Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yordania Tiga Hotel Dibom
Ledakan besar mengguncang Hotel Grand Hyatt, Radisson SAS dan Days Inn di Amman, ibu kota Yordania, pada Rabu lalu. Akibat bom berkekuatan tinggi itu, 57 orang tewas. Di antaranya musisi jazz Perry Pattiselano dari Indonesia. Melalui situs elektronik, jaringan Al-Qaidah di Irak menyatakan bertanggung jawab atas ledakan itu. Sehari kemudian, polisi Yordania menangkap sekitar 120 orang yang diduga terlibat.
Pemerintah Yordania menuding Abu Musab al-Zarqawi sebagai otak tragedi berdarah tersebut. Warga Yordania berusia 39 tahun ini tersohor karena kasus-kasus serangan bom mobil dan penculikan di Irak. ”Zarqawi sudah menjadikan tanah kelahirannya sebagai target,” kata Evan Kohlmann, ahli tentang Al-Qaidah. Serangan pertama terjadi pada Agustus lalu ketika lelaki bernama asli Ahmad Fadil al-Khalayleh itu menyerang dua kapal perang Amerika di Teluk Aqabah.
Irak Fosfor Putih
Amerika Serikat diduga memakai senjata kimia fosfor putih saat menyerang kota Fallujah di Irak tahun lalu. Dalam film dokumenter bertajuk Fallujah: Pembantaian Tersembunyi, yang dilansir televisi Italia, RAI, pekan lalu, tampak tubuh perempuan dan anak-anak terbakar hingga ke tulang. Amerika diduga memakai bom MK 77 yang setara bom Napalm dalam Perang Vietnam. ”Fosfor putih membunuh tanpa pandang bulu,” kata Jeff Englehart, bekas anggota pasukan Divisi Infanteri I di Irak yang menjadi sumber RAI.
Sejumlah media Barat juga melaporkan pemakaian senjata kimia itu, namun tentara Amerika Serikat membantah. Fosfor putih digambarkan sebagai mesiu konvensional untuk menandai target. ”Kami tak memakainya untuk membunuh penduduk sipil,” kata Mayor Tim Keefe, Marinir Amerika di Irak. Penggunaan senjata kimia dilarang Konvensi Jenewa sejak 1980, tapi Amerika tak mau menandatangani protokol larangan itu.
Irak Pengacara Dibunuh
Pengacara bekas presiden Saddam Hussein, Adil al-Zubeidi, tewas, dan koleganya, Thamer Hamoud al-Khuzaie, terluka akibat ditembak sekelompok orang tak dikenal di Bagdad pada Selasa lalu. Para penyerang menggunakan mobil pemerintah Irak. ”Amerika dan Irak harus bertanggung jawab atas serangan barbar ini,” kata Khalil al-Dulaimi, Ketua Tim Pengacara Saddam. Sebelumnya, pengacara lainnya, Saadoun al-Janabi, diculik dan dibunuh sehari setelah pengadilan Saddam dibuka.
Peristiwa ini membuat tim pengacara Saddam mengancam akan memboikot persidangan berikut pada 28 November nanti. Apalagi jika mereka tidak dikawal secara maksimal. Tim pengacara juga meminta agar persidangan dipindahkan ke luar Irak.
Pemerintah Irak membantah terlibat dalam pembunuhan itu.
Amerika Serikat Penipu Tertipu
Presiden Amerika Serikat George W. Bush tertipu. Informasi salah satu bekas petinggi Al-Qaidah, Ibn al-Shaykh al-Libi, bahwa bosnya, Usamah bin Ladin, bekerja sama dengan Presiden Irak Saddam Hussein dalam membuat senjata kimia ternyata bohong besar. Agen Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) tak menemukan bukti apa pun. ”Informasi itu palsu,” kata Carl Levin, anggota Komite Pelayanan Militer Senat dari Partai Demokrat, penyuplai laporan DIA. Temuan ini dibeberkan majalah New York Times pekan lalu.
Libi ditahan sebelum invasi ke Irak. Saat diinterogasi ia ”bernyanyi”. ”Nyanyian” pelatih militan senior di Afganistan inilah yang dipakai Bush sebagai tiket untuk menyerang Irak. Collin Powel, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat kala itu, meminta izin Dewan Keamanan PBB untuk bergerak. Pada 2002, Bush menegaskan klaim soal senjata kimia tersebut kepada masyarakat AS. ”Ini contoh klasik tidak adanya keterbukaan pemerintah,” kata Jay Rockefeller, anggota Senat Komite Intelijen AS dari Partai Demokrat.
Belgia Penjara Rahasia
Dugaan tentang adanya beberapa penjara rahasia Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) di Eropa mulai diselidiki. Komite Hukum Parlemen Eropa telah menunjuk politisi Swiss, Dick Marty, untuk memimpin penyelidikan itu, pekan lalu. Keputusan diambil sepekan setelah harian The Washington Post melaporkannya. Artikel itu juga memuat desakan Pelapor Khusus Masalah Penyiksaan PBB Manfred Nowak agar Uni Eropa menyelidiki penjara tersebut. ”Dunia dan masyarakat sipil berhak tahu,” katanya.
Diduga, CIA menahan sejumlah tersangka anggota Al-Qaidah di delapan negara termasuk Thailand, Afganistan, dan beberapa negara Eropa Timur, namun The Washington Post tak memerinci nama-nama negara Eropa Timur itu. Setelah sepekan bungkam, Presiden George W. Bush buka mulut di Panama. Menurut dia, tuduhan itu adalah upaya musuh untuk mencoreng Washington. ”Kami tak pernah menyiksa tawanan,” ujarnya.
EKD, KS, RFX (Christian Science Monitor/BBC/AP/AFP/Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo