Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sekarang Giliran Tumpas Kelor

Perdana Menteri Thaksin Shinawatra sepenuhnya mengundurkan diri. Tapi partai oposisi masih curiga Thaksin akan bermain di balik layar.

10 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pemimpin Aliansi Rakyat- un-tuk Demokrasi (PAD) sudah me-nyiapkan rencana untuk kembali menggelar demonstrasi besar yang sedianya akan digelar pada Jumat pekan lalu. Namun pada Selasa- malam beredar kabar yang dinanti-nan-ti tapi cukup mengejutkan: Thaksin Shinawatra akan menyampaikan pidato pengunduran diri.

Massa anti-Thaksin pun kembali mera-maikan tenda di luar kantor sang perda-na menteri. Mereka menyaksikan drama sekitar 10 menit lewat layar lebar televisi. ”Kita tidak punya waktu bertengkar. Saya ingin melihat rakyat Thailand bersatu melupakan apa yang sudah terjadi,” ujar Thaksin, yang berurai air mata.

Thaksin menyatakan bahwa keputus-an-nya mundur demi menjaga persatuan rakyat Thailand menjelang perayaan 60 tahun Raja Bhumibol Adulyadej, Juni mendatang. Thaksin tak lupa meminta- maaf kepada 16 juta rakyat Thailand yang memilih Partai Thai Rak Thai dalam pemilu Ahad dua pekan lalu, karena ia memutuskan tak akan menjabat perdana menteri.

Meski pernyataan pengunduran diri ini menimbulkan kecurigaan, toh mendadak-sontak meledak- kegembiraan di kalangan oposisi. ”Ini kemenang-an ki-ta,” ujar Chamlong Srimuang. Chamlong, 66 tahun, yang juga dikenal bekas mentor politik Thaksin, ikut menggalang aksi demonstrasi kelas menengah kota untuk menjatuhkan Thaksin selama 34 hari dan 34 malam (Lihat Thaksin Mementingkan Diri Sendiri).

Ada yang bersorak, ada pula yang ber-sedih atas kepergian Thaksin. Mereka- terutama rakyat miskin di pedesaan mau-pun perkotaan yang banyak menikmati program sosial dan pendampingan ekonomi. ”Dia berjuang melawan narkotik, melawan mafia. Saya sangat sedih,” ujar seorang pengemudi- taksi Bangkok sembari menyeka air matanya.

Inilah klimaks krisis politik Thailand yang mulai meledak sejak keluarga Thaksin pada Januari lalu melego saham mayoritas mereka di perusahaan telekomunikasi Shin Corp kepada perusahaan milik pemerintah Singapuran, Temasek Holding. Keluarga Thaksin menerima bu-lat-bulat hasil penjualan US$ 1,9 mili-ar- tanpa dipotong pajak penjualan. Kritik pun berhamburan. Selain menjual Shin Corp sebagai perusahaan strategis yang merupakan aset nasional kepada negara asing, juga diduga terjadi praktek insider trading.

Sejak itu gerakan oposisi menemukan- momentum untuk menggalang perlawan-an terhadap Thaksin, yang melahirkan- Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) pada 11 Februari lalu. Di dalam PAD ber-gabung 99 organisasi, kelompok kepentingan yang berasal dari berbagai ele-men kelas menengah perkotaan. PAD berhasil menggalang puluhan ribu pesera demonstrasi yang menyesakkan Kota Bangkok. Tuntutan mereka tegas: Thaksin harus mundur.

Thaksin menjawab tuntuan itu de-ngan menggelar pemilu yang seharusnya dilaksanakan tiga tahun lagi. Bekas perwira polisi ini nekat mempertaruhkan reputasinya, karena partainya pada pemilu yang lalu menang telak sehingga bisa membentuk pemerintahan tanpa repot berkoalisi. ”Saya akan mundur jika saya tak bisa memperoleh lebih dari 50 persen suara,” katanya. Pemilu pun berlangsung tanpa keikutsertaan tiga partai oposisi.

Hasilnya, Partai Thai Rak Thai mera-up 57 persen suara atau sekitar 16 juta sua-ra. Meski lebih rendah dari pemilu sebelumnya, toh hasil pemilu ini cukup sebagai jawaban bagi tuntutan oposisi bahwa Thaksin masih dipercaya menjadi perdana menteri oleh mayoritas rakyat Thailand. ”Tahun lalu kami memper-oleh nilai A, kini nilai BC. Tidak ada be-danya, kami tetap lulus ujian,” katanya.

Untuk melengkapi kursi parlemen yang tak bertuan (37 persen), Thaksin- berencana menggelar pemilu sela pada 23 April. Tapi partai oposisi terbesar, Par-tai Demokrat, menyatakan akan memboikot pemilu sela. ”Kami akan ikut pemilu jika telah terjadi reformasi- politik,” kata Wakil Ketua Partai Demo-krat, Sathit Wongnongthoey.

Kelompok oposisi tetap ngotot dengan tuntutan mereka. Bagi mereka, pemilu- tak akan menyelesaikan krisis politik.- Pasalnya, Thaksin yang berlumuran- no-da korupsi dan penyalahgunaan ke-kua-saan jelas tak pantas menjadi pemimpin. Dukungan mayoritas terhadap Thaksin dianggap sebagai dukungan semu dari rakyat miskin yang dimanipulasi oleh Thaksin lewat program sosialnya.

Thaksin juga sempat menyiapkan pen-dirian komite independen yang terdi-ri dari tokoh-tokoh terkemuka untuk mencari cara agar Thailand keluar dari krisis politik. ”Jika komite itu meminta saya mengundurkan diri, saya akan mundur, jika itu akan menyelesaikan masalah,” kata Thaksin.

Dalam situasi itulah Thaksin menghadap Raja Bhumibol Adulyadej pada Selasa pekan lalu, dan sejam kemudian Thaksin menyatakan pengunduran diri. Belum jelas peran Raja Bhumibol terhadap keputusan Thaksin. Tapi selama ini Thaksin selalu menyebut hanya rajalah yang bisa memaksanya mundur.

Kelompok oposisi pun berusaha memainkan pengaruh kekuasaan Raja, yang berdasarkan konstitusi bisa mencopot perdana menteri, meski Raja Bhumibol belum pernah menggunakannya. Selama sepekan, demonstran anti-Thaksin menyatroni istana, memohon agar Ra-ja ikut campur menyelesaikan krisis politik dengan mencopot Thaksin dan menunjuk perdana menteri sementara. Tapi Raja Bhumibol tak pernah secara terbuka merespons tuntutan oposisi.

Memang ada indikasi intervensi terbatas Raja terhadap krisis politik ini untuk menghindarkan bentrokan fisik antara pendukung Thaksin dan oposisi. Hal ini terlihat dari argumen pengunduran diri Thaksin bahwa ada kebutuhan persatuan nasional selama peringatan 60 tahun bertakhtanya Raja Bhumibol pada Juni mendatang. Kekhawatiran bahwa krisis politik akan berujung pada kerusuhan pun semakin mencuat.

Campur tangan Raja Bhumibol sebe-narnya mulai tampak saat ia meminta- agar Thaksin membatalkan gugatan pen-cemaran nama baik terhadap Sondhi Limthongkul, salah satu penerbit media yang juga aktivis gerakan anti-Thaksin. Salah seorang anggota senior Dewan Penasihat Raja berulang kali meminta agar pemerintah dan oposisi berkompromi. Tapi keduanya menolak. Padahal ada indikasi krisis politik akan ber-ujung pada kerusuhan ketika ditemukan bom di markas partai oposisi.

Bahkan dalam tubuh militer, yang me-mang tidak mendukung Thaksin, ada ele-men yang ingin main kayu untuk men-jatuhkan Thaksin. Mereka membujuk- pemimpin oposisi agar meningkatkan tensi aksi demonstrasi yang bisa menja-di jalan bagi militer ikut campur dalam krisis ini.

Tiba-tiba, di tengah ketidakpastian situasi pascapemilu, Thaksin membuat kejutan kedua dengan menyerahkan kur-si perdana menteri kepada Wakil Perdana Menteri Chidchai Vanasatidya. ”Saya putuskan saya harus istirahat- sehingga negeri ini bergerak maju. Saya butuh istirahat,” katanya. Thaksin- mengatakan, bukannya ia tak ingin berjuang. ”Saya tak ingin melihat pertumpahan darah di antara rakyat Thailand,” ujarnya.

Chitchai, 59 tahun, yang baru saja dipi-lih untuk mengawasi masalah keamanan, adalah sahabat Thaksin. Keduanya- bersekolah di Amerika Serikat dan kemudian bergabung dengan kepolisian. Ketika Thaksin memutuskan keluar da-ri kepolisian dan berhasil menjadi kong-lomerat telekomunikasi, Chitchai me-neruskan kariernya di kepolisian hingga mencapai posisi senior.

Lawan politik Thaksin bersyukur ia mundur, tapi yang lain tetap khawatir Thaksin terus akan mengontrol pemerin-tah. Maklum, seorang anggota partai Thaksin mengusulkan agar ia berperan sebagai negarawan senior, sebagaimana bekas perdana menteri Lee Kuan Yew yang tetap memegang kendali politik Singapura.

Pemimpin Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva memperingatkan pejabat se-men-tara perdana menteri Chitchai agar Thaksin tak lagi mencampuri urusan pe-merintahan. Menurut Abhisit, akan ada ba-haya besar dalam sistem demokrasi monarki konstitusional dengan adanya- satu posisi yang memiliki kekuasaan ta-pi tak punya tanggung jawab sama sekali. Jika Thaksin tetap melakukannya, Abhisit mengancam akan meminta rakyat dan pejabat pemerintah meng-akhiri rezim Thaksin. ”Jika itu terjadi, akan lebih banyak konflik dan keke-rasan dalam masyarakat,” katanya.

Bagi kelompok oposisi, praktek tum-pas kelor lebih cocok untuk mengakhiri bayang-bayang pemerintahan Thaksin.

Raihul Fadjri (Bangkok Post, Reuters, BBC, Asia Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus