Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

'Kelompok Jimbaran' Jilid 2

31 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Matali (Masyarakat Tionghoa Peduli) memang tak sering disebut. Tetapi yang terhimpun di organisasi ini bukanlah nama sembarangan. Di sana ada pengusaha kelas kakap di bidangnya. Ada Tong Djoe, "Raja Kapal" peraih Bintang Jasa Pratama dari Departemen Luar Negeri 1998; Sukanta Tanudjaja, pemilik PT Great River International Tbk., salah satu perusahaan pakaian jadi terbesar di Asia Tenggara; dan Anggoro Widjojo, pemilik Satelindo.

Selain mereka, juga tercantum nama yang pernah berurusan dengan BPPN. Sebut saja The Nin King, bos Grup Argo Manunggal, dan Budiono Widodo, pemilik PT Sumatera Timber Utama Damai, yang menguasai areal hak pengusahaan hutan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Juga ada Ted Sioeng. Dia dikenal sebagai pengusaha besar di Los Angeles, AS, dan bagian dari jaringan pengusaha Cina dengan Gedung Putih. Jaksa umum Janet Reno dan Kepala Biro Penyelidik Federal, menurut Washington Post terbitan 12 September 1997, pernah memeriksa dana US$ 250 ribu yang diberikan putri Ted kepada Komite Nasional Demokratik pada 1996. Sebelumnya, putri Ted juga pernah memberikan dana US$ 50 ribu kepada Partai Republik.

Dibandingkan dengan kelompok masyarakat Tionghoa yang pernah ada, kelompok Matali relatif cair. Maksudnya, seseorang yang bergabung dengan kelompok itu tak diharamkan berkiprah di kelompok lain. Karena itu, menurut Sheito Kobayashi, keturunan Cina-Jepang yang memiliki akses ke kelompok itu, orang seperti Eddy Lembong yang menjadi pendiri INTI bisa ikut membaur di Matali.

Kiprah Matali sejauh ini umumnya bergerak di bidang sosial, kesehatan, dan pendidikan. Mereka, misalnya, pernah melakukan perbaikan sarana sekolah, memberikan beasiswa, membagikan buku gratis, pengobatan gratis di seratus kelurahan di Jabotabek. Juga pernah membangun proyek permukiman untuk menampung penduduk korban pembongkaran bangunan liar di Kali Angke, serta pernah terlibat dalam pengadaan 50 ribu ton sembako bersama Panglima TNI dan Menteri Sosial.

Baru pada malam silaturahmi Matali dengan Hamzah Haz di Hotel Omni Batavia, 12 Mei lalu, mereka menyatakan kesiapannya untuk membantu kiprah Hamzah selaku wakil presiden. "Dengan ini kami juga bersedia membantu pendirian Wapres Centre," kata Budiono ketika itu.

Dari komitmen itulah program Wapres Centre (WC), seperti pengumpulan dana Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini, bakal terpenuhi. Caranya, antara lain, lewat forum pertemuan para taipan Cina perantauan pada akhir Desember nanti.

Pengamat politik Arbi Sanit mengaku cemas dengan pola hubungan Hamzah dengan Matali. Sebab, langkah itu tak beda dengan yang pernah dilakukan Soeharto bersama konglomerat binaannya. Apalagi keberpihakan Hamzah dengan Matali adalah kaum pengusaha kecil dan menengah. Misi yang sebetulnya sama dengan yang pernah ditempuh "Kelompok Jimbaran" pada era Soeharto. Pada 1995 "Kelompok Jimbaran" mencanangkan niatnya untuk membantu pemerintah mengangkat nasib pengusaha lemah. Mereka antara lain Sudono Salim, Prajogo Pangestu, Aburizal Bakrie, Sofjan Wanandi, dan Sudwikatmono.

"Pola hubungan yang dikembangkan Hamzah-Matali saya kira sama saja dengan konsep Ali-Baba. Itulah yang menjatuhkan Soeharto kemudian. Tapi kok malah ditiru dan diulangi Hamzah," ujar Arbi Sanit.

Sudrajat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus