tentara yang kebetulan memergoki keluar dari kamar Eric,tak memungkinkannya kabur terlalu jauh. Hanya kedua teman Hasyim, mungkin bernama Ali dan Umar, yang luput dari tangan hamba wet hingga kini. Dalam pemeriksaan pendahuluan Hasyim mengakui perbuatan berikut latar belakangnya. Hanya sidang pengadilan, yang sedianya akan mengungkapkan secara umum motif perbuatan Hsyim dan yang telah menyerang pastor Anglikan itu, terhenti pada sidang kesekian pada 19 Oktober lalu. Sidang selanjutna ditunda dan diundurkan sampai waktu yang belum ditentukan kapan. Filipina Selatan Tapi tampaknya sidang pengadilan tak akan dibuka kembali untuk memeriksa Hasyim. Jaksa Agung, kabarnya akan mendeponir perkara ini. Humas Kejaksaan Agung sayangnya belum siap menjelaskan apa-apa. LBH, yang sedianya akan berdiri sebagai pembela Hasyim, hanya menyatakan demikian: "Akan dicarikan penyelesaian yang lebih baik," kata A. Rachman Saleh dari LBH. Adakah penyelesaian yang lebih baik bagi perkara pidana selain melalui putusan hakim di pengadilan? "Soalnya,"kata Rachman, "perkara pidana kali ini semata-mata persoalan agama yang sangat peka." Membuka perkara Hasyim, pembunuhan pastor Constable. "hanya akan membuka koreng-koreng lama, yang menyakitkan hati umat beragama - baik Islam maupun Kristen -- dan tak menguntungkan ide kerukunan beragama." Membekukan sesuatu perkara kriminil -- demi kepentingan umum --memang wewenang Jaksa Agung. Lihatlah suasana setelah Hasyim selesai sidang. Ia dielu-elukan oleh penonton yan berjubah di ruang sidang. Tak begitu jelas siapa yang memulai, tapi tiba-tiba Hasyim menerima banyak sumbangan dari hadirin. Terkumpul di tangan Hasyim, arek Surabaya asal Bugis ini, uang Rp 60 ribu dengan 4 arloji. Hasyim pun berpidato singkat. Setelah mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian hadirin ia berkata: "Sumbangan ini bukan untuk saya sendiri, tapi untuk perjuangan umat Islam di Filipina Selatan." Tidak itu saja. Suasana pun tampaknya akan lebih panas jika sidang berlangsung terus. Di kantin di belakang gedung pengadilaln massa -- entah siapa dan berasal dari mana tekun menyiapkan spanduk dengan tulisan menyolok dan berhawa panas. Dan Hasyim sendiri, yang meninggalkan isteri dengan 11 anak ( di antaranya anak angkat) di Surabaya, tampaknya sudah siap menghadapi hakim untuk membuka kembali peristiwa yang pernah menghebohkan itu. Dia pernah menyurati pengadilan begini: Sekalipun kondisi badannya payah (ia mengidap sakit penyempitan sela sendi paha), "yang sulit diharapkan kesembuhannya," namun "insyaallah tidak akan menghalangi saya menghadiri persidangan." Jadi orang kini tak usah repot-repot lagi menduga-duga apa motif Hasyim dkk dulu menyerang Constable. Di Senen Hasyim Yahya, sekarang berumur 36 tahun, tiba di Jakarta 28 Juni 1974. Maksud kedatangannya dari Surabaya, mula-mula, untuk urusan dagang dan mencari rekomendasi dari beberapa orang untuk kepentingan keluarganya yang hendak bekerja di Australia. Keesokan harinya, sekitar jam dua siang, ia berjalan jalan di daerah Senen . Di mtlka bioskop Grand ia, tak sengaja, bertemu dan berkenalan dengan Umar dan Ali. Ali berasal dari Bugis dan Umar dari Banten sini. Ternyata ketiga orang ini cocok dalam pembicaraam Mereka asyik berdiskusi soal agama dan keresahan umat Islam terhadap isyu Kristenisasi. Ketiga orang ini, tampaknya. gemar membaca buku-buku yang sama. Lalu mereka berkesimpulan: keresahan terhadap kristenisasi itu beralasan. Lihatlah, kata mereka, kegoncangan di Filipina Selatan. Pembunuhan orang-orang Islam di Spanyol. Missi-missi asing, dapat dibuktikan, telah membeli tanah dan rumah di lingkungan penduduk beragama Islam untuk mendirikan gereja. Yang terakhir, menurut mereka, rencana Sidang Dewan Gereja Dunia yang akan berlangsung di Indonesia (kemudian dibatalkan!) cuknp menggelisahkan. Sebah, dianggap, acara sidang raya itu akan merupakan usaha penyebaran agama Kristen di kalangan umat Islam. Jua kisah seorang bernama Yusuf Roni - pemeluk Kristen baru eks lslam - sangat menyakitkan hati mereka dan harus diperhitungkan. Yusuf, menurut Hasyim. Ali dan Umar telah memutar balikkan pengertian beberapa ayat al-Qur'an dalam pidato-pidatonya yang menyerang Islam di beberapa gereja di hampir seluruh Indonesia. Bahkan kaset rekamannya telah beredar luas baik di kalangan Kristen maupun di luar itu. Akhirnya diskusi di jalanan yang panas itu melahirkan gagasan yang nekdd. Mereka bersepakat untuk 'memberi pelajaran' kepada 'musuh agama'. Mula-mula direncanakan hendak menyerang pastoran DGI di Salemba Raya -- yang dianggap sebagai pusat kegiatan pastor asing. Untuk itu mereka telah membeli pisau belati di Pasar Senen. Hasyimlah yang membayar Rp 1.000 untuk tiga bilah pisau itu. Tapi sasaran tiba-tiba berubah. Entah apa alasannya. Setelah salat maghrib dan bersumpah setia di sebuah masjid mereka menuju sasaran baru: pastoran di gereja Anglikan. Tak Tahu Menahu Malang bagi pastor Constable. Ia berada di sana, sebagai tamu gereja dari Australia, baru jalan tiga minggu. Kedatangannya di Indonesia belum begitu jelas maksudnya. Sebab, mestinya, ia sudah harus melaporkan kehadirannya di sini ke Departemen Agama. Ditjen Bimas Kristen, waktu itu, menyatakan tak tahu menahu untuk keperluan apa dan atas sponsor siapa Constable di Indonesia. Apa yang dibicarakan antara Hasyim dkk dengan Constable, sebelum peristiwa berdarah berlangsung, tak diketahui. Hanya, melihat keadaan kamar pastor, kelihatannya Constable cukup melakukan perlawanan sebelum tewas. Sumber yang mengetahui menyatakan, kebijaksanaan Jaksa Agung membekukan perkara ini - entah untuk sementara atau seterusnya --bersamaan dengan pemeti-esan perkara Yusuf Roni. Sebab untuk mengadili Yusuf Roni di Surabaya, tempat ia ditangkap dengan tuduhan menghina agama Islam, juga bisa berabe. Sudah dapat diduga pengadilan akan 'diserbu' orang. Belum lagi perhitungan soal kerukunan agama. Pembekuan perkara kedua-duanya, kabarnya, telah disetujui bersama, baik oleh pihak Majelis Ulama maupun DGI. Pokoknya, agar tenang sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus