AKHIRNYA tersingkap, misteri bahwa KGB adalah yang mengorbitkan Mikhail Gorbachev ke posisi paling berkuasa di Uni Soviet saat ini. Ini diungkapkan Oleg Gordievsky, bekas residen atau kepala stasiun di London dari organisasi polisi rahasia yang paling ditakuti. Gordievsky, yang punya kedudukan cukup penting, membelot ke Inggris pada 1985. Sejak 1966 berperan sebagai agen ganda yang banyak membocorkan rahasia negara "tirai besi" itu, Gordievsky baru muncul ke muka umum setelah hampir lima tahun "dibekukan". Kini ia berperan sebagai komentator masalah-masalah Soviet. Menurut dia, kepemimpinan Uni Soviet yang harus bersandarkan pada organisasi polisi rahasia atau KGB itu untuk menjamin program-program reformasi, liberalisasi, dan demokratisasi. Mengapa demikian? "Pada tahun 1970-an dan 1980-an, KGB pada kenyataannya merupakan organisasi yang tak tergoyahkan oleh korupsi di Uni Soviet, dan juga kekuatan yang paling berdisiplin. Organisasi itu sangat penting bagi Gorbachev, terutama agar program dan kebijaksanaan yang dimotorinya dapat terlaksana," kata bekas bos spion itu dalam wawancara dengan mingguan Newsweek baru-baru ini. Sebaliknya, KGB juga memerlukan Gorbachev. Lantaran, ini kata Gordievsky juga, hanya pada diri Gorbachevlah KGB melihat hadirnya bakat dan kepandaian sebagai pemimpin. Sebelumnya, kepemimpinan nasional dipegang oleh serentetan pemimpin yang tua renta, sakit-sakitan, korup, dan tak efektif. Organisasi mata-mata itu pula yang pertama kali melihat dan paling menyadari bahaya yang mengancam eksistensi Uni Soviet. "KGB adalah organisasi yang paling tahu tentang perkembangan dalam dan luar negeri. Oleh karena itulah sejak berkuasa, Gorbachev selalu meminta KGB agar memberikan informasi yang bebas dan obyektif kepada pemerintah mengenai kondisi-kondisi politik, sosial, dan ekonomi," ujar Gordievsky lagi. Apa yang dikatakan Gordievsky itu cukup mengejutkan juga bagi orang-orang di luar Uni Soviet. Tadinya, para pemantau perkembangan di Uni Soviet cenderung menduga bahwa KGB justru akan menjadi ganjalan besar terhadap program-program Gorbachev. Maklumlah, salah satu fungsi badan intel itu adalah untuk mengamankan sistem kenegaraan yang berdasarkan paham komunisme. Juga, KGB akan mencegah aksi untuk menjegal setiap usaha -- dalam dan luar negeri -- untuk merobohkan partai komunis karena paham yang disuntikkan kepada setiap anggota intelnya adalah kesetiaan kepada ideologi dan partai komunis. Sedangkan orang di luar Soviet cenderung menilai bahwa program yang dicetuskan Gorbachev berlawanan dengan prinsip itu. Namun, apabila dilihat dari sudut sejarah, hal-hal yang dikatakan Gordievsky itu bukan sesuatu yang aneh. Lenin sendiri yang meresmikan pembentukan satuan Komisi Khusus untuk Memberantas Kontrarevolusi, Spekulasi, dan Sabotase pada 20 Desember 1917, hanya dua bulan setelah kaum Bolsyewik (komunis) merebut kekuasaan. Organisasi yang dikenal dengan akronim Cheka itulah cikal-bakal KGB, dengan beberapa kali ganti nama. Selain punya tujuan untuk menindas setiap bentuk perlawanan, Cheka juga berfungsi sebagai pemaksa setiap lapisan masyarakat, agar setiap keputusan birokrasi dapat dilaksanakan dengan efektif. Itu didasarkan pada kenyataan bahwa revolusi komunis di Rusia adalah suatu kudeta yang dilancarkan oleh sebuah elemen minoritas Bolsyewik yang terorganisasi dengan ketat. Dengan demikian, sejak awal pembentukannya, polisi rahasia Soviet adalah penyedia "jalan keluar" bagi masalah-masalah yang dihadapi Uni Soviet. Satuan-satuan itulah yang mematroli perbatasan, membentuk dan mengoperasikan kamp-kamp konsentrasi, "membujuk" dan meneror rakyat yang tak mau tunduk kepada penguasa, meredam setiap ketidakpuasan di dalam Tentara Merah, dan menjaga agar para penguasa Soviet tidak ditentang. Sebagai balas jasa, KGB menempati posisi penting dalam kepemimpinan di negeri itu. Oleh karena itulah selalu ada hubungan sangat akrab antara seorang penguasa tertinggi Uni Soviet dan KGB. Stalin sangat mengandalkan KGB -- waktu itu menyandang nama MVD -- untuk melenyapkan saingan-saingannya. Karenanya, sebelum merebut kekuasaan, diktator itu menguasai KGB dulu. Konon, salah satu faktor utama kejatuhan Khrushchev pada pertengahan 1960-an adalah kurang mesranya hubungannya dengan KGB. Sedangkan Brezhnev dan kelompoknya sudah jauh hari memupuk hubungan dengan organisasi yang bagaikan pemerintah bayangan itu. Dewasa ini, hubungan antara Gorbabchev dan KGB, yang dikepalai oleh Vladimir Kryuchkov, sangat erat. Buktinya, KGB adalah satu-satunya badan pemerintah yang tak mengalami reformasi. Gordievsky juga mengatakan, karena ketergantungan Gorbachev yang begitu besar terhadap KGB, segi-segi negatifnya masih tetap. Ia akan terus mengawasi orang-orang yang secara politis berbahaya untuk rezim, kaum oposisi, dan mereka yang mendukung separatisme. "KGB akan kembali menjadi alat penindasan apabila keadaan menuntut itu," katanya. Tapi KGB tak akan menjadi penguasa tertinggi di sana karena ia hanya mengikuti perintah, berdisiplin, dan tak punya kecenderungan bertualang. Gambaran Gordievsky tentang KGB berbeda dengan yang diceritakan oleh pembelot lain, Victor Sheymov, agen KGB yang lari ke Amerika pada 1980. Sheymov mengatakan dalam sebuah konperensi pers bahwa KGB pernah berkomplot untuk membunuh Paus Yohanes Paulus II dan merencanakan mematahkan kaki penari balet Rudolf Nureyev. Karena yang disebut belakangan itu pernah mengucapkan kata-kata yang menjelekkan Uni Soviet. Adalah Boris Yeltsin, tokoh radikal pembaruan, yang merasa khawatir atas kemungkinan Gorbachev menjadi "Stalin baru". Itu disebabkan akan sangat berkuasanya Gorbachev sebagai presiden dengan hak eksekutif yang besar apabila tanpa sistem parlemen yang efektif. "Ia adalah orang yang tak punya toleransi dan tak suka kritik," kata Yeltsin tentang Gorbachev. Kalau penilaian Yeltsin itu benar, Gorbachev sebagai presiden dengan kekuasaan besar, ditambah dengan dukungan efektif KGB, akan merupakan suatu kombinasi yang cocok untuk kembalinya kediktatoran Stalin. Tentunya demi menjamin suksesnya glasnost dan perestroika. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini