Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

31 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Australia
Tiga Tahun untuk Sang Rasis

Bekas pemimpin partai sayap kanan Satu Bangsa, Pauline Hanson, menghadapi ancaman hukuman tiga tahun penjara. Juri pengadilan distrik Brisbane menyatakan dia bersalah, terbukti telah menggelapkan uang pendukung partainya sebesar US$ 33 ribu (sekitar Rp 140 juta), Selasa pekan lalu. Uang itu digunakan untuk mendaftarkan partainya sebagai peserta pemilihan Negara Bagian Queensland pada 1998.

Ada 12 juri di pengadilan distrik yang menyatakan Hanson, 49 tahun, bersama Direktur Keuangan Partai Satu Bangsa, David Ettridge, bersalah melakukan penggelapan uang 500 pendukung Partai Satu Bangsa.

Jaksa menyatakan, uang yang digunakan Hanson itu adalah uang pendukung gerakan politiknya, bukan milik partai. Setelah juri menyatakan dia bersalah, Hanson sontak berang. "Omong kosong! Saya tidak bersalah. Ini cuma lelucon," teriaknya. Menurut Hanson, dia diadili hanya karena pandangan politiknya dan media yang memusuhinya.

Hanson semula anggota Partai Liberal. Ia ditendang keluar partainya karena pandangan politik radikalnya yang rasis. Ia mendirikan Partai Satu Bangsa, yang menyerang kepentingan imigran Asia dan bahkan penduduk Aborigin. Puncak popularitasnya terjadi pada saat Partai Satu Bangsa merebut 11 kursi (hampir 25 persen pemilih) dalam pemilihan di Negara Bagian Queensland pada 1998. Hanson keluar dari partainya setelah muncul tuduhan penggelapan uang itu.

Libia
Ramai-Ramai Memeras Kocek Libia

Libia mulai membayar kompensasi kepada keluarga korban yang terbunuh dalam pengeboman pesawat Pan Am di Lockerbie, Skotlandia, Rabu pekan lalu. Setiap keluarga memperoleh US$ 10 juta (Rp 84,22 miliar). Pembayaran kompensasi ini merupakan konsekuensi pengakuan bahwa Libia bertanggung jawab atas pengeboman pesawat Pan Am pada 1988 yang menewaskan 270 orang itu.

Inggris dan Bulgaria mensponsori resolusi pencabutan segera sanksi terhadap Libia yang diterapkan Dewan Keamanan PBB pada 1992. Tapi Prancis menentang. Prancis sedang menuntut ganti rugi terhadap Libia, yang diang-gap bertanggung jawab atas pengeboman yang mengakibatkan jatuhnya pesawat UTA, perusahaan penerbangan Prancis, pada 1989. Sebanyak 170 orang tewas dalam insiden itu. Prancis meminta agar resolusi itu ditunda.

Prancis menuntut ganti rugi sebesar US$ 36 juta (Rp 15,192 miliar), atau per korban US$ 33.780 (Rp 284,5 juta). Inggris setuju menunda pengajuan resolusi itu hingga awal pekan depan.

Liberia
Upaya Membersihkan AK-47

Gyude Bryant, yang terpilih selaku pemimpin Liberia, Kamis pekan lalu, harus melakukan konsensus dengan para panglima perang termasuk bekas presiden Charles Taylor. Konsensus terpaksa diambil untuk menyelamatkan Liberia dari kehancuran akibat pertumpahan darah selama 14 tahun. Kepemimpinan Bryant diharapkan dapat membawa Liberia ke pemilihan umum yang demokratis.

Bryant, seorang pengusaha, adalah figur netral yang bisa memimpin pemerintahan sementara setelah presiden sementara Moses Blah meletakkan jabatan pada Oktober mendatang. Blah memperoleh kekuasaan dari Taylor, yang terpaksa mengasingkan diri hasil mediasi pejabat Nigeria, Abdulsalami Abubakar. Persoalan Bryant sekarang adalah membersihkan anak muda dari senjata tempur AK-47 yang selama ini digunakan menteror penduduk sipil.

Inggris
Irak Diserang, Kelly Bunuh Diri

Perdana Menteri Tony Blair dan Menteri Pertahanan Geoff Hoon akan bersaksi pekan ini sebelum penyelidikan dugaan bunuh diri ahli senjata David Kelly. Keluarga Kelly juga akan bersaksi pada awal September. Hubungan kematian Kelly semakin jelas dengan tindakan pemerintah Blair yang mengakali laporan intelijen menjadi lebih menyeramkan untuk memperoleh legitimasi penyerangan terhadap Irak bersama-sama Amerika Serikat.

Kelly mengaku kepada David Broucher, perwakilan tetap Inggris dalam konferensi pelucutan senjata di Jenewa, ia akan bunuh diri di hutan jika Irak diserang. Sebab, kata Kelly sebagaimana diungkapkan Broucher, ia meyakinkan seorang pejabat senior Irak: tak ada yang perlu ditakutkan jika mereka bekerja sama dengan tim inspeksi senjata PBB. Tapi yang terjadi sebaliknya.

Raihul Fadjri (Reuters, BBC, The Independent, Daily Telegraph)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus