Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ABU Bakar al-Baghdadi, yang menjadi khalifah kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sejak 2014, terlahir sebagai Ibrahim Awwad Ibrahim al-Badri di Kota Samarra, Irak, 28 Juli 1971. Kota ini berada di tepi timur Sungai Tigris, 125 kilometer utara Bagdad. Menurut Washington Post, ia tumbuh dalam keluarga muslim Sunni yang taat, dekat dengan tokoh agama, dan mengaku keturunan Nabi Muhammad.
Pada masa remajanya, Al-Baghdadi mencintai sejarah dan seluk-beluk hukum Islam. Teman masa kecilnya mengingat dia sebagai pemuda pemalu yang menyukai sepak bola, tapi lebih senang menghabiskan waktu luang di masjid. “Dia selalu membawa buku agama atau buku lain di sepedanya,” kata Tariq Hameed, salah satu temannya.
Jejak pendidikannya agak kabur. Sejumlah laporan menyatakan Al-Baghdadi lulus dari University of Baghdad pada 1996 dan menerima gelar master di bidang Al-Quran dari Islamic University of Baghdad pada 1999. Dia mengejar gelar doktor, tapi langkahnya terhenti oleh serbuan pasukan Amerika Serikat ke Irak pada Oktober 2003 yang didasari laporan bahwa negara pimpinan Saddam Husein itu memiliki senjata pemusnah massal.
Al-Baghdadi pun bergabung dengan gerakan perlawanan terhadap pasukan invasi pimpinan Amerika. Ia menyebut langkahnya itu sebagai tugas keagamaan. Ia ditangkap pasukan Amerika-Irak pada awal Februari 2004 dan disekap di Kamp Bucca.
Di kamp inilah Al-Baghdadi berteman dengan beberapa anggota jaringan teroris Al-Qaidah Irak. Organisasi yang didirikan orang Yordania, Abu Musab al-Zarqawi, pada 2004 ini dikenal brutal karena memenggal para sanderanya dan menyerang organisasi-organisasi kemanusiaan, masjid, serta sekolah Syiah. Di penjara, Al-Baghdadi dikenal sebagai “Syekh Ibrahim”.
Setelah bebas dari tahanan pada pengujung 2004, Al-Baghdadi menjadi anggota organisasi Al-Zarqawi dengan nama Abu Du’a. Kariernya moncer. Ia bahkan menjadi orang nomor tiga di organisasi ini setelah Al-Zarqawi dan Abu Omar.
Pada 2006, Al-Zarqawi tewas dalam serangan pasukan Amerika-Irak. Abu Ayyub al-Masri menggantikan dia dan mengumumkan pembentukan Negara Islam Irak (ISI) dengan Abu Omar sebagai pemimpin. Tapi serangan militer Amerika pada 2010 menewaskan Abu Omar dan Al-Masri. Al-Baghdadi akhirnya didaulat melanjutkan kepemimpinan di ISI dengan nama Abu Bakar al-Baghdadi.
Bekas anggota ISI, Abu Omar, mengatakan salah satu alasan utama pemilihan Al-Baghdadi adalah ia keturunan Quraish, suku yang sama dengan Nabi Muhammad. “Ini sangat penting bagi mereka yang merencanakan strategi masa depan kelompok itu. Mereka yang ingin mewujudkan impian Al-Zarqawi dengan mengumumkan kekhalifahan,” ujarnya.
Ketika Usamah bin Ladin, pemimpin Al-Qaidah, tewas dalam serangan militer Amerika Serikat pada 2011, Ayman al-Zawahri mengambil alih komando organisasi teror itu. Al-Baghdadi melihat pergantian ini sebagai peluang melebarkan sayap dan mengirim orang kepercayaannya, Abu Mohammad al-Golani, ke Suriah.
Al-Golani kemudian mendirikan Jabhat al-Nusra di Suriah. Al-Baghdadi menawarkan penyatuan ISI dan Jabhat al-Nusra, tapi Al-Golani menolak dan memilih berafiliasi dengan Al-Qaidah. Al-Baghdadi pun turun ke Suriah dan merebut daerah yang dikuasai bekas koleganya itu.
Hubungan Al-Baghdadi dengan Al-Qaidah juga memburuk. ISI menyebut Al-Qaidah “tidak lagi menjadi basis jihad” dan para pemimpinnya “telah menyimpang dari jalan yang benar”. Sedangkan Al-Qaidah secara resmi menyatakan tidak berkaitan dengan ISI.
Di bawah Al-Baghdadi, wilayah kekuasaan ISI meluas di Irak dan Suriah. Al-Baghdadi lantas memproklamasikan berdirinya ISIS. Dia mendeklarasikan kekhalifahannya pada 29 Juni 2014 dalam sebuah ceramah di Masjid Agung Al-Nuri, Mosul, Irak.
ISIS pun menjadi momok di kawasan itu. Selain merusak situs-situs kuno di daerah yang dikuasainya, organisasi teror tersebut bertanggung jawab atas setidaknya 90 serangan di 20 negara yang menewaskan hampir 1.400 orang. ISIS juga memenggal sejumlah korbannya, termasuk jurnalis Amerika Serikat, James Foley dan Steven Sotloff.
Serangan militer pasukan Amerika, Irak, dan Suriah membuat ISIS kehilangan daerah kekuasaannya dengan cepat. Pada 23 Maret 2019, organisasi ini kehilangan basis terakhirnya di Kota Baghouz, Suriah, yang berada di tepi Sungai Eufrat, setelah mendapat serangan militer dari Pasukan Demokratik Suriah.
ABDUL MANAN (WASHINGTON POST, AL MONITOR, REUTERS, ABCNEWS, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo