GEBRAKAN Jerry John Rawlings, 32 tahun, pemain polo yang
memimpin revolusi di Ghana, 4 Juni lalu masih saja
mencengangkan. Letnan Penerbang itu, dikenal sebagai anak muda
berdarah panas, telah menggiring satu demi satu lawan
politiknya ke depan regu tembak. "Dalam revolusi selalu ada
korban," katanya.
Pekan lalu, orang yang menjadi korban pengadilan revolusi Ghana
adalah Jenderal Fred Akuffo, bekas Kepala Negara yang
digulingkan Rawlings. Ia ditembak mati di pinggir kota Accra,
ibukota Ghana, 21 hari setelah ditangkap. Regu tembak juga
mencabut nyawa Kolonel Roger Felli, bekas Menlu Ghana, serta
sejumlah perwira tinggi lainnya.
Seks
Eksekusi yang dijatuhkan rezim Rawlings itu telah diprotes
banyak negara. Di antaranya, Inggeris, yang menguasai negeri itu
sampai 1957. Protes itu tampak tak ada artinya. Sebuah laporan
dari Ghana menyebutkan sekitar 60 orang sipil dan militer sedang
menghadapi risiko hukuman mati.
Tak hanya itu yang mencemaskan. Ghana dirongrong pula oleh
kesulitan ekonomi dan inflasi yang deras. Penyelundupan
merajalela. Ghana adalah penghasil kopi dan coklat. "Apa yang
menarik orang di Ghana, hari-hari ini adalah seks dan
penyelundupan," komentar pedagang asal Lebanon yang berdiam di
Accra. "Seks karena itu memang bebas. Penyelundupan karena itu
satu-satunya cara untuk bisa hidup."
Pemilihan umum, sedianya dilaksanakan 18 Juni, untuk sementara
tampak dilupakan orang. Rezim mendiang Akuffo telah berniat
melaksanakan pemilihan parlemen dan presiden, untuk kembali ke
pemerintahan sipil. Tapi, ia keburu digulingkan. Dan Rawlings,
untuk sementara, tampak lebih sibuk melakukan pembersihan
ketimbang memikirkan pemilu.
Bagaimana reaksi parpol? "Jika ada orang yang lebih baik
memimpin negeri ini, saya akan mendukung dia," kata William
Ofori Atta, Ketua United National Convention Party. Ia tak
menyinggung soal pemilu yang gagal, dan juga tak mengatakan
bahwa orang yang dimaksudnya adalah Rawlings.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini