Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Langkah Goyah Koalisi Kadima

Kadima harus berkoalisi dengan partai-partai yang berbeda orientasi. Masa depan perdamaian Israel-Palestina makin tidak pasti.

10 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemenang pemilihan umum Israel, Partai Kadima, mulai memadu padan koalisi pemerintahan baru. Partai Buruh yang kiri dan berorientasi pada perdamaian, dan Yisrael Beiteinu, partai kanan yang anti terhadap penarikan pendudukan Israel-, diundang ke Hotel Ramat Gan’s Kfar Hamaccabiah, Ahad dua pekan lalu. Mereka berbicara tentang kemungkinan koalisi. Diperkirakan komposisi koalisi ini akan kelar pertengahan April ini.

Pemimpin Kadima, yang otomatis men-jadi perdana menteri, Ehud Olmert, dalam pidatonya pekan lalu, berbicara lantang syarat koalisi. Bergabung ber-arti menyadari bahwa penarikan akan menjadi dasar kerja pemerintah. Olmert berniat melanjutkan langkah pendahulu-nya, Ariel Sharon, pendiri Kadima yang kini dalam keadaan koma. Pada 2005, Sha-ron memerintahkan penarikan pendudukan Israel dari Gaza. Kini, Kadima berniat melanjutkannya di Tepi Barat.

Namun, semua itu sangat tergantung pada adonan koalisi pemerintah baru. Ka-dima, pemenang pemilu 28 Maret la-lu, hanya mendapat 28 dari 120 kursi Knesset. Dan ini pencapaian terendah da-lam sejarah Israel. Untuk itu, partai yang didirikan Ariel Sharon pada No-vem-ber 2005 itu harus merangkul beberapa partai agar menguasai 61 kursi untuk memenuhi syarat memerintah.

Lalu ada Partai Buruh di posisi kedua- dengan 20 kursi. Partai ini, selain men-du-kung penarikan pendudukan sepihak,- juga punya prioritas mengangkat kesejahteraan rakyat kecil. Lalu Yisrael Bei-teinu dengan 11 kursi. Partai kanan de-ngan konstituen Yahudi imigran dari bekas negara-negara Uni Soviet ini menentang penarikan pendudukan.

Jika koalisi Kadima-Buruh-Yisrael Beiteinu terjadi, minimal masih dibutuhkan dua kursi lagi. Dan itu bisa diperoleh dari partai-partai sangat kanan, yang ketiban rezeki suara di menit-menit terakhir, seperti Likud, bekas partainya Sharon. Lalu, Uni Nasional, partai yang penuh dengan para hawkish, sangat kanan dan pro terhadap pendu-dukan. Juga Shas, berisi Yahudi ortodoks, yang kanan dalam agama, namun kiri dalam ekonomi.

Jadi, bisa dibayangkan, masa depan Israel dan hubungannya dengan Palesti-na sangat ditentukan koalisi yang sangat terfragmentasi, dari pemilu dengan persentase pemilih terendah sepanjang sejarah Israel: 63 persen dari sekitar 4,5 juta warga Israel berhak memilih. Itu pun, menurut The Economist, dengan banyak pemilih yang baru menentukan suara di saat-saat terakhir.

Jika Kadima bisa kompak dengan Buruh, maka akan ada 39 kursi ”melawan” 22 kursi yang diisi kekuatan ekstrem kanan. Tapi, koalisi pemerintahan yang tidak solid itu masih harus menghadapi- kemungkinan gempuran dari oposisi di Knesset, yang biasanya lebih banyak dari aliran kanan.

Tarik-menarik dalam tubuh koalisi pe-merintahan baru Israel sudah tampak- dari sekarang. Meskipun tak setuju de-ngan rencana penarikan sepihak yang dicanangkan Perdana Menteri Ehud Olmert, Yisrael Beiteinu tetap ingin bergabung. ”Ini strategi. Kami akan melawan dari dalam,” kata Pimpinan Partai Avigdor Lieberman, Kamis pekan lalu. Lieberman adalah orang yang ingin ”me-merahkan kembali” Garis Hijau, yaitu batas Israel dengan Palestina dari teritori yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari pada 1967, termasuk Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Memang sulit membentuk pemerintahan solid dengan bermodal 28 kursi- saja. Koalisi Kadima sudah goyah sejak awal, sehingga sukar membayangkan- resultan kebijakan macam apa yang akan terjadi. Apalagi, kini Palestina di-perintah Hamas yang lebih militan ketimbang Fatah. Di satu sisi, Kadima mung-kin akan menerapkan langkah uni-lateral, di pihak lain Hamas tetap tidak mengakui keberadaan negara Israel.- Suram.

Tapi, menurut Khalil Shikaki, ahli jajak pendapat dari Palestina, mayoritas- dari kedua belah pihak tetap mengingin-kan pembicaraan damai dalam kondisi yang tepat. Mudah-mudahan, ”kondisi- tepat” yang dimaksud adalah ketika pemerintah Palestina dan Israel sudah mentok berada di dua kutub yang berlawanan, sehingga tidak ada jalan lagi kecuali kembali saling mendekat.

Leanika Tanjung (Jerusalem Post, Haaretz, AFP, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus