MESKIPUN dalam keadaan perang, pertentangan antara sesama kaum
revolusioner kan tetap sukar diselesaikan. Himbauan Ayatullah
Rohullah Khomeini -- yang sudah berulang kali -- supaya mereka
menjaga persatuan, tidak dihiraukan. Kelompok para mullah dan
golongan moderat bahkan makin saling menuduh dan baku hantam.
Suatu bentrokan fisik antara pengikut Ayatullah Behesti dan
pengikut Presiden Abolhassan Bani Sadr terjadi di Pantai Kaspi.
Hari itu (14 Februari), suatu rapat umum yang diselenggarakan
pengikut Bani Sadr diserang oleh kelompok Hisbullah. Dengan
bersenjatakan gada, pisau dan senapan mereka menghentikan rapat
umum itu yang dihadiri Hasan Lahuti, anggota Majlis (parlemen)
Iran. Mereka juga sempat menembaki mobil Lahuti dan menahannya
selama 2 jam.
Akibat peristiwa ini, Hajatoleslam Ahmad Khomeini, putra
Ayatullah Khomeini, mengirim surat ke Majlis pekan lalu. Ia
menyesalkan sikap pemerintah yang tidak bertindak tcrhadap
kelompok Hisbullah. "Saya heran mengapa pemerintah diam saja,"
kata Ahmad Khomeini.
Dan ia bertanya pula: "Kenapa kelompok ekstrim itu tidak
diadili?" Pertanyaan ini jelas juga ditujukan kepada Ketua
Partai Republik Islam, Ayatullah Behesti, yang juga menjabat
Ketua Mahkamah Agung.
Memang aksi kelompok Hisbullah tampaknya dibiarkan begitu saja
oleh pemerintah PM Mohammad Ali Rajai. Kelompok ini mendukung
Partai Republik Islam yang berkuasa di Iran. Awal Februari
mereka juga menyerang kelompok Fedayen Khalg yang sedang
berdemonstrasi bersama kelompok ultra kiri Peykar di Tohid
Square, Teheran.
Para demonstran itu, sekitar 5.000 orang, berteriak, "Kami butuh
pekerjaan, makanan, kebebasan dan kemerclekaan." Fedayen yang
Marxis itu juga membawa sejumlah poster yang mengkritik para
mullah di Partai Republik Islam.
Demonstrasi itu tak berlangsung lama. Kelompok Hisbullah datang
mengepung mereka dengan kendaraan jeep. Dan terjadi bentrokan
fisik. Menurut sumber di rumah sakit Teheran, ada 39 orang luka
parah. Radio Teheran, yang biasanya membawakan suara pemerintah,
mencela aksi kaum Fedayen itu. "Kelompok kiri mencoba
mengalihkan perhatian rakyat yang sedang berperang melawan
Irak," ujarnya.
Namun dalam berbagai kerusuhan, pemerintah yang dikuasai para
mullah itu memihak Hisbullah. Hingga Ahmad Khomeini
mengingatkan, "Sebelum terlambat ini harus segera dihentikan."
Sesudah pernyataan Ahmad Khomeini itu, 40 anggota Majlis
lainnya, termasuk bekas PM Mehdi Bazargan, juga menulis surat
kepada parlemen Iran itu. Mereka terutama menyesalkan bentrokan
fisik di Pantai Kaspi, yang "mendorong negara ini ke suasana
permusuhan dan pertumpahan darah."
Seorang penandatangannya meminta Ketua Majlis, Hashemi
Rafsanjani, membacakan surat itu secara terbuka. Tapi sang ketua
menolak. Rafsanjani juga tokoh utama Partai Republik Islam,
seperti Ayatullah Behesti PM Rajai bukan anggota PRI, tapi ia
dikenal sebagai pendukung partai para mullah itu.
Trio sehesti, Rajai dan Rafsanjani memang begitu berkuasa.
Mereka menguasai bidang eksekutif, legislatif dan judikatif.
Menurut bekas PM Bazargan, sebagian kecil saja urusan negara
yang tidak berada di bawah pengaruh trio itu. Bazargan dalam
Majlis telah mengkritik dominasi PRI.
Kritik kalangan moderat ini langsung dijawab. PM Rajai dalam
suatu pidato televisi mengingatkan kaum oposisi bahwa mereka
akan dihancurkan bila tidak bisa bekerjasama dengan pemerintah.
Dan sebelumnya, PRI dalam suatu pernyataan menuduh lawannya
menyerang Islam. "Menyerang Partai Republik Islam sama artinya
dengan menyerang Islam," demikian pernyataan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini