SEBUAH janji diberikan oleh Presiden Rusia Boris Yeltsin kepada koleganya dari Amerika Serikat, Bill Clinton, yang bertamu dua pekan lalu. Amerika tak perlu cemas, reformasi ekonomi Rusia akan terus bergulir. Tapi, tiga hari setelah Clinton balik ke Washington, janji itu terasa bagaikan asal janji. Arsitek reformasi yang juga Menteri Ekonomi Rusia, Yegor Gaidar, mundur dari kabinet. Tiga hari kemudian, Menteri Keuangan Boris Fyodorov, sekutu Gaidar, mengucapkan selamat tinggal pada Boris Yeltsin. Pengunduran diri dua tokoh ini tentulah sebuah pukulan telak bagi reformasi Rusia. Secara politis, ini membuka peluang bagi kubu garis keras yang mencitakan kembalinya sentralisasi dan sistem subsidi untuk memperkuat diri dalam pemerintahan. Padahal, ketika Yeltsin masih cukup kuat, pihak garis keras memanfaatkan kesulitan ekonomi dengan tepat. Mereka menyebarkan pendapat, dalam perekonomian lesu, peran negara yang besar diharapkan bisa membuat suasana marak kembali. Dan jalan menyemarakkan ekonomi lesu itu, bagi kelompok garis keras, sederhana saja: mencetak uang. Gubernur Bank Sentral Rusia, Viktor Gerashchenko yang tergolong kelompok garis keras, mencetak uang untuk menyelamatkan industri-industri milik pemerintah yang tak produktif dan terancam bangkrut. Uang yang membanjir membuat inflasi tak terkendali. Rata-rata setiap bulan harga naik 20%. Sebagian besar rakyat pun frustrasi dan, celakanya, menganggap reformasi ekonomi yang menjadi biang kerok sulitnya ekonomi. Itu tercermin dalam pemilu Desember kemarin, ketika janji merdu untuk menambah subsidi mendapat sambutan yang paling hangat. Kubu konservatif pun menguasai parlemen. Lingkaran setan inilah yang menyeret Yeltsin ke dalam kesulitan yang tampaknya tak bakal bisa ia lalui dengan selamat. Ketika Yegor Gaidar mundur, kabinet terlanda krisis. Yeltsin mati-matian mempertahankan Menteri Keuangan Boris Fyodorov, tokoh reformis berbobot yang masih tersisa. Fyodorov mengajukan tiga syarat untuk bertahan: gubernur bank sentral harus diganti, ia juga dijadikan wakil perdana menteri, dan diberi hak veto untuk kebijakan ekonomi yang melenceng. Menurut konstitusi, Yeltsin sebenarnya bisa saja mengabulkan semua permintaan itu. Tapi konstitusi juga mensyaratkan persetujuan parlemen untuk penggantian gubernur bank sentral. Itu sebabnya ia terpaksa berunding dengan Perdana Menteri Viktor Chernomyrdin, tokoh yang dekat dengan kelompok garis keras, untuk menyusun kabinet. Yeltsin memerlukan Chernomyrdin untuk menjadi jembatan antara lembaga kepresidenan dan parlemen. Selain itu, Yeltsin juga berutang budi pada Chernomyrdin. Dalam pertentangan antara parlemen dan Yeltsin yang berdarah Oktober lalu, Chernomyrdinlah yang dengan tinju terkepal tampil di layar televisi mengimbau para komandan militer agar berdiri di belakang Yeltsin. Sebuah langkah yang menyelamatkan Yeltsin. Perundingan dengan Chernomyrdin berjalan ketat selama empat hari. Hasilnya, Yeltsin harus menerima kekalahan. Kamis pekan lalu ia mengeluarkan dekrit tentang susunan kabinet yang baru. Alexander N. Shokhin, bekas sekutu Gaidar yang berbalik menentang reformasi, diangkat menjadi menteri ekonomi yang baru. Nama Fyodorov masih ada sebagai menteri keuangan, namun tuntutannya untuk juga diangkat sebagai salah satu wakil perdana menteri ditampik. Viktor Gerashchenko juga masih bertakhta di bank sentral. Maka, Fyodorov pun mundur. "Saya adalah orang yang memegang prinsip," katanya. Dengan mundurnya dua tokoh kunci ini, tinggal seorang pendukung reformasi yang masih tersisa di kabinet, yang bobotnya berada di bawah Gaidar dan Fyodorov: Wakil Perdana Menteri Anatoly Chubais. Singkat kata, kekuasaan kelompok garis keras menjadi sangat kuat. Di pasar, semuanya ini tercermin dalam kekacauan. Takut inflasi bakal semakin gila, orang berlomba-lomba menukar rubel dengan dolar. Akibatnya, cuma sepekan setelah Gaidar mundur, nilai rubel jeblok hingga 30 persen. Gubernur Bank Sentral, Gerashchenko, tetap tak peduli. Ia berkeras tak mau menaikkan suku bunga yang saat ini boleh dibilang negatif karena jauh lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi. Untuk menahan nilai rubel, ia mengandalkan operasi pasar semata. Sedikitnya, sekitar US$ 1 miliar cadangan devisa Rusia, dari total US$ 4,5 miliar, tersedot untuk menahan nilai rubel agar tidak jatuh semakin jauh. Krisis kali ini juga memperkukuh posisi Chernomyrdin sebagai orang nomor dua di Rusia, setelah Yeltsin. Menurut konstitusi, Chernomyrdin otomatis menggantikan Yeltsin jika terjadi sesuatu atas presiden. Konon, ia sudah menyampaikan isyarat untuk ikut bersaing dalam pemilihan presiden melawan Yeltsin. Chernomyrdin sudah menyampaikan pesannya dengan tegas kepada Rusia, dan juga pada negara-negara Barat yang menanti dengan harap-harap cemas, belum lama ini: "Era romantisme pasar bebas sudah usai." Adakah ia juga bermaksud mengatakan bahwa zaman Yeltsin pun sudah habis? Bila bukan dalam waktu dekat, pemilu dua tahun lagi akan membuktikannya.Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini