Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mundur atau Malu

Pesan Megawati kepada Abdurrahman: mundur terhormat atau menanggung malu di sidang istimewa.

29 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


PRESIDEN Abdurrahman Wahid mengancam. Pemberontakan nasional akan meletus jika memorandum kedua digolkan DPR, katanya di depan mimbar seminar "Indonesia Next Emerging from the Crisis" di Jakarta, Kamis siang kemarin. Presiden Abdurrahman bilang, dari daerah ada sekitar 400 ribu massa pendukungnya yang akan datang pekan ini. Kecemasan akan timbul bentrok di antara kekuatan yang pro dan anti-Presiden pun kembali menyergap Jakarta, menjelang Sidang DPR, 30 April nanti.

Presiden juga berbicara tentang "dukungan" Mega. Sore hari yang sama, ketika bertemu dengan Dewan Harian Nasional Angkatan 45 di Gedung Joang, Abdurrahman mengklaim dukungan Megawati Sukarnoputri. "Mas Dur, kita tetap saja. Sampean presiden dan saya wakil presiden hingga 2004," kata Abdurrahman menirukan Mega, yang katanya diucapkan pada acara makan bersama belum lama ini.

Benarkah? Bantahan langsung disuarakan. "Tadi pagi (Jumat kemarin) Mbak Mega menyampaikan, tidak pernah memberi dukungan dan jaminan kepada Presiden sampai 2004," kata Pramono Anung Wibowo, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan. Bambang Kesowo, Sekretaris Wapres, Jumat kemarin jelas bilang kepada Koran Tempo, "Ibu tidak pernah mengeluarkan pernyataan seperti itu." Malah, menurut tiga pengurus PDI-P yang dekat dengan Mega, dua pekan belakangan sikap Mega soal kelangsungan kepresidenan Abdurrahman sudah gamblang benar.

Kisah Selasa siang, 10 April lalu, salah satu contohnya. Ketika itu, di kantor PDI-P di Pecenongan, Jakarta, Mega membahas draf memorandum kedua bersama Tim Delapan (tim perumus PDI-P untuk hal ini). Mega lalu membuka sebuah "rahasia penting". Menjelang lawatan Presiden Abdurrahman ke Timur Tengah, Februari lalu, Mega bertemu seorang kiai waskita Nahdlatul Ulama dari Jawa Tengah. Sebuah pesan dititipkan. Bunyinya, melihat situasi politik yang kian menjepit, sekarang cuma tersisa dua opsi buat Abdurrahman, mundur secara terhormat atau menanggung malu di sidang istimewa. Mega minta supaya soal ini masak ditimbang, agar pertikaian di bawah tak meletup. Abdurrahman tak memberikan tanggapan.

Soal ini dibantah Kiai Noer Iskandar Sq., salah satu sohib Abdurrahman. "Saya sangat tidak yakin, para kiai khos mau dititipi urusan politik. Dukungan mereka masih utuh, sesuai dengan isyarat dari Allah, Gus Dur harus sampai tahun 2004," katanya.

Selasa sore, usai pertemuan dengan Tim Delapan itu, hal senada kembali disampaikan Mega di rumah dinasnya di Jalan Teuku Umar, Menteng. Kali ini kepada Matori Abdul Djalil. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pernah getol mengusung Mega di Sidang Umum 1999 silam ini mencoba menawarkan langkah kompromi. Bentuknya, penataan ulang kabinet berdasarkan koalisi 3 atau 4 kaki: PDI-P, PKB, Golkar, dan TNI. Matori juga menanyakan bagaimana sebenarnya sikap Mega terhadap memorandum kedua. Mega menampik tawaran bagi-bagi kue kabinet dan memilih apa yang disebutnya "jalan konstitusional, tanpa kekerasan". Ihwal pertemuan itu dikonfirmasikan Matori. "Ya, ya, saya sendirian. Mbak Mega juga sendirian. Biasa saja, saya kan suka slonang-slonong," ucapnya. Sumber Tempo di PDI-P menjelaskan, Mega mengulangi pesan "jangan sampai ada yang dipermalukan, juga jangan ada yang mempermalukan" dalam pertemuan itu.

Dalam sebuah percakapan informal dengan pengurus teras PDI-P di Pecenongan, Selasa pekan lalu, sumber ini mengungkap bahwa Mega telah menyampaikan sikapnya itu langsung kepada Abdurrahman, meski secara tersirat, dan tak telak-telak meminta Presiden Abdurrahman mengundurkan diri.

Mega rupanya kian mantap. Fraksi Banteng bulat pasti menggulirkan memorandum kedua pada Sidang Paripurna DPR, Senin pekan depan. "Itu sudah menjadi keputusan partai," kata sumber tersebut.

Tanda-tanda ke arah itu jelas terbaca pada pertemuan dengan Tim Delapan 10 April. Membaca draf, Mega menyatakan supaya kesimpulan menuju memorandum kedua ditegaskan. "Kalau begini, masih mengambang," kata sumber itu menirukan. Mega juga meminta dua hal diberi tekanan khusus. Evaluasi terhadap kinerja Presiden dalam mempertahankan kesatuan wilayah dan penanganan kasus korupsi-kolusi-nepotisme. "Pemimpin kok bukan mempersatukan. Manajemen Gus Dur ini manajemen konflik," kata Mega. Tapi, sebuah catatan diberikan. Pernyataan mesti ditulis dengan kalimat yang santun dan tidak subyektif.

Menurut Didi Supriyanto, salah satu anggota Tim Delapan, draf pertama memang sudah dibahas bersama Mega. Pekan kemarin mereka telah mempersiapkan draf kedua. Ia juga menyatakan, yang akan disoroti fraksinya tidak terbatas pada kasus dana Bulog dan Brunei, tapi menyangkut kinerja Presiden secara umum.

Usai membahas memorandum, Mega melepas unek-uneknya. Ia mengeluhkan berbagai "pelintiran" Abdurrahman, tiap kali usai sarapan pagi. Bahwa ia telah menjamin memorandum tak akan terus bergulir, bahwa ia mendukung Abdurrahman sampai 2004, dan banyak lainnya. Mega menjelaskan, tak sepatah pun kalimat itu keluar dari mulutnya. Masalahnya, untuk menghindari polemik di muka umum, bantahan tak mungkin dilansir. Ada usul, kenapa sarapan itu tak disetop saja. "Wong, sudah dijadwalkan," kata Mega. Ritual sarapan pagi saban Rabu itu rupanya sudah menjadi "sidang di dalam sidang kabinet".

Terakhir, sikap itu kembali ditegaskan pada rapat pengurus pusat, Selasa pekan lalu. Mega bertanya, apakah ada yang bisa memberikan alasan kuat supaya memorandum kedua tidak perlu digulirkan. Beberapa sempat angkat bicara, tapi argumentasinya dinilai lemah. Keputusan pun diambil. Memorandum kedua akan diluncurkan. Mega juga menjelaskan sekitar sebulan lalu telah menyampaikan harapannya kepada Matori dan Yusuf Muhammad, Ketua Fraksi PKB. Supaya pertalian PDI-P dan NU/PKB tak cuma seumur kepresidenan Abdurrahman, Mega minta agar soal ini dipikirkan para pemimpin PDI-P.

Maksudnya, kata seorang dari "kelompok PDI lama", Mega tak ingin terkesan ikut menjungkalkan Abdurrahman. Itu buruk untuk pertalian kedua kekuatan tadi. Lebih lagi, PKB/NU adalah faktor penting dalam membentengi Megawati dari kelompok Islam yang menolak kepemimpinan seorang perempuan. Itulah yang melatarbelakangi sikap Mega yang selalu "sabar" pada Abdurrahman. Operasi politik cuma diurus fraksi di Senayan, "Sementara Ibu Megawati tetap berhubungan seperti adik-kakak dengan Gus Dur," katanya.

Dilihat dari konstelasi suara di Senayan, pilihan yang tersedia untuk menjaga agar Presiden Abdurrahman Wahid tak kehilangan muka tampaknya memang tinggal cuti atau mundur. Ide pemisahan kepala negara dan pemerintahan membentur tembok konstitusi, yang menyatakan kedua fungsi itu melekat pada presiden. Langkah kompromi berupa optimalisasi Keputusan Presiden 121/2000 tentang Pemberian Tugas kepada Wakil Presiden keras dicurigai bakal kembali ditelikung Presiden Abdurrahman seperti sebelumnya. Ide bagi-bagi "kue kabinet" pun sudah ramai-ramai ditolak.

Sebelum memorandum pertama digulirkan 1 Februari lalu, petinggi PDI-P pernah mengusulkan kepada PKB sebuah opsi lain: Presiden cuti sakit. Kewenangannya penuh dilimpahkan ke Mega, tapi Abdurrahman—meski nonaktif—tetap menjabat presiden sampai 2004. Tawaran ini sempat digodok di rapat pengurus PKB, tapi belakangan ditentang pengurus PKB dari kalangan muda.

Maka, kata sumber TEMPO di PDI-P itu, memorandum kedua diharapkan punya daya desak kuat memaksa Presiden turun. "Masa kritis" dari 30 April hingga sidang istimewa, Agustus mendatang, sudah mereka pikirkan dari sekarang.

Misalnya lewat forum lintas fraksi yang getol berunding selama hampir setahun ini. Pekan lalu, kaukus yang dimo-tori Arifin Panigoro, Ketua Fraksi PDI-P, menggelar pertemuan di Bali. Meski belum sampai pada kesepakatan formal, kata Didi Supriyanto, di level itu beberapa kesepahaman telah dicapai. Antara lain tentang jaminan bahwa Mega—jika jadi naik—tak bakal diganggu sampai 2004. Salah satu caranya, menghapus sidang tahunan majelis. Konfigurasi kabinet, sekitar 30 kursi, akan dibagi secara proporsional sesuai dengan perolehan suara di pemilu. Semua dirangkul, termasuk PKB. Partai-partai boleh mengusulkan kadernya yang akan masuk kabinet, tapi Mega mesti diberi keleluasaan menentukan pilihan.

Kursi RI dua pun sudah dibahas: akan diisi atau dikosongkan. Menurut seorang sumber, Amien dan Akbar tak bersedia duduk di sana, tapi PPP masih kuat berniat menyorongkan Hamzah Haz. Ada yang ingin Susilo Bambang Yudhoyono naik.

Tapi ada penjelasan menarik dari seorang tokoh muda NU yang juga punya kedekatan khusus dengan PDI-P. Ia akui, memorandum kedua tak mungkin dibendung. Tapi Gus Dur masih punya harapan, kalau PDI-P tetap kaku dalam tawar-menawar kue kekuasaan, seperti telah ditunjukkannya pada Sidang Umum 1999 lalu. Jika terjadi kebuntuan, seperti antara pendukung Mega dan Habibie dulu, katanya, orang akan kembali berpaling ke Abdurrahman.

Karaniya Dharmasaputra, Adi Prasetya, Wens Manggut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus