Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

29 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yugoslavia
Mengadili Jagal Serbia

Kolonel Dragan Obrenovic, tokoh yang bertanggung jawab terhadap pembantaian warga muslim di Srebrenica, ditahan di Den Haag pada Senin pekan lalu. Obrenovic, 38 tahun, ditangkap di Zvornik, Bosnia, oleh pasukan penjaga perdamaian NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Dua hari setelah ditangkap, ia dihadapkan pada panel hakim PBB di Den Haag untuk menyatakan pembelaannya. Di hadapan pengadilan untuk para penjahat perang itu, Obrenovic mengatakan ia tidak bersalah terhadap tuduhan membantai warga muslim.

Sang kolonel juga harus menghadapi tuduhan lain: menutupi pembantaian terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Ia dituding telah menggali kuburan para korban dan menumpuknya kembali dalam kuburan massal. Ada lima tuduhan yang menantinya. Jika ia terbukti bersalah--kendati hanya untuk satu dari lima tuduhan itu--Obrenovic terancam hukuman penjara seumur hidup.

Aksi Obrenovic berlangsung pada 1995, saat tentara Serbia yang dia pimpin membombardir Srebrenica selama lima hari. Setidaknya, 7.500 warga muslim laki-laki dan anak laki-laki dilaporkan hilang. Dalam tuduhan kepada Obrenovic disebutkan, dia adalah pejabat Komandan Brigade Zvornik yang menyetop 50-60 bus yang penuh pengungsi lalu mengeksekusi semua penumpangnya di beberapa tempat terpisah. Menurut saksi mata, mayat-mayat korban dibawa dengan truk ke pemakaman umum, tetapi kemudian digali dan dimakamkan lagi di kuburan massal.

Mengantisipasi banyaknya jumlah tertuduh yang bakal muncul di Den Haag, pihak pengadilan memutuskan untuk menggandakan jumlah pengadilan. Sebanyak 27 hakim akan bertugas selama enam bulan untuk membantu 14 hakim yang telah ada.

Etiopia
Kerusuhan Terburuk Sejak 1991

Setidaknya 41 orang tewas dan lebih dari 250 orang luka-luka dalam bentrokan antara massa dan polisi di ibu kota Etiopia, Addis Ababa, pada pertengahan pekan silam. Kerusuhan ini dipicu demonstrasi sejumlah mahasiswa dan pelajar. Massa kemudian menjarah toko-toko di kawasan Piassa dan Mercato serta menghancurkan mobil serta bus-bus yang lewat. Ini kerusuhan terburuk di Addis Ababa sejak penggulingan rezim Marxis Mengistu Haile Mariam pada 1991.

Sampai sekarang, polisi telah menahan lebih dari 40 anggota partai oposisi serta ratusan mahasiswa. Peristiwa berdarah ini berawal dari boikot mahasiswa terhadap dosen mereka di Universitas Addis Ababa. Penasihat pemerintah yang menangani masalah demonstrasi ini, Kinfe Abaraham, mengatakan bahwa kelompok penentang pemerintah telah menumpangi aksi mahasiswa untuk kepentingan politik mereka.

Korea Selatan
Hubungan Hancur karena Buku

Ini seri lanjutan dari kisah buku sejarah Jepang: hubungan Negeri Sakura dengan beberapa negara tetangga terancam hancur. Korea Selatan menarik pulang duta besarnya di Jepang, dua pekan lalu. Satu minggu kemudian, dia kembali ke Jepang untuk mengantarkan surat protes resmi dari Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Han Seung-soo.

Dalam wawancara dengan Reuters, Han menyatakan keluarnya buku sejarah Jepang itu bisa menghancurkan hubungan Korea Selatan-Jepang yang membaik sejak kunjungan Presiden Korea Selatan ke Jepang, Oktober 1998. Menurut Han, Korea Selatan berencana meminta secara resmi agar Jepang merevisi bagian sejarah yang menjadi kontroversial, antara lain, Jepang tak mau mengakui telah melakukan agresi ke sejumlah negara Asia.

Menurut pihak Korea Selatan, buku yang akan beredar tahun depan ini akan menghalalkan invasi Jepang ke negara-negara Asia pada awal abad 20-an. Buku itu juga tidak menyebut perihal wanita penghibur yang dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang alias jugun ianfu. Selain Korea Selatan, Taiwan, Cina, dan Korea Utara juga mengajukan protes serupa ke pemerintah Jepang. Namun kementerian luar negeri Jepang menyatakan tidak berniat merevisi buku tersebut.

Rwanda
Biarawati Terlibat Pembersihan Etnis

Dua biarawati Katolik Roma menghadapi pengadilan di mahkamah kejahatan perang Brussels, Belgia, atas dugaan terlibat pembersihan etnis yang sistematis di Rwanda, Afrika Tengah. Gertrude (Konsolata Mukangango), 42 tahun, dan Maria Kisito, 36 tahun, didakwa membantu rezim militer Hutu.

Sejumlah 170 saksi mengungkapkan, kedua suster itu ambil bagian dengan membawa jeriken-jeriken minyak untuk membakar sebuah rumah pusat perawatan di sebuah desa wilayah Rwanda Selatan, tempat sekitar 700 orang pengungsi etnis Tutsi terkunci di dalamnya. Peristiwa itu telah menewaskan kaum wanita dan anak-anak secara mengenaskan.

Mulai 6 April 1994 hingga 100 hari berikutnya, sekitar 800 ribu orang etnis Tutsi dibantai milisi Hutu dengan pentungan dan api. Sekitar 10 ribu terbunuh setiap hari di negeri miskin yang berpenduduk 7 juta itu. Etnis Hutu memang mendominasi 90 persen negeri itu, yang merdeka dari Belgia pada 1962.

Dalam persidangan awal pada pekan lalu, di hadapan 12 hakim, kedua suster itu membantah tuduhan tersebut. Kedua terdakwa itu, warga Rwanda dari suku Hutu, menghadapi ancaman hukuman seumur hidup. Pengadilan akan memakai hukum Belgia 1993 yang menjadi rujukan hukum untuk kejahatan-kejahatan serius berdasarkan Konvensi Jenewa. Di samping kedua suster ini, ada dua tertuduh lain yang segera masuk ke pengadilan Belgia.

Mereka adalah Vincent Ntezimana, 39 tahun, seorang profesor; dan Alphonse Higaniro, 51 tahun, pengusaha dan mantan menteri. Keduanya didakwa sebagai otak pembantaian tersebut.

Dwi Arjanto, Purwani Diyah Prabandari (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus